Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Seragam SMA dan Senyum Ibuku

ilustrasi seorang ibu menggendong bayinya (Unsplash.com/Trung Nhan Tran)

Cerita dimulai dengan pemandangan pagi di sebuah kota kecil di pinggiran, di mana terlihat seorang pria muda berusia 25 tahun bernama Dito. Setiap pagi, Dito mengenakan seragam sekolah menengah atas (SMA) yang sudah terlalu kecil baginya dan berangkat ke tempat kerjanya dengan kereta api lokal. Meskipun pakaian dan rutinitasnya menunjukkan bahwa dia seorang siswa SMA, Dito sebenarnya adalah seorang pekerja kantoran yang rajin dan berdedikasi.

Di rumah, Dito tinggal bersama ibunya, Ibu Siti, yang sudah berusia lanjut dan mulai mengalami demensia. Ibu Siti sering kali bingung dan lupa hal-hal sehari-hari, seperti nama-nama orang di sekitarnya atau di mana ia meletakkan barang-barangnya. Namun, Dito sangat sabar dan penuh kasih terhadap ibunya, selalu menjelaskan dengan lembut siapa dia dan apa yang sedang terjadi.

Hal ini bermula pada suatu hari, Dito terlambat pulang dari kerja karena harus mengurus keperluan kantor yang mendesak. Ketika dia tiba di rumah, dia kaget melihat ibunya menangis di sofa.

Dito: (panik) "Ibu, ada apa? Mengapa ibu menangis?"

Ibu Siti: (dengan sedih) "Aku... aku lupa siapa kamu, nak. Aku tadi menunggu kamu pulang dari sekolah, tapi kamu terlalu lama."

Dito: (terenyuh) "Ibu... Maafkan aku, bukan sekolah. Aku sudah bekerja, ibu. Aku berangkat pagi-pagi dan baru pulang sekarang."

Ibu Siti: (bingung) "Bekerja? Tapi kamu kan masih SMA..."

Dengan hati hancur, Dito mencoba menjelaskan kembali situasinya kepada ibunya, meskipun dia tahu bahwa Ibu Siti mungkin tidak akan mengerti sepenuhnya. Dia merasa sedih karena melihat ibunya seperti ini, tetapi juga merasa bersyukur bisa merawatnya setiap hari.

Setelah peristiwa itu, Dito memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan dirinya sendiri. Setiap pagi sebelum berangkat, dia akan mengenakan seragam SMA lamanya dan mengucapkan selamat pagi kepada ibunya seperti biasa. Meskipun ibunya mungkin tidak akan pernah mengerti kebenaran, itu adalah cara Dito untuk merayakan masa muda dan memberikan ibunya kebahagiaan yang sederhana.

Setiap malam, ketika Dito pulang dari kerja, Ibu Siti akan menyambutnya dengan senyuman dan bertanya bagaimana sekolahnya hari ini. Dengan sabar, Dito akan tersenyum dan mengarang cerita bagaimana hari sekolahnya berjalan dengan baik, menikmati momen kebersamaan yang singkat namun berarti.

Kisah ini menggambarkan cinta seorang anak kepada ibunya yang menghadapi tantangan demensia, serta kekuatan kesetiaan dan pengorbanan yang dilakukan untuk membuat orang yang kita sayangi merasa tenang dan bahagia, meskipun dalam kenyataannya situasinya tidak ideal

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nahlu Hasbi Heriyanto
EditorNahlu Hasbi Heriyanto
Follow Us