Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
upsidedown rain by lumihiutale

Sepertinya secangkir cokelat panas yang setengah jam lalu masih mengepulkan uapnya telah dingin, menyisakan embun-embun di bibir gelas yang jatuh perlahan. Ada yang mengalir mengenai piring kecil di bawah cangkir, ada pula yang meluncur dan menyatu dengan cokelat yang kehilangan panasnya.

Kau tak memikirkan tentang itu sama sekali, hanya terduduk di tepi ranjang sambil menjentik-jentikan ibu jarimu dengan jari telunjuk. Kening yang berkerut, tatapan sendu yang menatap ke lantai, serta helaan napas berat yang terdengar sesekali di antara hening malam, tak ada yang kau lakukan selain itu. Memikirkan sesuatu yang entah apa. Jika bisa menangis, maka kau telah melakukannya sejak tadi. Tapi tidak, kau tidak akan menangis karena dia tak pernah menyukai hal itu.

Perlahan, rintik hujan turun seolah mengerti perasaanmu. Kau bangkit, mendekat ke arah jendela yang tertutup rapat dengan kain gorden. Tanganmu yang gemetar menyibak kain gorden bermotif polkadot tersebut, memandangi kaca yang berembun, dan menuliskan sesuatu di kaca kemudian menghapusnya cepat, membuat sebutir air mengalir ke bingkai jendela bercat hijau.

“Maaf, aku tidak bisa.” Kau menutup telingamu rapat-rapat. Kalimat itu terdengar begitu saja. Suara nan lembut dari seseorang yang kau cintai atau … entahlah bagaimana kau harus menyebutnya sekarang. Yang kau tahu kakimu terasa lemas sehingga kau memilih untuk duduk di kursi depan meja belajarmu. Sementara di meja, secangkir cokelat yang telah dingin tetap tak kau tengok barang sedetik.

Editorial Team

Tonton lebih seru di