Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pexels.com/MinAn

Dari wajah ke wajah, angin menjelma pesona, yang mengisyaratkan fatamorgana pada puncak cakrawala.

Dari selarik sajak bisu ini, kulukiskan wajahmu yang terkapar di sela-sela otakku, menghardik, menggeram, menggerutu, diteluhkan musim lewat awan cantiknya.

Pernahkah kau mengira pagi akan datang secepat subuh? Lalu sedih kalbu selepas kau pergi dengan membunuh angan-anganku. Sungguh ingin kumenjadi optik panoramamu saja, lalu membiaskan cahaya bagai fatamorgana kala itu. Meski pada akhirnya membisu sebab itu hanya palsu.

Kicaukan saja kematianku, di bumi tempatku menggorongkan nafas sepia, bak wujud gumpalan garis di ujung sana, terlihat ada namun sebenarnya tiada.

Editor’s Picks

Editorial Team

Tonton lebih seru di