On Mental Health Bicara tentang Anxiety dan Loneliness

Kesepian lebih dari sekadar kekurangan teman

Sering kali, persona yang kita lihat dan tampilkan di media sosial bukanlah kepribadian yang asli. Ini karena di balik layar, manusia mengalami masalah yang didiamkan, dirasakan sendiri, dan ternyata tidak semua orang sebahagia atau sesehat yang kita kira. Seseorang yang tampak sehat dan ceria bisa saja mengalami kecemasan dan/atau kesepian.

Dalam program #OnMentalHealth by IDN Times yang diampu oleh editor-in-chief IDN Times Uni Lubis, konselor kesehatan mental IDN Media Hoshael W. Erlan menjawab pertanyaan seputar kecemasan (anxiety) dan kesepian (loneliness). Video program bisa kamu saksikan di Reels akun Instagram IDN Times, sejak Selasa (21/11/2023).

1. Kesepian adalah sesuatu yang subjektif

Pernahkah kamu sulit tidur pada malam hari karena penuh pikiran tentang akademik, kerja, ataupun masalah pribadi lainnya? Pernahkah kamu merasa kesepian di tengah-tengah keramaian?

Menurut Hoshael, ketika berbicara mengenai kesepian, masih banyak yang berasumsi bahwa itu terjadi karena kekurangan teman dan orang-orang di lingkungan sekitar. Padahal, yang lebih tepat adalah kekurangan koneksi yang bermakna dengan orang lain.

Loneliness tidak bisa disamakan dengan isolation (isolasi). Isolasi merupakan kondisi objektif, yang mana, contohnya, kita tidak dapat mengakses orang lain karena jarak ataupun lokasi geografis. Sementara itu, loneliness dipengaruhi kualitas relasi.

"Loneliness itu sangat tergantung dengan bagaimana kualitas relasi yang dimiliki orang. Jika kekurangan koneksi itu cukup besar, dan jika kita merasa tidak ada orang yang peduli, maka akan menimbulkan rasa kesepian dan keterasingan,” Hoshael menjelaskan.

2. Perasaan negatif yang tidak dikelola akan menimbulkan perilaku yang tidak sehat

On Mental Health  Bicara tentang Anxiety dan LonelinessOn Mental Health IDN Times Episode 2 "Anxiety and Loneliness" live Instagram pada Selasa (21/11/2023). (IDN Times/Aditya Pratama)

Meskipun kesendirian tidak masuk diagnosis resmi, tetapi isu ini tetap cukup berat.

“Terutama pada Gen Z, yang paradoksnya adalah mereka bukannya sangat terhubung dengan realitas virtual, tetapi sangat tidak terhubung dengan lingkungan sosial. Ini akan menimbulkan perasaan yang negatif yang kalau tidak diatasi, akan memicu serangkaian perilaku yang sudah memasuki menyakiti diri,” ujar Hoshael.

Perilaku yang dimaksud hampir selalu hal-hal yang buruk, seperti merokok, tidak menjaga kesehatan, dan sebagainya.

Baca Juga: Rasa Cemas vs Gangguan Kecemasan, Apa Bedanya?

3. Cara mengidentifikasi tanda-tanda kecemasan dan apa yang bisa kita lakukan untuk membantu yang mengalaminya

Kecemasan itu sebenarnya tidak problematik karena merupakan built-in response emosional yang mengingatkan kita akan ancaman bahaya, kata Hoshael. Jadi, merasa cemas itu tidak apa-apa. Akan lebih bahaya jika kita tidak memiliki kecemasan sama sekali, karena kita butuh kecemasan untuk otak kita memicu respons fight-or-flight.

Respons fight-or-flight adalah reaksi fisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap peristiwa berbahaya, serangan, atau ancaman terhadap kelangsungan hidup.

Nah, yang menjadi masalah adalah ketika kecemasan kita sudah tidak bisa terkendali. Bagaimana kita bisa mengetahuinya?

“Patokannya adalah ketika kita kebanyakan anxious dibandingkan tidak. Kecemasan itu dapat memicu kecemasan yang baru, sampai berkembang menjadi yang disebut generalized anxiety disorder (gangguan kecemasan umum),” jelas Hoshael.

Salah satu hal yang kita bisa lakukan untuk mendukung teman-teman kita yang mengalami kecemasan ini, adalah selalu menemani mereka dan mengajak berbicara. Tanyakan apa yang mereka butuhkan. Kadang, orang yang mengalami kecemasan belum mengerti atau sadar akan situasi mereka sendiri. Dengan memulai obrolan, kita bisa membantu mereka untuk merefleksi diri.

4. Kesepian dan kecemasan berhubungan erat, dapat menimbulkan risiko serius seperti bunuh diri

On Mental Health  Bicara tentang Anxiety dan Lonelinessilustrasi perasaan terisolasi (pexels.com/Pixabay)

Kesepian dan isolasi sosial dikatakan berhubungan erat dengan kecemasan dan depresi. Dalam beberapa aspek, juga dapat menjadi faktor risiko kondisi yang lebih serius, seperti menyakiti diri (self-harm) dan pikiran atau tindakan bunuh diri.

Dari segi fisik pun ada dampaknya. Contohnya, orang-orang yang mengalami kecemasan akan lebih berisiko terkena penyakit jantung atau stroke.

Ini bisa jadi karena tidak adanya support system (lingkungan atau orang-orang yang mendukung dalam hidup kita) yang baik. Jika support system itu tidak ada, maka akan lebih mudah untuk merasa kesepian. Lalu, perasaan ini akan memicu respons emosional yang negatif dan kemudian bisa mengarah ke kondisi yang lebih buruk, apalagi jika ditangani dengan baik.

5. Media memberitakan kasus bunuh diri, kode etik penting untuk dijaga

Banyak situasi ketika media harus memberitakan kasus bunuh diri. Terkait ini, Hoshael menekankan bahwa kode etik dalam pemberitaan sangat penting dalam isu kesehatan mental. Jangan sampai pemberitaan malah mendorong orang lain untuk menirunya.

Di sisi lain, ada juga pentingnya digital citizenship, yaitu bagaimana orang berperilaku di media sosial, serta bagaimana mereka memilih untuk menjadi orang yang baik dan bijaksana dalam berkomentar di media sosial.

Setelah menyimak pembahasan Hoshael, bagaimana pendapatmu tentang loneliness dan anxiety? Wajar jika kamu merasakan kecemasan dan kesepian sesekali. Namun, apabila kamu merasakannya secara terus-menerus hingga memengaruhi kualitas hidup, jangan ragu untuk mencari bantuan dari orang-orang terdekat, atau jika perlu buatlah janji temu dengan profesional kesehatan mental.

Program On Mental Health akan terus menyajikan topik diskusi meliputi isu kesehatan mental. Kamu bisa bertanya dan mengusulkan topik yang dibahas. Saksikan episode selanjutnya di Instagram IDN Times, ya!

Baca Juga: Kesepian Meningkatkan Risiko Penyakit Parkinson

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya