Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tips agar Lepas dari Trauma Bonding, Tetapkan Boundaries!

ilustrasi seorang perempuan duduk sendiri (unsplash.com/Julia Elliot)

Trauma bonding merujuk pada keterikatan intens yang terjadi dalam suatu hubungan toksik. Ini sering dialami pada orang-orang yang memiliki ikatan dengan orang yang abusive. Trauma bonding bisa terjadi karena adanya trauma masa kecil dan luka yang belum terselesaikan.

Misalnya ketika saat anak-anak mereka dihadapkan pada orangtua yang abusive, saat dewasa tanpa sadar mereka akan tertarik pada orang dengan sifat yang sama dengan orangtua mereka. Semakin lama mereka bersama pasangan yang abusive, semakin sulit rasanya untuk lepas. Tak peduli meski hubungan yang dijalani membuat mereka merasakan sakit dan mempengaruhi mental mereka. 

Lalu, bagaimana caranya agar bisa lepas dari trauma bonding? Simak penjelasan berikut ini!

1. Sadari bahwa kamu berada dalam hubungan yang tidak sehat

ilustrasi perempuan berpikira (unsplash.com/Brooke Cagle)

Langkah pertama yang bisa dilakukan untuk lepas dari trauma bonding yaitu dengan menyadari bahwa kamu berada dalam hubungan yang tidak sehat. Pahami bahwa keterikatan yang kamu rasakan dengan orang tersebut berakar dari trauma dan bukan hal yang sehat.

Kenali juga pola-pola interaksi di masa lalu yang membuatmu terus berada dalam hubungan toksik. Memahami hal ini penting agar kamu bisa mengambil keputusan berikutnya. 

2. Pertimbangkan untuk meminta bantuan profesional

ilustrasi mengobrol (unsplash.com/Christina @ wocintechchat.com)

Orang yang berada dalam trauma bonding seringkali sulit lepas dari hubungan toksik yang dijalani. Mereka terus berpegang pada harapan bahwa hubungan ini akan membaik ke depannya. Tak peduli meskipun mereka merasa lelah dan terluka.

Jika merasa sulit untuk lepas dari trauma bonding, pertimbangkan untuk meminta bantuan profesional yang punya spesialisasi di bidang trauma dan relationship. Mereka akan membantu menelisik lebih dalam mengenai pengalaman, emosi, dan pola-pola yang terjadi sehingga bisa ditemukan sumber masalah sebenarnya.

3. Tetapkan batasan yang jelas

ilustrasi menolak (unsplash.com/Priscilla Du Preez 🇨🇦)

Berada dalam hubungan toksik sering kali membuatmu mesti mengkompromikan batasan-batasan yang telah kamu tetapkan. Kamu mulai menganggap bahwa perilaku toksik yang dilakukan pasangan atau orang terdekat adalah hal yang wajar dan pantas kamu terima. 

Untuk mengatasi hal tersebut, pastikan untuk punya batasan yang jelas mengenai bagaimana perlakuan orang lain terhadapmu. Bila orang lain tidak menghargaimu, berlaku abusive atau melakukan gaslighting, sebaiknya putuskan hubungan dengan orang tersebut.

4. Lakukan refleksi diri

ilustrasi seorang perempuan duduk sendiri (unsplash.com/Julia Elliot)

Meskipun sudah berhasil keluar dari hubungan toksik, bisa jadi masih ada trauma bonding yang tersisa. Hal tersebut bisa membuatmu tertarik pada hubungan yang serupa. Maka dari itu, penting untuk melakukan refleksi diri sebelum kembali memutuskan untuk menjalin hubungan dengan seseorang.

Coba untuk memahami bagaimana persepsimu terhadap dirimu sendiri dan hubungan dengan orang lain. Telisik kembali apa yang membentuk persepsi tersebut. Dengan demikian, kamu bisa memperbaiki persepsi yang salah dan mulai membangun hubungan yang lebih sehat.

5. Sadari dan hadapi emosi yang kamu rasakan

ilustrasi perempuan merasa cemas (unsplash.com/Joice Kelly)

Lepas dari suatu hubungan tentu bukan hal mudah. Bisa jadi kamu merasakan sedih dan terpuruk setelahnya. Beri dirimu waktu untuk memproses emosi yang kamu rasakan, baik kesedihan, rasa amarah, maupun perasaan lainnya.

Kamu bisa mulai melakukan journaling untuk menyalurkan emosi yang kamu rasakan. Selain itu, bisa juga berbagi dengan orang terdekat atau mencoba hobi baru untuk mengekspresikan diri.

Lepas dari trauma bonding tentunya bukan hal yang mudah. Namun, meski berat awalnya percayalah bahwa kedepannya akan ada hal baik yang terjadi. Melepaskan orang yang toksik sama saja dengan memberi ruang untuk menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mayang Ulfah Narimanda
Merry Wulan
Mayang Ulfah Narimanda
EditorMayang Ulfah Narimanda
Follow Us