Bahaya Aborsi yang Tidak Aman, Bisa Sampai Sebabkan Kematian

Di dunia, 25 juta aborsi tidak aman terjadi setiap tahun

Saat menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak punya akses ke perawatan aborsi yang aman, beberapa perempuan melakukan aborsi yang tidak aman, seperti di tempat aborsi ilegal. Padahal, ini bisa membahayakan nyawa.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) adalah aborsi yang dilakukan oleh pihak yang tidak punya keterampilan yang diperlukan atau di lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal, atau keduanya.

Kondisi yang paling tidak aman adalah ketika aborsi dilakukan oleh orang yang tidak terlatih menggunakan metode berbahaya dan invasif. Aborsi yang tidak aman dapat menghancurkan perempuan, keluarga dan komunitas mereka.

Di seluruh dunia, 25 juta aborsi tidak aman (45 persen dari semua aborsi) terjadi setiap tahun antara 2010 dan 2014, menurut sebuah studi dari WHO dan Guttmacher Institute yang terbit dalam jurnal The Lancet (2017). Sebagian besar aborsi tidak aman atau 97 persen terjadi di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

Kenapa orang melakukan aborsi yang tidak aman?

Bahaya Aborsi yang Tidak Aman, Bisa Sampai Sebabkan KematianPolisi bongkar septic tank di TKP klinik aborsi di Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat. (IDN Times/Amir Faisol)

Aborsi adahal praktik yang terus mendapat stigma dan dibatasi secara hukum di banyak negara, mencegah banyak orang mengakses perawatan aborsi yang tidak aman. Dipaparkan dalam laman MSI Reproductive Choices, mereka yang ingin mengakhiri kehamilannya mungkin menghadapi:

  • Undang-undang setempat yang membatasi akses aborsi.
  • Kurangnya pemahaman atau kejelasan tentang apa yang diperbolehkan oleh hukum
    akses yang buruk ke layanan kesehatan (misalnya tidak cukup penyedia layanan kesehatan, klinik terlalu jauh, biaya mahal, dan lain-lain).
  • Diskriminasi aborsi dan stigma sosial, membuat orang merasa bahwa mereka tidak dapat meminta bantuan, menutupi perawatan aborsi dengan rasa malu.
  • Persyaratan yang tidak perlu seperti masa tunggu wajib atau tes medis yang tidak perlu yang menunda akses ke perawatan.
  • Krisis kemanusiaan atau situasi konflik yang menghalangi akses ke layanan kesehatan.
  • Hambatan untuk mengakses aborsi yang aman tidak menghentikan perempuan menginginkan atau membutuhkan aborsi. Studi dari Guttmacher Institute menunjukkan bahwa pembatasan tidak mencegah aborsi, tetapi hanya membuatnya kurang aman—memaksa perempuan beralih ke metode berbahaya, yang menyebabkan cedera dan terkadang kematian.

Apa saja bahaya aborsi yang tidak aman?

Bahaya Aborsi yang Tidak Aman, Bisa Sampai Sebabkan Kematianilustrasi aborsi yang tidak aman (pexels.com/Michelle Leman)

Mengutip laporan dalam jurnal Reviews in Obstetrics and Gynecology (2006), di seluruh dunia, diperkirakan 5 juta perempuan dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk pengobatan komplikasi terkait aborsi, seperti perdarahan dan sepsis, dan kematian terkait aborsi menyebabkan 220.000 anak kehilangan ibunya.

Penyebab utama kematian akibat aborsi yang tidak aman adalah perdarahan, infeksi, sepsis, trauma genital, dan nekrosis usus, menurut WHO.

Data tentang komplikasi kesehatan jangka panjang nonfatal tidak banyak, tetapi yang didokumentasikan termasuk penyembuhan luka yang buruk, infertilitas, konsekuensi cedera organ dalam (inkontinensia urine dan tinja akibat fistula vesikovaginal atau rektovaginal), dan reseksi usus.

Konsekuensi tak terukur lainnya dari aborsi yang tidak aman termasuk hilangnya produktivitas dan kerusakan psikologis.

Beban aborsi yang tidak aman tidak hanya dialami oleh perempuan dan keluarganya, tetapi juga pada sistem kesehatan masyarakat. Setiap perempuan yang dirawat untuk perawatan pasca aborsi darurat mungkin memerlukan produk darah, antibiotik, oxytocics, anestesi, ruang operasi, dan spesialis bedah.

Dampak finansial dan logistik dari perawatan darurat dapat membebani sistem kesehatan dan dapat menghalangi perhatian kepada pasien lainnya yang juga butuh perawatan medis.

Menambahkan dari laman Médecins Sans Frontières, ada sejumlah kasus perempuan berkonsultasi dengan penyedia layanan yang tidak terampil atau mencoba melakukan aborsi sendiri. Aborsi yang tidak aman ditandai dengan metode yang berbahaya, termasuk penggunaan tongkat tajam yang dimasukkan melalui vagina dan leher rahim ke dalam rahim; menelan zat beracun seperti pemutih; sediaan herbal yang dimasukkan ke dalam vagina; memberikan trauma seperti memukul perut atau menjatuhkan diri. Banyak dari metode ini bahkan gagal untuk mengakhiri kehamilan, malah bisa meninggalkan kerusakan yang bertahan lama.

Bagi perempuan yang meggunakan metode yang tidak aman tersebut, konsekuensi yang mengancam jiwa termasuk perdarahan hebat, sepsis, keracunan, perforasi rahim, atau kerusakan organ dalam lainnya. Perempuan mungkin perlu perawatan rumah sakit yang mendesak untuk transfusi darah, operasi reparatif besar, atau histerektomi (pengangkatan rahim).

Beberapa perempuan bisa mengakses metode yang "lebih aman", seperti klinik ilegal, tetapi mereka bisa mengalami komplikasi karena kualitas obat yang buruk, dosis yang salah, informasi yang tidak memadai, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Dalam skenario terburuk, perempuan yang dirawat mungkin telah ditolak melakukan aborsi yang aman, hanya untuk kembali dirawat dengan cedera yang mengancam jiwa akibat aborsi yang tidak aman.

Baca Juga: Seperti Apa Rasanya Aborsi? Begini Gambarannya secara Medis

Aborsi di Indonesia

Bahaya Aborsi yang Tidak Aman, Bisa Sampai Sebabkan Kematianilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/tirachardz)

Aborsi merupakan suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin bisa hidup di luar kandungan dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat badan janin kurang dari 500 mg. Aborsi yang dilakukan secara sengaja disebut sebagai aborsi induksi atau abortus provokatus.

Data statistik di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah menunjukkan 95 persen pasien yang datang konseling adalah untuk konsultasi aborsi, menurut laporan dalam Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia (2016). Maka, dokter harus mempersiapkan diri untuk berdiskusi dan mengedukasi pasien yang menanyakan perihal abortus.

Legalitas aborsi di Indonesia

Menurut hukum di Indonesia, abortus provokatus dapat dibedakan menjadi dua kondisi, yaitu abortus provokatus terapeutik yang tidak mengandung sifat kriminal dan abortus provokatus kriminalis yang memiliki sifat kriminal, dilansir Alomedika.

Abortus provokatus terapeutik biasanya diindikasikan pada kondisi medis yang berbahaya untuk kesehatan dan keselamatan ibu, sementara abortus provokatus kriminalis dilakukan bukan atas indikasi kesehatan namun atas permintaan pasien atau keluarga.

Pengaturan aborsi terkait hal pelaksanaan pengguguran tanpa indikasi medis untuk kesehatan ibu dalam sistem hukum pidana di Indonesia diatur dalam Pasal 299, Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348 dan Pasal 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidan (KUHP).

Dalam KUHP, abortus provocatus criminalis ada dalam Pasal 346 KUHP. Ialah seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Sanksi pidana terhadap perempuan yang menggugurkan kandungannya tercantum pada Pasal 347 KUHP:

  1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
  2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Sanksi bagi pelaku pengguguran kandungan seorang perempuan dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan tercantum pada Pasal 348 KUHP:

  1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
  2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Sementara itu, ketentuan pada Pasal 349 KUHP ialah, jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Selain di dalam KUHP juga telah diundangkannya dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang juga mengatur tindak pidana aborsi yang terdapat dalam Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77. Sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Kondisi yang membolehkan tindakan aborsi

Aturan normatif legal formal secara umum melarang tindakan aborsi dengan memberikan ruang darurat untuk kasus-kasus tertentu. Syarat dan ketentuan yang lebih jelas tentang pelaksanaan aborsi yang diizinkan termuat dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan:

Pasal 76 

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: 

  • Sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
  • Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
  • Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.
  • Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
  • Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.

Edukasi pasien yang meminta dan menginginkan aborsi

Abortus provokatus bukan solusi tepat dari kehamilan yang tidak diinginkan, mengingat janin yang dikandung mempunyai hak untuk hidup sesuai dengan hukum di Indonesia, apalagi jika tidak ada indikasi kedaruratan medis yang dapat membahayakan ibu. Jalan keluar terbaik adalah dengan memberikan konseling secara khusus dari konselor, dokter umum atau dokter kandungan, maupun dokter psikiatri jika dibutuhkan.

Bahaya aborsi yang tidak aman bisa sangat serius. Tenaga kesehatan harus mampu memberi konseling dengan teknik komunikasi yang efektif pada pasien yang meminta aborsi, tanpa menggurui atau menghakimi.

Tanggung jawab tenaga medis profesional adalah memberikan informasi yang meluruskan terkait keamanan dari tindakan aborsi tanpa indikasi kesehatan ibu, legalitas aborsi di Indonesia, serta menasihati pasien untuk tetap mempertahankan kehamilannya sembari memberi informasi seputar antenatal care yang memadai. Rujukan ke psikiater dapat dilakukan jika ada gejala gangguan psikologis.

Baca Juga: 5 Faktor Penyebab Keguguran atau Abortus pada Ibu Hamil

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya