Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorder

Sering berkaitan dengan beberapa kondisi mental

Bagi kebanyakan orang, cinta cenderung dianggap sebagai aspek penting dalam hidup yang bernilai positif dan membahagiakan. Namun, cinta juga bisa muncul bersamaan dengan perasaan tidak sehat yang memotivasi berkembangnya emosi, piikiran, dan perilaku berbahaya.

Fenomena tersebut disebut sebagai obsessive love disorder (OLD), yang bisa dilihat sebagai gangguan mental tersendiri yang mungkin dapat diobati dengan bantuan psikiater.

Saat ini OLD belum diklasifikan sebagai indikasi klinis penyakit mental, tetapi sebagian dokter telah mengenalinya. Dengan meningkatkan kesadaran akan OLD, ini bisa berguna untuk menggambarkan gejala-gejala yang terkait dengan kondisi kesehatan mental yang lebih sering didiagnosis.

Lalu apa itu obsessive love disorder, dan bagimana cara mengidentifikasi serta mengatasinya?

Apa yang membedakan antara cinta dan obsesif?

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi pasangan mesra (pexels.com/J carter)

American Psychological Association (APA) mendefinisikan cinta sebagai:

  • Sebuah emosi kompleks yang melibatkan perasaan kelembutan atau kasih sayang yang kuat terhadap orang lain.
  • Mengalami sensasi yang menyenangkan atas kehadiran orang lain.
  • Pengabdian pada kesejahteraan orang lain.

Perasaan cinta ini bisa terwujud dalam berbagai bentuk. Misalnya cinta kepada keluarga, teman, pasangan, bahkan self-love

Khusus dalam hubungan romantis, cinta memiliki tiga komponen esensial, yakni gairah, keintiman, dan komitmen. Menurut artikel hipotesis dan teori dalam jurnal Frontiers in Psychology tahun 2020, konsep gairah bisa diperinci lagi. Unsur gairah mencakup beberapa perilaku, seperti:

  • Perhatian yang terfokus. 
  • Pemikiran yang mengganggu.
  • Obsesif yang mengikuti.
  • Posesif.

Dalam sebagaian kasus, pemikiran dan perilaku tersebut dapat berubah menjadi cinta yang obsesif.

Dalam artikel tersebut, para peneliti menyebut bahwa cinta terdiri dari komponen daya tarik, koneksi, kepercayaan, dan rasa hormat. Faktor-faktor itu bisa hilang ketika cinta berubah menjadi obsesi.

Misalnya, orang yang cemburu berlebihan mungkin tidak memercayai pasangannya. Ketidakpercayaan itu bisa berakibat pada usaha mengendalikan dan memantau perilaku pasangannya secara terus-menerus.

Hal tersebut membuat cinta obsesif cenderung fokus pada rasa memiliki pasangan, dibanding melihat pasangan sebagai partner. Alih-alih mencintai dan menginginkan yang terbaik untuk pasangan, orang dengan OLD mencintai pasangan karena kebutuhannya sendiri.

Tanda-tanda obsessive love disorder

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi posesif (pexels.com/Gustavo Fring)

Berhubung OLD belum dikategorikan sebagai penyakit mental yang resmi, maka para pakar merasa sulit untuk memberikan daftar gejala yang pasti.

Dengan alasan yang sama, belum bisa dipastikan pula seberapa luas penyebaran OLD secara statistik. Namun, studi dari Jerman dalam jurnal MMW Fortschritte der Medizin tahun 2005 memperkirakan bahwa kurang dari 0,1 persen populasi memiliki pengalaman cinta obsesif. Disebutkan juga bahwa OLD lebih sering dialami oleh perempuan, meskipun penyebabnya tidak dijelaskan.

Terlepas dari keterbatasan, dilansir Better Help, ada tanda-tanda peringatan dari cinta obsesif yang mungkin dikembangkan seseorang. Ini dapat meliputi:

  • Ketidakmampuan untuk berhenti memikirkan orang lain. 
  • Keinginan untuk menjalin kontak setiap saat.
  • Kecemburuan yang intens dan posesif.
  • Upaya mengontrol pikiran dan perilaku orang lain. 
  • Kekhawatiran ekstrem yang obsesif tentang keselamatan orang lain. 
  • Pengabaian akan batasan personal.
  • Hipersensitif terhadap kurangnya perhatian dan feedback negatif. 
  • Kesulitan dalam menerima penolakan.
  • Pemantauan aktivitas komunikasi, lokasi, dan perilaku orang lain.
  • Pelanggaran terhadap ruang pribadi orang lain.

Ada banyak skenario bagaimana obsesi berjalan dalam hubungan. Dari mulai hubungan romantis yang membuat satu pihak dominan mengendalikan dan menjadi paranoid, atau hubungan imajinatif terhadap orang asing, selebritas, hingga dengan orang yang sudah menolak secara eksplisit.

Mengapa cinta yang obsesif itu problematik?

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi perempuan cemburu pada pasangan (freepik.com/freepik)

Saat berada dalam cengkeraman cinta obsesif, kita akan kesulitan mengenali pikiran, emosi, dan perilaku negatif.

Faktanya, hasrat memiliki hubungan romantis dianggap sangat penting di masyarakat, jadi wajar jika kita tenggelam dalam keinginan mempertahankan hubungan. 

Ini terbukti dari survei yang digelar oleh American Survey Center. Dilaporkan ada lebih dari sepertiga orang dewasa di Amerika Serikat (AS) yang menganggap relasi cinta penuh komitmen penting untuk kehidupan yang memuaskan, dan hanya 14 persen mengatakan sebaliknya. 

Namun, masalah dapat muncul kalau keinginan mencintai atau dicintai hanya terpaku pada satu orang. Perasaan obsesif itu sangat mungkin membuat orang mengabaikan sumber kebahagiaan lain dan mengakibatkan kesulitan move on.

Beberapa orang bahkan mungkin melihat cinta mereka sebagi bagian penting dari identitas diri, yang sayangnya itu menciptakan potensi krisis emosional saat terjadi penolakan atau masalah dalam hubungan.

OLD juga terkadang melibatkan perasaan cemburu dan posesif yang ekstrem. Studi dalam jurnal Violence Against Women tahun 2005 mengidentifikasi kedua emosi tersebut sebagai faktor risiko periaku berbahaya, seperti pelecehan psikologis, menguntit (stalking), dan kekerasan terhadap pasangan intim.

Berdasarkan studi tersebut, diketahui bahwa ada kemungkinan cinta obsesif membuat seseorang cenderung menyakiti pasangannya, baik secara fisik maupun emosional.  

Kondisi lain yang mungkin menyertai obsessive love disorder

Banyak emosi dan perilaku OLD yang juga dialami individu dengan gangguan jiwa lain yang lebih dikenal.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa orang yang didiagnosis dengan satu penyakit psikologis memiliki risiko lebih besar untuk mengalami berbagai kondisi lainnya.

Gangguan yang berpotensi menjadi penyebab seseorang mengalami cinta obsesif meliputi berikut ini.

Childhood attachment disorder

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi orang tua mengabaikan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Beberapa penelitian psikologis kontemporer berfokus pada konsep attachment style (pola hubungan interpesonal) yang dipengaruhi oleh bagaimana kualitas hubungan orang tua dengan seseorang pada masa kanak-kanak. 

Merujuk studi dalam jurnal Frontiers in Psychology tahun 2021, keterikatan (attachment) memiliki efek penting pada kesehatan mental dan perilaku romantis.

Pengabaian orang tua pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan gangguan keterikatan, yang mungkin berdampak negatif pada relasi cinta di masa depan. Ini berpotensi meningkatkan perilaku cinta obsesif seperti mencoba memonitor atau mengontrol pasangan.

Erotomania

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi orang sedang berimajinasi (pexels.com/Katii Bishop)

Karakteristik khusus dari OLD bisa berkaitan dengan erotomania. Erotomania adalah kondisi saat seseorang mengalami delusi bahwa dia menjalin hubungan romansa dengan orang lain.

Meski tidak selalu, tetapi erotomania sering menjadikan orang terkenal sebagai objek dari delusi. Gangguan ini dapat mendistorsi persepsi tentang realitas dan menyebabkan seseorang merasakan keterikatan kuat yang tidak berbalas.

Gangguan obsesif kompulsif

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi obsessive compulsive disorder (OCD) atau gangguan obsesif kompulsif (PlusLexia.com/Jesper Sehested Pluslexia.com)

Memiliki pikiran yang menganggu dan terus-menerus tentang seseorang yang disenangi berpotensi terkait dengan gangguan obsesif kompulsif atau obsessive compulsive disorder (OCD).

Orang dengan OCD bisa mengalami kesulitan melepaskan ide-ide yang tidak nyata dan merasa harus berbuat sesuatu. 

Khusus untuk hubungan romantis, para peneliti mengidentifikasi varian spesifik dari gangguan OCD yang dikenal dengan relationship obsessive compulsive disorder (ROCD). 

Studi dalam jurnal Frontiers in Psychology tahun 2016 menyebutkan bahwa ROCD dapat memunculkan pikiran mengganggu dan ketakutan kehilangan pasangan yang berlangsung secara terus-menerus.

Gangguan kepribadian ambang

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi paranoid (pexels.com/Evelyn Chong)

Borderline personality disorder (BPD) adalah kondisi kesehatan mental yang sering berjalan bersamaan dengan kesulitan membentuk hubungan yang stabil. 

Individu dengan gangguan kepribadian ambang bisa sangat sensitif terhadap penolakan, yang dapat mengakibatkan citra diri stidak stabil. BPD juga rentan untuk terpaku pada kemungkinan adanya pengkhianatan atau perpisahan dari orang lain. 

Gejala gangguan jiwa ini memiliki beberapa kesamaan dengan kecemburuan dan paranoia intens, yang bisa jadi dialami berbarengan dengan cinta obsesif. 

Baca Juga: 10 Jenis Gangguan Kepribadian, Kenali Tandanya

Cara mengatasi obsessive love disorder

Hindari komunikasi atau memeriksa keadaan orang lain

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi menghindari komunikasi (pexels.com/Alex Green)

OLD bisa bertambah buruk bila yang bersangkutan menjalin kontak dengan orang yang disukai. 

Studi dalam jurnal Personal Relationship tahun 2005 berusaha mencari tahu bagaimana pengaruh komunikasi di antara orang yang putus hubungan. Hasil riset tersebut menemukan bahwa kontak dengan mantan pasangan bisa menyebabkan perasaan cinta dan sedih bertahan lebih lama. 

Dalam hal ini, kita bisa mengetahui bahwa komunikasi tidak membantu upaya move on. Jadi, kalau kamu terikat dengan seseorang yang tidak memiliki minat yang sama, sebaiknya hindari bentuk komunikasi apa pun untuk sementara waktu. 

Kamu juga bisa mempertimbangkan untuk membatasi aktivitas berinternet yang berhubungan dengan dia, misal dengan memblokirnya dari media sosial. Karena faktanya, melihat gambar seseorang yang kamu rindukan bisa mengaktifkan jalur penghargaan neurologis yang terkait dengan pembentukan kebiasaan. Ini merujuk pada penelitian dalam jurnal Frontiers in Psychology tahun 2016.

Dengan kata lain, melihat aktivitas digital orang lain dapat menguatkan kecenderunganmu untuk terobsesi dengannya. Jadi, menjaga jarak dan membatasi akses komunikasi adalah upaya dasar menghentikan cinta yang obsesif.

Alihkan energi ke urusan lain

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi belajar skill (freepik.com/karlyukav)

Sebagian orang yang terobsesi dengan pasanganya bisa disebabkan karena merasa ada kekurangan pada aspek hidup yang lain. 

Kalau kamu ingin melupakan minat yang tidak sehat pada orang lain, mengalihkan fokus pada hal yang memberi makna dan kebahagiaan bisa membantumu dalam proses itu. 

Kamu juga bisa menghabiskan lebih banyak waktu melakukan hobi yang terlupakan. Pendekatan lain yang bermanfaat adalah memperkuat ikatan dengan teman dan keluarga.

Atau, kamu bisa menggunakan energi mencintai itu untuk mendalami keterampilan yang ingin kamu pelajari. Itu jauh lebih bermanfaat karena bisa meningkatkan karier dalam jangka panjang.

Dengan mengalihkan energi cinta yang obsesif pada sesuatu yang lebih nyata, kamu bisa merasakan kepuasan yang bertahan lama. Saat hidup kamu terasa cukup dan lengkap, kamu mungkin tidak merasa begitu membutuhkan cinta yang menggebu-gebu.

Tingkatkan harga diri

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi positive self-talk (unsplash.com/Elisa Photography)

Kecenderungan memiliki cinta yang obsesif juga bisa muncul dari perasaan berharga yang kurang dari diri sendiri. Kalau kamu merasa tidak cukup baik, kamu mungkin menginginkan pengakuan dari orang lain. 

Sebagian orang meraskan manfaat peningkatakan harga diri setelah mempraktikkan afirmasi diri atau positive self-talk. Praktik mindfulness ini bisa berupa menuliskan dan mengingatkan kembali tentang nilai-nilai yang penting bagi hidup kamu.

Misalnya, kamu menuliskan tentang pencapaian, pengalaman mencoba hal baru, atau rencana menghabiskan waktu dengan keluarga. Efek positif mungkin meningkat dengan memvisualisasikan diri untuk mencapai target itu, diikuti oleh tindakan nyata yang sejalan dengan nilai-nilai pribadi. 

Konsultasi dengan terapis

Saat Cinta Jadi Obsesif, Tinjauan Medis Obsessive Love Disorderilustrasi sesi terapi dengan psikolog (pexels.com/shvets production)

Meskipun ahli kesehatan mental jarang mendiagnosis gangguan cinta obsesif, tetapi mereka dapat membantu kamu mengatasi gejala-gejalanya.

Misalnya, dalam studi dalam The British Journal of Psychiatry, dilaporkan bahwa terapi perilaku kognitif bisa digunakan untuk merawat kecemburuan yang obsesif. 

Banyak pasien merasakan konseling berbasis internet membuat proses menemukan terapis lebih mudah dan cepat. Kecepatan itu bisa sangat bermanfaat saat kamu berjuang untuk tidak bertindak berdasarkan perasaan obsesif dan membutuhkan bantuan secepat mungkin. 

Kamu mungkin ingin mencari psikolog terlatih untuk membantu mengelola pikiran dan emosi negatif yang membebanimu. 

Perasaan cinta yang berlebihan kadang bisa berakhir menjadi obsesi yang membahayakan.

Obsessive love disorder bisa dipicu oleh pengalaman hubungan dengan orang terdekat di masa lalu, dan bisa ditangani dengan mencari tahu penyebab utamanya. 

Meningkatkan kesadaran tentang cinta yang obsesif bisa menjadi langkah awal untuk mendiagnosis penyakit jiwa yang memiliki kaitan dengan gejala OLD. 

Penulis: Dian Rahma Fika Alnina

Baca Juga: 5 Tanda Gangguan Obsessive Love Disorder, Bukan Cinta Sesungguhnya!

Topik:

  • Bunga Semesta
  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya