TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Non-24-Hour Sleep-Wake Disorder, Gangguan Apa Ini?

Gangguan tidur yang rentan dialami orang buta total

ilustrasi pasien dengan gangguan tidur N24SWD (pexels.com/Karolina Grabowska)

Tubuh kita memiliki jam biologis (ritme sirkadian) untuk mengatur waktu internal tubuh. Jam alami ini bekerja dengan mengikuti perubahan aktivitas fisik bahkan mental kita dalam siklus 24 jam.

Berkat jam biologis tersebut, kita mengalami fase mengantuk (yang kemudian tidur) dan bangun pada waktu relatif sama setiap harinya. Akan tetapi, jika mengalami gangguan tidur non-24-hour sleep-wake disorder (N24SWD), kita akan kesulitan menyeimbangkan waktu tidur secara normal.

Dilansir Sleep Foundation, N24SWD (yang sebelumnya disebut free-running rhythm disorder atau hypernychthemeral syndrome) mengacu pada kondisi ketika jam biologis menjadi tidak sinkron dengan keadaan lingkungan. Dengan kata lain, jam internal tubuh tidak mampu bekerja dengan optimal menyesuaikan siklus gelap-terang atau siang- malam.

1. Gejala

ilustrasi perempuan mengaami N24SWD (pexels.com/Andrea Piacquadio)

N24SWD bisa termanifestasi secara berbeda pada masing-masing orang yang mengalaminya. Gejala yang ditunjukkan pun dapat bervariasi menyesuaikan tingkat keparahan. Adapun gejala umum kondisi ini mencakup:

  • Lebih sering mengalami insomnia.
  • Timbul kantuk yang berat di siang hari.
  • Merasakan kelelahan.
  • Tidur terlambat dan lebih lama setiap malam.
  • Bangun terlambat setiap pagi secara intens.

Orang dengan N24SWD mungkin tidak selalu mengalami gejala-gejala yang dipaparkan tersebut. Terkadang, pola tidur yang tertunda bisa kembali selaras dengan siklus reguler siang-malam. Oleh karenanya, orang tersebut mungkin akan memilih waktu malam hari untuk istirahat secara penuh dan beraktivitas pada pagi hari.

Jika tidak ditangani, N24SWD dapat menyebabkan terakumulasinya gejala kurang tidur. Ini bisa mendatangkan dampak negatif seperti depresi, sulit berkonsentrasi, hingga masalah pada memori.

Baca Juga: 7 Hal Sepele yang Bikin Jadwal Tidur Berantakan, Jangan Lakukan!

2. Penyebab

ilustrasi orang buta total sedang tidur (pexels.com/Ron Lach)

Belum dapat dipastikan mengenai penyebab tunggal N24WD. Para ahli berspekulasi jika kondisi ini berkaitan erat dengan cara seseorang merespons cahaya di sekitarnya.

Studi dalam Journal of Clinical Sleep Medicine tahun 2015 menjelaskan, N24WD paling sering dialami orang dengan kebutaan total. Ini karena orang buta total tidak mendapatkan masukan cahaya yang mencapai jam biologis. Mereka lebih rentan untuk gagal menyadari sinyal cahaya yang membantu tubuh menyempurnakan ritme sirkadian.

Kendati demikian, tidak semua orang buta total pasti mengalami N24WD. Laporan dalam jurnal Drugs tahun 2017 memperkirakan, sekitar 55–70 persen orang-orang buta total mengalami N24WD. N24WD juga bisa terjadi pada orang dengan gangguan penglihatan tertentu. Orang yang mengalami hipersensitivitas cahaya atau tidak peka terhadap cahaya dapat berisiko mengembangkan N24WD.

3. Diagnosis

ilustrasi dokter dan pasien (pexels.com/cottonbro studio)

Untuk menegakkan diagnosis konklusif terkait N24SWD, dokter akan mengevaluasi riwayat kesehatan secara terperinci.

Dokter akan menanyakan seputar siklus tidur-bangun setiap harinya. Dari informasi yang didapat, dokter akan menganalisis waktu dan pola tidur.

Apabila dokter mencurigai indikasi kondisi lain, tes diagnostik tambahan mungkin akan dilakukan. Ini bisa melibatkan pemeriksaan darah atau CT scan. Sementara itu, tes khusus untuk mendiagnosis masalah terkait jam biologis ialah actigraphy. Actigraphy dapat membantu dokter menetapkan pola gangguan tidur.

4. Penanganan

ilustrasi perawat membawa obat (pexels.com/Karolina Grabowska)

Sampai saat ini penelitian masih terus diupayakan untuk mengungkap perawatan terbaik untuk N24SWD. Dokter mungkin meresepkan obat tertentu untuk membantu mengelola kondisi tersebut. Adapun obat yang mungkin diberikan ialah jenis tasimelteon.

Tidak berhenti sampai di situ, perawatan lain yang berguna untuk memulihkan siklus bangun-tidur dapat ditempuh dengan metode terapi. Dokter biasanya mempertimbangkan terapi cahaya untuk orang dengan N24SWD yang masih memiliki persepsi cahaya.

Baca Juga: Studi: Kurang Tidur Bikin Kamu Enggan Menolong Sesama

Verified Writer

Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya