Youmna Ahmed Abdelaal et al., “The Clinical Antimicrobial Efficacy of Garlic Extract (Allium Sativum) Compared to Chlorhexidine Mouthwash: A Systematic Review,” Journal of Herbal Medicine 54 (September 3, 2025): 101053, https://doi.org/10.1016/j.hermed.2025.101053.
Ekstrak Bawang Putih, Kandidat Baru Obat Kumur Efektif

- Ekstrak bawang putih terbukti setara dengan chlorhexidine dalam menekan bakteri penyebab gigi berlubang.
- Risiko efek samping dan kekhawatiran resistansi antimikroba membuat alternatif alami makin dilirik.
- Meski menjanjikan, obat kumur bawang putih masih butuh uji klinis skala besar sebelum digunakan luas.
Selama bertahun-tahun, chlorhexidine dikenal sebagai standar emas dalam dunia obat kumur medis. Antimikroba spektrum luas ini ampuh menekan bakteri mulut, sering diresepkan dokter gigi untuk kondisi tertentu, dan terbukti efektif mencegah pembentukan plak. Namun, efektivitas tinggi ini datang bersama catatan penting, yaitu risiko perubahan warna gigi, gangguan rasa, hingga kekhawatiran jangka panjang terkait resistansi antimikroba.
Di tengah pencarian alternatif yang lebih ramah bagi mulut, bawang putih muncul sebagai kandidat yang tak terduga. Penelitian terbaru yang dipimpin tim dari University of Sharjah, Uni Emirat Arab, menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih dalam obat kumur mampu menyaingi efektivitas chlorhexidine dalam membunuh bakteri berbahaya di mulut.
Tinjauan sistematis ini mengumpulkan data dari lima studi klinis pada manusia, membandingkan langsung efek antibakteri bawang putih dengan chlorhexidine. Fokus utamanya adalah Mutans Streptococci, bakteri yang berperan besar dalam terjadinya karies atau gigi berlubang.
Efektif, tetapi konsentrasi jadi kunci

Temuan studi ini cukup menarik. Secara umum, obat kumur berbasis ekstrak bawang putih terbukti sama efektifnya dengan chlorhexidine dalam menurunkan jumlah bakteri jahat di rongga mulut. Namun, efektivitas ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi.
Dalam beberapa studi, larutan chlorhexidine 0,2 persen memang masih lebih unggul dibanding obat kumur bawang putih 2,5 persen. Namun, ketika konsentrasi bawang putih ditingkatkan menjadi 3 persen, hasilnya justru berbalik—bawang putih menunjukkan penekanan bakteri yang lebih kuat.
Para peneliti menilai ini sebagai temuan penting, terutama karena chlorhexidine bukan tanpa masalah. Paparan jangka panjang atau dalam dosis rendah diketahui dapat mendorong bakteri menjadi lebih kebal, bahkan memicu resistansi silang terhadap antibiotik lain. Dalam konteks kesehatan global, isu ini menjadi perhatian serius.
Di sinilah bawang putih menawarkan nilai tambah. Ekstraknya dinilai berpotensi menjadi alternatif yang lebih aman, terutama untuk penggunaan tertentu dan dalam pengawasan klinis.
Manfaat alami, tantangan nyata
Tentu, bawang putih bukan tanpa sisi kurang menyenangkan. Studi-studi yang ditinjau mencatat efek samping khas, yakni rasa yang sangat kuat, sensasi pedas atau panas di mulut, hingga bau napas yang menyengat. Meski tergolong ringan dan tidak permanen, faktor ini tetap memengaruhi kenyamanan dan kepatuhan pengguna.
Dari sisi sejarah, bawang putih sebenarnya bukan pendatang baru dalam dunia pengobatan. Selama ribuan tahun, peradaban kuno—mulai dari Mesir, Romawi, hingga Tiongkok—telah memanfaatkan bawang putih untuk melawan infeksi dan menjaga kesehatan. Senyawa kuncinya, allicin, terbentuk saat bawang putih dihancurkan, dan dikenal mampu menghambat pertumbuhan bakteri sekaligus menekan stres oksidatif pada sel.
Namun, jalan menuju penggunaan luas masih panjang. Para peneliti menekankan bahwa bukti saat ini masih terbatas. Jumlah studi sedikit dan partisipannya relatif kecil. Untuk benar-benar menjadikan obat kumur bawang putih sebagai alternatif klinis, dibutuhkan uji lanjutan dengan sampel lebih besar dan pemantauan jangka panjang. Meski begitu, temuan ini membuka peluang menarik. Di masa depan, bukan mustahil rak obat kumur akan diisi pilihan yang lebih alami, efektif, dan minim risiko.
Referensi


















.jpg)