- Kontaminasi air dan infeksi
Ancaman Kesehatan Gigi dan Mulut saat Banjir, Jangan Diremehkan

- Air kotor dan minimnya air bersih saat bencana meningkatkan risiko infeksi gigi dan mulut.
- Kelompok rentan—balita, lansia, ibu hamil, dan penderita penyakit kronis—lebih mudah mengalami komplikasi.
- Perawatan sederhana seperti berkumur dengan air matang dan menjaga kebersihan alat makan bisa menyelamatkan kesehatan gigi.
Saat bencana, misalnya banjir dan longsor, perhatian publik biasanya tertuju pada keselamatan, tempat tinggal, dan makanan. Namun, ada satu aspek penting yang kerap luput, yaitu kesehatan gigi dan mulut. Situasi darurat ini membuat akses terhadap air bersih menjadi sangat terbatas, sementara air yang tersedia sering kali tercemar lumpur, kuman, dan limbah.
Masalah-masalah seperti sariawan, bau mulut, gigi ngilu, hingga infeksi gusi biasanya mulai muncul setelah beberapa hari tinggal di pengungsian, banjir belum surut, atau lingkungan yang terdampak belum pulih. Tantangannya sederhana tetapi serius, yaitu bagaimana menjaga kebersihan mulut jika air bersih hanya cukup untuk minum? Banyak orang akhirnya menunda menyikat gigi atau memakai air apa adanya yang justru bisa memicu penyakit.
Di tengah kondisi darurat, perhatian terhadap gigi mungkin kesannya sepele. Namun, kesehatan mulut yang buruk bisa memperburuk infeksi, mengganggu makan, dan menambah beban tubuh yang sudah lelah menghadapi bencana. Karena itu, memahami risikonya penting untuk tetap sehat.
Risiko bencana terhadap kesehatan gigi dan mulut
Berikut ini beberapa risiko bencana terhadap kesehatan gigi dan mulut:
Selama banjir, air yang digunakan masyarakat kerap mengandung bakteri patogen seperti E. coli, Vibrio, dan virus yang berasal dari limbah atau bangkai hewan. Paparan air tercemar dapat memicu infeksi mulut, radang gusi, hingga peradangan jaringan di sekitar gigi.
Infeksi mulut dapat mengganggu kemampuan makan, menyebabkan demam, bahkan meningkatkan risiko penyakit sistemik jika bakteri masuk ke aliran darah. Situasi makin berat jika seseorang sudah memiliki karies atau gusi sensitif sebelum bencana.
- Sariawan dan luka mulut
Kasus sariawan sering meningkat di pengungsian. Kekurangan air bersih dapat membuat mulut menjadi lebih kering, mengganggu keseimbangan bakteri baik, dan memudahkan iritasi. Stres, kurang tidur, dan penurunan asupan nutrisi juga dapat memicu sariawan, dan faktor-faktor ini umum terjadi saat bencana.
- Penumpukan plak dan gigi berlubang
Ketika air bersih terbatas, banyak orang tidak menyikat gigi dengan benar, atau bahkan tidak menyikat gigi selama berhari-hari. Plak pun menumpuk, menciptakan kondisi ideal bagi bakteri penyebab gigi berlubang dan radang gusi. Penundaan menyikat gigi selama 48–72 jam telah cukup untuk meningkatkan risiko gingivitis atau radang gusi.
- Luka atau trauma pada mulut
Bencana dan evakuasi dapat menyebabkan cedera fisik termasuk benturan pada rahang dan gigi. Luka kecil pada mulut bisa menjadi infeksi serius jika terpapar air kotor.
Siapa saja yang rentan?

Kelompok berikut membutuhkan perhatian ekstra:
- Balita. Mereka lebih mudah mengalami dehidrasi, sariawan, dan infeksi.
- Lansia. Banyak memakai gigi palsu yang bisa menyebabkan luka jika tidak dibersihkan.
- Ibu hamil. Perubahan hormon meningkatkan risiko radang gusi.
- Pasien diabetes. Lebih berisiko mengalami infeksi mulut yang tidak sembuh-sembuh.
- Orang dengan imunitas rendah. Termasuk orang dengan HIV, orang dengan penyakit kronis, dan pasien yang menggunakan obat imunosupresan.
Kelompok rentan cenderung mengalami komplikasi lebih cepat saat kebersihan mulut terganggu.
Cara menjaga kesehatan gigi dan mulut saat dan setelah bencana
Ada beberapa cara menjaga kesehatan gigi dan mulut saat dan setelah bencana:
- Prioritaskan kebersihan mulut dengan air yang ada
- Gunakan air matang.
- Jika air sangat terbatas, berkumur dengan sedikit air saja setelah menyikat gigi.
- Tisu basah tidak menggantikan menyikat gigi, tetapi bisa membantu membersihkan permukaan gigi sementara.
- Pilihan makanan yang ramah buat mulut
- Kurangi makanan sangat manis yang menempel di gigi.
- Usahakan makan buah yang mengandung air (jika tersedia) untuk membantu menjaga kelembapan mulut. Makanan tinggi gula meningkatkan risiko karies, terutama jika kebersihan mulut tidak optimal.
- Jaga kebersihan gigi palsu dan alat makan
- Cuci gigi palsu dengan air panas matang bila memungkinkan.
- Jangan biarkan alat makan terendam air banjir.
- Segera periksa jika ada tanda-tanda infeksi
Cari bantuan medis jika muncul:
- Bengkak pada gusi.
- Demam.
- Bau mulut parah.
- Nyeri yang tidak hilang.
Infeksi mulut yang tidak ditangani dapat menyebar ke bagian tubuh lain, terutama pada anak dan lansia.
Bencana seperti banjir dan longsor tidak hanya mengancam keselamatan fisik, tetapi juga memengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Minimnya air bersih, perubahan pola makan, stres, dan lingkungan yang tidak higienis menjadi kombinasi yang meningkatkan risiko masalah mulut.
Dengan langkah-langkah sederhana, seperti memastikan air aman, menjaga kebersihan gigi semampunya, dan memperhatikan kelompok rentan, masyarakat bisa mengurangi dampak kesehatan mulut selama masa pemulihan pascabencana.
Referensi
"Floods and Your Safety." Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Diakses Desember 2025.
"Safety Guidelines: Floodwater. CDC. Diakses Desember 2025.
"Water Sanitation and Health." World Health Organization (WHO). Diakses Desember 2025.
"Oral health." WHO. Diakses Desember 2025.

















