Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Flu Burung: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

ilustrasi flu burung atau avian influenza (unsplash.com/Caitlyn Wilson)
Intinya sih...
  • Flu burung atau avian influenza adalah penyakit yang terutama menyerang burung dan disebabkan oleh virus dari keluarga Orthomyxoviridae.
  • Ada empat jenis virus influenza, yaitu tipe A, B, C dan D.
  • Gejala flu burung bervariasi, mulai dari tidak ada gejala hingga penyakit ringan seperti flu hingga penyakit parah yang memerlukan rawat inap.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor PM.03.01/C/28/2025 tentang Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Flu Burung, sebagai respons atas laporan peningkatan kasus flu burung di beberapa negara.

Langkah ini, dinyatakan oleh Kemenkes, menjadi bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran flu burung, termasuk memastikan kesiapsiagaan semua pihak terkait. Walaupun risiko flu burung terhadap kesehatan manusia secara global saat ini dinilai rendah, tetapi langkah antisipasi tetap diperlukan.

Flu burung atau avian influenza adalah penyakit yang terutama menyerang burung dan disebabkan oleh virus dari keluarga Orthomyxoviridae.

Menurut subtipenya, flu burung dapat diklasifikasikan sebagai patogenisitas tinggi atau rendah, dengan gejala yang berbeda pada unggas yang terinfeksi.

Low Pathogenic Avian Influenza Virus (LPAIV) dapat menyebabkan penyakit ringan, sering kali tanpa disadari atau tanpa gejala apa pun.

Sementara itu, High Pathogenic Avian Influenza Virus (HPAIV), yang disebabkan oleh subtipe (H5 dan H7) dari tipe A, menyebabkan penyakit serius pada unggas yang dapat menyebar dengan cepat, mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi pada berbagai jenis burung.

Sebagian besar virus influenza yang beredar pada unggas tidak bersifat zoonosis. Namun, beberapa jenis HPAIV memiliki kemampuan untuk menginfeksi manusia, yang merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat.

Faktor risiko utama adalah paparan langsung atau tidak langsung terhadap hewan atau lingkungan yang terinfeksi dan permukaan yang terkontaminasi oleh tinja.

1. Patogen

Ada empat jenis virus influenza, yaitu tipe A, B, C dan D.

  • Virus influenza A menginfeksi manusia dan banyak hewan yang berbeda. Munculnya virus influenza A yang baru dan sangat berbeda dengan kemampuan menginfeksi manusia dan telah bertahan dari manusia ke manusia, dapat menyebabkan pandemi influenza.
  • Virus influenza B bersirkulasi di antara manusia dan menyebabkan epidemi musiman. Data terakhir menunjukkan anjing laut juga bisa terinfeksi.
  • Virus influenza C dapat menginfeksi manusia dan babi, tetapi infeksi umumnya ringan dan jarang dilaporkan.
  • Virus influenza D terutama menyerang ternak dan tidak diketahui menginfeksi atau menyebabkan penyakit pada manusia.

Virus influenza tipe A paling penting bagi kesehatan masyarakat karena potensinya menyebabkan pandemi. Virus influenza tipe A diklasifikasikan ke dalam subtipe menurut kombinasi protein permukaan virus yang berbeda hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA).

Sejauh ini terdapat 18 subtipe hemagglutinin yang berbeda dan 11 subtipe neuraminidase yang berbeda. Tergantung host asalnya, virus influenza A dapat diklasifikasikan sebagai flu burung, flu babi, atau jenis virus influenza hewan lainnya. Contohnya termasuk virus flu burung subtipe A(H5N1) dan A(H9N2) atau virus flu babi subtipe A(H1N1) dan A(H3N2). Semua virus influenza tipe A hewan ini berbeda dari virus influenza manusia dan tidak mudah menular antarmanusia.

Burung air adalah reservoir alami utama untuk sebagian besar subtipe virus influenza A. Sebagian besar menyebabkan infeksi tanpa gejala atau ringan pada unggas, yang mana kisaran gejala tergantung pada sifat virus.

Virus yang menyebabkan penyakit parah pada unggas dan mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi disebut dengan HPAIV, sementara virus yang menyebabkan penyakit ringan pada unggas disebut LPAIV.

2. Penyebab dan faktor risiko

Mikrograf elektron transmisi berwarna dari virus Avian influenza A H5N1 (warna cokelat) (commons.wikimedia.org/CDC/Courtesy of Cynthia Goldsmith; Jacqueline Katz; Sherif R. Zaki)

Flu burung terjadi secara alami pada unggas air liar dan dapat menyebar ke unggas domestik, seperti ayam, kalkun, bebek, dan angsa. Penyakit ini ditularkan melalui kontak dengan kotoran burung yang terinfeksi, atau sekresi dari hidung, mulut, atau matanya.

Pasar terbuka, di mana telur dan burung dijual dalam kondisi ramai dan tidak sehat, merupakan sarang infeksi dan dapat menyebarkan penyakit ke masyarakat luas.

Daging unggas yang kurang matang atau telur dari unggas yang terinfeksi dapat menularkan flu burung. Daging unggas aman untuk dimakan jika sudah dimasak pada suhu internal 74 derajat Celcius. Telur harus dimasak sampai kuning dan putihnya mengeras.

Faktor risiko terbesar untuk flu burung tampaknya adalah kontak dengan unggas yang sakit atau dengan permukaan yang terkontaminasi oleh bulu, air liur, atau kotorannya.

Pola penularan pada manusia masih misterius. Dalam beberapa kasus, flu burung telah ditularkan dari satu manusia ke manusia lainnya. Akan tetapi, kecuali virus mulai menyebar lebih mudah di antara manusia, burung yang terinfeksi menghadirkan bahaya terbesar.

Penularan dari produk susu

Dalam beberapa tahun terakhir, virus H5N1 yang sangat patogenik, yang disebut HPAI H5N1, telah menyebar dari burung hingga menginfeksi lebih dari 50 spesies hewan lainnya, termasuk berbagai jenis mamalia.

Pada akhir Maret 2024, wabah pertama virus HPAI H5N1 pada sapi perah di Amerika Serikat (AS) dilaporkan. Tiga infeksi pada orang yang bekerja dengan sapi perah telah terdeteksi melalui metode pengawasan virus. Gejalanya dilaporkan ringan.

HPAI H5N1 diketahui belum dapat menyebar secara langsung antarmanusia. Namun, para peneliti khawatir bahwa infeksi dapat terjadi melalui konsumsi susu mentah.

Susu yang dijual di toko atau swalayan umumnya sudah dipasteurisasi—dipanaskan hingga tingkat yang cukup tinggi dan cukup lama untuk membunuh sebagian besar virus atau bakteri dalam susu. Namun, beberapa negara bagian mengizinkan penjualan susu olahan mentah dalam beberapa bentuk.

Dalam sebuah studi, tim peneliti menggunakan tikus untuk menguji apakah HPAI H5N1 yang ditemukan dalam susu mentah dapat menyebabkan infeksi. Hasilnya dipublikasikan pada Mei 2024 dalam New England Journal of Medicine.

Para peneliti mengumpulkan sampel susu dari sapi-sapi di New Mexico yang telah terinfeksi HPAI H5N1. Sampel-sampel tersebut mengandung total 8 virus HPAI H5N1 yang berbeda.

Tim peneliti pertama-tama memanaskan susu yang terinfeksi pada suhu 63 derajat Celcius selama 5, 10, 20, atau 30 menit. Ini menurunkan virus ke tingkat yang tidak dapat dideteksi oleh uji standar. Saat menggunakan suhu yang lebih tinggi—72 derajat Celcius—untuk periode yang lebih singkat yaitu 5, 10, 15, 20, atau 30 detik, kadar virus berkurang tetapi tidak hilang.

Suhu tersebut meniru suhu yang digunakan dalam pasteurisasi susu. Percobaan menunjukkan bahwa panas mungkin dapat menetralkan HPAI H5N1 dalam susu sapi. Namun, pekerjaan tambahan diperlukan untuk menguji secara langsung apakah metode pasteurisasi industri dapat membunuh virus.

Para peneliti juga menyimpan susu mentah yang terinfeksi H5N1 dalam kondisi dingin (4 derajat Celcius) selama 5 minggu dan hanya menemukan sedikit penurunan kadar virus. Hal ini menunjukkan bahwa virus tersebut kemungkinan besar tetap menular dalam susu mentah jika disimpan pada suhu dingin.

Terakhir, para ilmuwan memberi susu dari seekor sapi yang terinfeksi strain HPAI H5N1 kepada lima ekor tikus. Semua hewan menunjukkan tanda-tanda penyakit 1 hari setelah terpapar susu.

Ketika organ hewan tersebut diperiksa 4 hari setelah infeksi, tim peneliti menemukan HPAI H5N1 di seluruh tubuh mereka, termasuk saluran hidung dan paru-paru. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi susu mentah dapat menimbulkan risiko infeksi H5N1.

“Kami harus menekankan bahwa kondisi yang digunakan dalam penelitian laboratorium kami tidak identik dengan pengolahan susu mentah dalam skala industri,” kata peneliti utama Dr. Yoshihiro Kawaoka dari University of Wisconsin-Madison.

“Temuan perlakuan panas kami mungkin tidak sepenuhnya dapat diterapkan pada kondisi dunia nyata.”

Hingga saat ini belum ada bukti bahwa susu yang dipasteurisasi secara komersial menimbulkan risiko infeksi.

3. Gejala flu burung pada manusia

Infeksi flu burung, flu babi, dan zoonosis lainnya pada manusia dapat menyebabkan penyakit mulai dari infeksi saluran pernapasan atas ringan (demam dan batuk) hingga perkembangan yang cepat menjadi pneumonia berat, sindrom gangguan pernapasan akut, syok, bahkan kematian.

Gejala flu burung bervariasi, mulai dari tidak ada gejala hingga penyakit ringan seperti flu hingga penyakit parah yang memerlukan rawat inap.

Pekerja peternakan sapi perah yang terinfeksi di AS pada April 2024 melaporkan penyakit ringan, dengan gejala utama konjungtivitis (iritasi atau radang konjungtiva, selaput lendir bening yang melindungi mata).

Gejala umum lainnya mirip flu, seperti:

  • Batuk.
  • Kelelahan.
  • Demam.
  • Sakit kepala.
  • Nyeri otot atau tubuh.
  • Hidung berair.
  • Sesak napas.

4. Diagnosis

ilustrasi diagnosis flu burung (pexels.com/SHVETS production)

Sampel cairan dari hidung atau tenggorokan dapat diuji untuk bukti virus flu burung. Sampel ini harus diambil dalam beberapa hari pertama setelah gejala muncul.

Pemindaian sinar-X mungkin berguna dalam menilai kondisi paru-paru, yang dapat membantu menentukan diagnosis yang tepat dan pilihan pengobatan terbaik untuk tanda dan gejala.

5. Pengobatan

Obat antivirus dapat membantu mengobati flu burung. Obat-obatan ini bekerja paling baik jika dimulai segera setelah kamu mengalami gejala. Karena alasan ini, dokter mungkin meresepkan obat sebelum hasil tes lab.

Obat-obatan ini dapat mencakup oseltamivir, zanamivir, atau peramivir.

Oseltamivir diminum. Zanamivir dihirup menggunakan alat yang mirip dengan inhaler asma. Peramivir diberikan secara intravena.

Apabila kamu terkena terkena flu burung, jauh-jauh dari orang lain, termasuk orang yang tinggal serumah jika memungkinkan. Ini penting untuk mencegah penyebaran penyakit.

Juga, hindari berkontak dengan orang kalau kamu masih menunggu hasil lab. Kalau memang kamu terkena flu burung, dokter mungkin menyarankan pengujian untuk orang-orang yang melakukan kontak dekat dengan kamu saat kamu mengalami gejala. Dokter mungkin memberikan antivirus kepada orang-orang yang terpapar dan berisiko tinggi terkena penyakit serius.

6. Komplikasi yang dapat terjadi

ilustrasi komplikasi flu burung (pexels.com/Anna Shvets)

Orang yang terkena flu burung mungkin mengalami masalah medis yang memburuk atau masalah kesehatan baru. Beberapa di antaranya dapat mengancam jiwa.

Komplikasi flu burung meliputi:

  • Perburukan kondisi paru-paru kronis, seperti asma atau fibrosis kistik.
  • Infeksi telinga dan sinus.
  • Kegagalan sistem pernapasan, yang disebut sindrom gangguan pernapasan akut.
  • Masalah ginjal.
  • Masalah jantung.
  • Pendarahan di paru-paru, paru-paru kolaps, atau pneumonia bakteri.
  • Sepsis.

Terbaru, Departemen Kesehatan Louisiana, AS, pada 7 Januari 2025 mengumumkan seorang pasien yang sebelumnya dirawat di rumah sakit karena infeksi flu burung H5N1 yang parah, telah meninggal.

Pasien tersebut berusia lebih dari 65 tahun dan memiliki kondisi kesehatan yang mendasari. Para pejabat mengatakan pasien tersebut terpapar virus melalui kontak dengan unggas di halaman belakang dan burung liar.

Sejauh ini, para penyelidik belum menemukan kasus terkait lainnya. Berita tersebut muncul saat para pejabat AS mencatat lebih banyak flu burung pada unggas dan pada kucing domestik dan liar.

7. Pencegahan

Terlepas dari pengobatan antivirus, manajemen kesehatan masyarakat mencakup langkah-langkah pencegahan pribadi seperti:

  • Cuci tangan secara teratur dengan mengeringkan tangan dengan benar.
  • Kebersihan pernapasan yang baik, seperti menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin, menggunakan tisu, dan membuangnya dengan benar.
  • Isolasi diri sejak dini bagi yang merasa tidak sehat, demam, dan memiliki gejala influenza lainnya.
  • Menghindari kontak dekat dengan orang sakit.
  • Menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut.
  • Petugas kesehatan yang melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol harus menggunakan tindakan pencegahan di udara. Kewaspadaan kontak dan droplet standar dan alat pelindung diri (APD) yang sesuai harus tersedia dan digunakan selama epidemi.

Wisatawan ke negara-negara dan orang-orang yang tinggal di negara-negara dengan wabah flu burung yang diketahui harus, jika mungkin, menghindari peternakan unggas, kontak dengan hewan di pasar unggas hidup, memasuki area penyembelihan unggas, dan kontak dengan permukaan apa pun yang tampaknya terkontaminasi kotoran unggas atau hewan lainnya.

Keamanan pangan yang baik dan praktik kebersihan makanan, misalnya cuci tangan dengan sabun dan air harus disiplin diterapkan. Pelancong yang kembali dari daerah yang terkena dampak flu burung harus melapor ke layanan kesehatan setempat jika gejala pernapasan dicurigai merupakan infeksi virus influenza zoonosis.

Profilaksis pra pajanan atau pasca pajanan dengan antivirus dimungkinkan, tetapi tergantung pada beberapa faktor. Misalnya faktor individu, jenis paparan, dan risiko yang terkait paparan.

Referensi

"Avian Influenza." Pan American Health Organization. Diakses pada Juni 2024. 
" Influenza (Avian and other zoonotic)." World Health Organization. Diakses pada Juni 2024.
"Assessing avian influenza in dairy milk." National Institutes of Health. Diakses pada Juni 2024. 
Guan, Lizheng, Amie J Eisfeld, dkk. “Cow’s Milk Containing Avian Influenza A(H5N1) Virus — Heat Inactivation and Infectivity in Mice.” New England Journal of Medicine/the New England Journal of Medicine, 24 Mei 2024.
"Bird flu (avian influenza)" Mayo Clinic. Diakses pada Juni 2024. 
"H5N1 Bird Flu: What You Need to Know." Yale Medicine. Diakses pada Juni 2024. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us