"'They're not just sharing needles, they're sharing blood': How HIV cases soared in Fiji". BBC. Diakses Oktober 2025.
"Fiji: Why a tropical paradise has the world’s fastest growing HIV epidemic". European AIDS Treatment Group. Diakses Oktober 2025.
"As HIV infections soar due to injecting drug use, harm reduction should be a priority in Fiji". UNAIDS. Diakses Oktober 2025.
Kenaikan Kasus HIV di Fiji Meningkat 11 Kali Lipat, Ini Penyebabnya

- Kasus HIV di Fiji meningkat 11 kali lipat dari 500 orang pada 2014 menjadi 5.900 orang pada 2024, dengan 1.583 kasus baru.
- Pemerintah setempat menetapkan wabah HIV pada awal tahun 2015 dan berencana menerapkan strategi Counter Narcotics dan HIV Surge.
- Penyebab peningkatan kasus HIV termasuk penggunaan narkoba, chemsex, berbagi jarum suntik, dan praktik bluetoothing.
Angka kasus human immunodeficiency (HIV) di Fiji, negara kepulauan di Samudra Pasifik Selatan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014, tercatat 500 orang yang terindikasi penyakit tersebut, tetapi kemudian naik sampai 11 kali lipat, menjadi 5.900 orang pada tahun 2024.
Pada periode tersebut, tercatat 1.583 kasus baru, meningkat 13 kali lipat dari rata-rata lima tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 41 kasus berusia 15 tahun atau lebih muda, dibandingkan pada tahun 2023 yang hanya 11 kasus.
Strategi yang akan dilakukan pemerintah
Melonjaknya angka ini membuat pemerintah setempat menetapkan wabah HIV pada awal tahun 2015. Wakil Menteri Kesehatan, Penioni Ravunawa memperingatkan bahwa Fiji mungkin akan mencatat lebih dari 3.000 kasus HIV baru hingga akhir 2025. Menurutnya, ini menjadi krisis nasional dan tidak kunjung mereda, dilansir BBC.
Nyatanya, bukan hanya HIV saja yang meluas, tetapi angka infeksi hepatitis C juga meningkat karena penularannya yang menjadi makin mudah dengan jarum suntik.
Data menunjukkan orang-orang yang baru-baru ini didiagnosis HIV telah menerima terapi antiretroviral. Sebagai tanggapan atas peningkatan yang tajam ini, pemerintah berencana untuk menerapkan strategi Counter Narcotics dan HIV Surge, merupakan program pengurangan dampak buruk bagi orang yang menggunakan narkoba melalui suntikan.
Namun, tantangannya di sini adalah banyaknya mitos dan kesalahpahaman. Pemerintah harus memberi edukasi terlebih dahulu kepada para pemimpin, seperti kepala suku sehingga orang-orang akan mengikuti apa yang dikatakan oleh ketua mereka, termasuk edukasi di lingkungan tempat ibadah seperti gereja.
Praktik berbagi darah

Di balik epidemi HIV di Fiji, terdapat tren yang makin meningkat dalam penggunaan narkoba, hubungan seks yang tidak aman, berbagi jarum suntik, dan "bluetoothing".
Istilah terakhir ini, yang juga dikenal sebagai hotspotting, merujuk pada praktik yang mana seorang pengguna narkoba intravena menarik darahnya setelah menggunakan narkoba dan menyuntikkannya ke orang kedua, kemudian mungkin melakukan hal yang sama untuk orang ketiga, dan seterusnya.
Praktik bluetoothing juga dilaporkan di Afrika Selatan dan Lesotho, dua negara dengan tingkat HIV tertinggi secara global. Di Fiji, cara ini menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu daya tariknya adalah harganya yang lebih murah. Beberapa orang dapat berkontribusi untuk satu dosis dan membaginya. Alasan lain adalah mereka hanya membutuhkan satu jarum suntik.
Jarum suntik sulit didapatkan di Fiji. Apotek berada di bawah tekanan polisi, sehingga para pembeli akan dimintai resep untuk setiap pembelian jarum suntik.
Faktor lain adalah chemsex, yang mana orang menggunakan obat-obatan, sering kali metamfetamin, sebelum dan selama hubungan seksual.
Kemungkinan asal muasalnya
Peningkatan mendadak ini terkait dengan ledakan penggunaan metamfetamina atau sabu.
Fiji yang dihuni oleh sekitar 900.000 orang di ratusan pulau, selama bertahun-tahun menjadi titik transit jalur narkoba Pasifik. Namun, sejak 2020, konsumsi domestik melonjak karena pandemi yang mengganggu rute perdagangan ilegal.
Sebelumnya negara itu hanya sebagai tempat transit. Saat pandemi COVID-19 jalur perdagangan obat-obatan terlarang terhenti di sana. Waktu ini menjadi momentum meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang.
Pada tahun 2024, hanya 36 persen orang yang hidup dengan HIV di Fiji yang mengetahui status mereka, dan hanya 24 persen yang menerima pengobatan.
Referensi