7 Bahan Kimia Berbahaya yang Terkandung di Dalam Vape

Rokok elektrik atau vape adalah perangkat elektronik yang terdiri dari cartridge yang berisi cairan (e-liquid), pemanas untuk menghasilkan uap yang dapat dihirup melalui corong, dan dilengkapi dengan baterai. Rokok elektrik sering kali menggunakan baterai isi ulang sebagai sumber daya listriknya. Cairan rokok elektrik umumnya mengandung humektan, perasa, dan dapat mengandung nikotin serta aditif lain seperti cannabinoid dan tetrahydrocannabinol (THC). Uap yang dihasilkan dari pemanasan cairan elektrik memberikan sensasi mirip dengan merokok pada umumnya.
Belakangan ini, rokok elektrik semakin digemari sebagai alternatif pengganti tembakau dan mengurangi dampak berbahaya dari penggunaan rokok konvensional. Meskipun dianggap sebagai opsi yang lebih aman dan tidak berbahaya karena uapnya tidak melalui proses pirolisis tembakau, telah dilaporkan adanya komposisi berbahaya akibat dekomposisi senyawa yang dapat berpotensi merugikan bagi tubuh manusia.
Analisis kimia terhadap cairan dan uap rokok elektrik menunjukkan keberadaan banyak racun dan karsinogenik yang sebanding dengan yang ditemukan dalam asap tembakau, meski dalam konsentrasi yang lebih rendah. Oleh karena itu, kombinasi bahan-bahan dalam vape dapat memiliki efek buruk bagi kesehatan. Lantas apa saja bahan toksik yang biasanya ditemukan dalam vape atau e-cigarettes? Simak penjelasannya berikut ini!
1. Nikotin

Bahan psikoaktif yang sering ditemukan dalam vape adalah nikotin. Nikotin adalah alkaloid alami yang sangat adiktif. Nikotin dalam e-liquid dapat berupa bentuk tunggal atau kombinasi dua formulasi kimia. Nikotin basis bebas tidak terprotonasi dan sering disebut nikotin murni yang dengan mudah dapat menguap melalui panas untuk diserap ke dalam paru-paru.
Meskipun nikotin bebas mudah menguap, konsentrasi yang tinggi dari nikotin bebas tidak disarankan untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, formulasi nikotin dalam bentuk lain, seperti garam nikotin dikembangkan sebagai alternatif. Garam nikotin yang larut dalam e-liquid bersama dengan garam asam benzoat dapat membentuk formulasi e-liquid dengan konsentrasi yang lebih tinggi mencapai hingga 50 mg/mL.
Banyak masalah kesehatan yang mungkin disebabkan oleh keracunan nikotin dalam jangka panjang. Hasil penelitian dari Shao tahun 2020 menjelaskan nikotin dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, sehingga meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi. Selain itu, menghirup nikotin dalam jumlah besar dapat mengakibatkan keracunan nikotin yang ditandai dengan kejang, mual, muntah, dan pernapasan melambat.
Obat tersebut juga berbahaya bagi hati, paru-paru, dan sistem reproduksi. PH nikotin terprotonasi yang digunakan dalam e-liquid adalah 6,0, yang berarti dapat merangsang reseptor nikotinik asetilkolin di epitel. Perubahan ini dapat menyebabkan reaksi di paru-paru dan berkontribusi pada inisiasi, perkembangan, dan proliferasi kanker paru-paru
2. Propilen glikol

Bahan pelarut utama dalam e-liquid selanjutnya adalah propilen glikol (PG) dan gliserin nabati (VG). Pelarut ini berperan sebagai substansi pengencer untuk mengurangi konsentrasi nikotin. Saat propilen glikol diuapkan dapat menyebabkan iritasi pernapasan yang signifikan dan bahkan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma.
Produk dekomposisi dari pemanasan propilen glikol dan gliserol termasuk formaldehida dan hemiasetal seperti asetaldehida. Formaldehida termasuk karsinogen grup 1 yang berkontribusi 5–15 kali lebih tinggi terhadap risiko kanker. Sementara hemiasetal terlibat dalam menyebabkan iritasi hidung, efek kardiovaskular, dan kerusakan mukosa paru (Laucks & Salzman, 2020; Overbeek et al., 2020).
3. Etilen glikol

Komponen lain yang ditemukan dalam e-liquid sebagai pelarut pada vapor adalah etilen glikol. Etilen glikol merupakan suatu substansi tanpa warna, tanpa aroma, dan memiliki viskositas yang sedikit. Etilen glikol umumnya dipergunakan sebagai bahan antipembekuan dalam e-liquid sebagai pelarut industri.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, penggunaan etilen glikol diadopsi sebagai alternatif propilen glikol dan gliserol setelah meningkatnya kesadaran terhadap toksisitas kedua zat tersebut. Hal ini karena sebagian besar kasus toksisitas etilen glikol terkait dengan keracunan akut dan oral. Berdasarkan temuan Hess tahun 2004, perkiraan LD50 pada manusia mencapai 1600 mg/kg.
LD50 adalah dosis suatu zat yang diestimasi dapat menyebabkan kematian pada 50 persen subjek percobaan yang terpapar. Dalam kasus ini, angka 1600 mg/kg menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian Hess tahun 2004, diperkirakan setengah dari subjek percobaan akan mengalami kematian setelah terpapar etilen glikol dalam dosis sekitar 1600 miligram per kilogram berat badan. Sebagai catatan, LD50 adalah indikator toksisitas akut suatu zat dan tidak memberikan informasi tentang efek jangka panjang atau efek kronis yang mungkin timbul dari paparan berulang.
Berdasarkan The Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR), paparan etilen glikol melalui konsumsi dapat menyebabkan toksisitas sistemik. Senyawa ini diketahui berhubungan dengan asidosis metabolik, yang dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular, kejang, dan penekanan pernapasan. Meskipun secara umum, toksisitas etilen glikol rendah melalui jalur oral, kulit, dan inhalasi, data mengenai toksisitasnya masih terbatas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji tingkat risiko atau yang mungkin terkait dengan paparan etilen glikol.
4. Vitamin E asetat

Vitamin E yang merupakan nutrisi larut dalam lemak dapat ditemukan dalam berbagai produk seperti makanan dan produk perawatan tubuh. Dalam tubuh manusia, vitamin E berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Dilansir Office of Dietary Supplements, biasanya, vitamin E aman dikonsumsi secara oral atau melalui kulit, tapi beracun jika dihirup.
Penelitian dari Boudi tahun 2019 telah mengaitkan vitamin E dengan EVALI (Electronic Cigarette or Vaping Product Use-Associated Lung Injury). EVALI adalah penyakit paru-paru terkait penggunaan vape. Gejalanya meliputi nyeri dada, kesulitan bernapas, ketidaknyamanan pencernaan, dan akhirnya bisa memicu kerusakan paru-paru.
Blount dan timnya pada tahun 2020 juga menyimpulkan bahwa vitamin E asetat berhubungan dengan EVALI setelah mempelajari sampel dari 51 pasien dengan EVALI di 16 negara bagian. Jumlah kasus cedera paru-paru yang disebabkan oleh vaping mencapai puncaknya pada bulan September 2019. Vitamin E asetat menjadi senyawa utama yang ditemukan dalam cairan orang yang mengalami penyakit tersebut.
Selain itu, penelitian sebelumnya menjelaskan kemungkinan bahwa vitamin E berperan sebagai pro-oksidan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius ketika dihirup dan masuk ke paru-paru. Temuan Omaye tahun 2019 menjelaskan vitamin antioksidan dapat menunjukkan efek pro-oksidan karena tingginya tingkat oksigen melalui kemungkinan reaksi samping. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan toksisitas vitamin E pada e-cigarettes, banyak negara bagian telah melarang penggunaannya.
5. Perasa (flavoring)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan perasa dalam rokok elektrik memiliki efek sitotoksik. Diacetyl adalah senyawa organik yang sering digunakan sebagai aditif bersama campuran perasa dalam e-liquid dan termasuk dalam kelompok senyawa organik yang disebut diketones, dikenal karena memberikan rasa mentega yang khas. Beberapa penelitian epidemiologi dan studi pada hewan telah mengidentifikasi bahwa diacetyl dapat menjadi salah satu penyebab potensial bronkiolitis obliterans yang sering disebut sebagai popcorn lung.
Senyawa diacetyl sebelumnya terkait dengan kasus pneumonia pada pekerja pabrik yang terpapar diacetyl dalam jumlah besar. Diacetyl juga umumnya terdapat dalam beberapa bahan makanan sebagai agen penyedap sintetis, seperti mentega, kakao, karamel, kopi, susu, dan minuman beralkohol.
Diacetyl memang dianggap aman untuk dikonsumsi dan terdaftar di Food and Drug Administration (FDA) sebagai bahan konsumsi oral. Akan tetapi, keamanannya ketika dipanaskan dan diuapkan untuk dihirup masih belum diketahui dengan pasti (Landman et al., 2019; Laucks & Salzman, 2020; Overbeek et al., 2020).
6. Policyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)

Policyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) merupakan senyawa organik yang terbentuk oleh beberapa cincin aromatik yang mengandung unsur karbon dan hidrogen. PAHs dihasilkan dari proses pembakaran senyawa organik yang tidak sempurna. Paparan PAHs dapat mengaktifkan reseptor aryl hidrokarbon (AhR), yang kemudian merangsang ekspresi enzim metabolisme xenobiotik (XME) seperti sitokrom P450 1A1 dan 1B1.
Enzim sitokrom ini memainkan peran penting dalam proses metabolisme sebagian besar PAHs. Mayoritas PAHs memiliki sifat karsinogenik, di antaranya naftalena yang merupakan salah satu jenis PAHs yang paling melimpah. Menurut riset yang dilakukan Traboulsi tahun 2020, naftalena dapat menjadi racun pernapasan dan memiliki potensi karsinogenik pada manusia.
7. Logam berat

Desain perangkat e-cigarettes, terutama elemen pemanasnya, berperan dalam menghasilkan beberapa partikel logam beracun. Contohnya nikel, kromium, timbal, mangan, dan timah. FDA menyatakan logam-logam ini sebagai zat beracun bagi manusia.
Pada tahun 2013, Monique Williams dan timnya melakukan studi mendalam terhadap salah satu merek e-cigarettes dan mengidentifikasi sejumlah besar nanopartikel dan logam yang dihasilkan oleh perangkat tersebut. Dalam penelitian tersebut, mereka menemukan 22 elemen termasuk yang telah disebutkan sebelumnya. Salah satu temuan menunjukkan bahwa kadar nikel yang terkandung dalam e-cigarettes berkisar 2 hingga 100 kali lebih tinggi daripada jumlah yang ditemukan dalam asap tembakau konvensional.
Hasil penelitian Kang tahun 2011, toksisitas nikel dapat menyebabkan stres oksidatif dan peradangan pada paru-paru ketika diuji pada tikus setelah paparan jangka panjang. Di sisi lain, Hess tahun 2017 juga menguji toksisitas kromium telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru-paru pada manusia yang terpapar. Paparan timbal dan mangan juga bersifat beracun jika terhirup. Sebab, timbal dapat diserap dengan cepat ke dalam aliran darah dan dapat terkait dengan gejala neurologis.
Timah juga telah terbukti bersifat sitotoksik terhadap fibroblas paru-paru manusia. Meskipun tingkat konsentrasi logam dalam aerosol EC bervariasi tergantung merek perangkat dan kualitasnya, sebagian besar perangkat menunjukkan adanya kadar logam tertentu yang dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi para pengguna vapor.
Setelah kamu mengenali komposisi bahan beserta bahayanya, ternyata penggunaan rokok elektrik (vape) tidak serta merta memberikan rasa aman selayaknya penggunaan rokok secara konvensional. Meskipun rokok elektrik dianggap sebagai alternatif yang lebih aman oleh beberapa individu, analisis menyeluruh terhadap kandungan kimia dalam e-liquid dan uapnya menunjukkan bahwa terdapat risiko kesehatan yang tetap signifikan.
Zat-zat toksik dan karsinogen yang terkandung dalam vape dapat berpotensi menyebabkan dampak negatif pada sistem pernapasan dan organ tubuh lainnya. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa penggunaan rokok elektrik tidak sepenuhnya bebas risiko dan tetap memerlukan kewaspadaan dalam pemakaiannya.