Sejarah Vape, Sejak Kapan Digunakan?

Dipasarkan sebagai alternatif rokok yang dianggap tidak terlalu mematikan di pasar Amerika Utara pada 2008, rokok elektrik atau vape telah berkembang pesat hingga hari ini. Pada 2023, 1 dari 4 orang di Indonesia merokok menggunakan vape. Hal ini membuat Indonesia berada di peringkat pertama sebagai pengguna vape terbanyak, mengalahkan Amerika Serikat dan Eropa, seperti survei yang dilakukan Statista Consumer Insights.
Dengan begitu, muncul banyak pertanyaan: Apa sebenarnya isi dari benda ini? Apakah vape aman? Bagaimana cara kerjanya? Dari mana asal produk tersebut?
Seperti yang kita tahu, rokok biasa menghasilkan partikel cair dan padat yang tersuspensi dalam gas, yaitu asap. Sementara, rokok elektrik menghasilkan asap dengan memanaskan cairan yang ada dalam tabung dan tanpa partikel padat (kebanyakan), yaitu aerosol. Lantas, bagaimana sejarah vape?
1. Menghirup asap sudah ada sejak Mesir Kuno

Pada intinya, rokok elektrik atau vape adalah rokok versi modern. Sejak lama, manusia suka menghirup aroma yang harum dari pembakaran bahan-bahan tertentu. Science News mengatakan bahwa orang-orang Mesir Kuno merendam kain dalam minyak wangi dan kemudian memanaskan kain tersebut untuk dihirup asapnya (maserasi). Orang-orang Mesir Kuno juga menggunakan wewangian untuk pijat, produk perawatan kulit, dan tentu saja untuk pembalsaman orang yang sudah mati.
Sementara, orang-orang Yunani Kuno mewarisi kebiasaan ini dan kemudian meneruskannya ke Roma kuno. Lalu, di India atau negara-negara seperti Thailand dan Vietnam, dupa digunakan sebagai bagian dari kehidupan warganya selama ratusan, kadang ribuan tahun. Ada pula hokah atau yang disebut shisha. Alat ini mengalirkan asap tembakau panas ke dalam air.
Vape mungkin berbeda dengan metode penghirupan lainnya, tetapi prinsip dasar dan prosesnya sama, yaitu memanaskan sesuatu untuk menghasilkan asap. Consumer Advocates for Smoke-free Alternatives Association (CASAA) mengatakan bahwa paten rokok elektronik (vape) pertama diajukan pada 1927 meski secara spesifik tidak jelas. Lalu, prototipe rokok elektrik pertama muncul, lalu menyusul paten lainnya pada 1965 yang dibuat oleh Herbert A Gilbert.
Namun, baru pada 1990-an, RJ Reynolds Tobacco Company menciptakan rokok elektrik pertama yang tidak mudah terbakar dengan sistem heat-not-burn. Upaya untuk memasarkan produk tersebut pada 1998 dihalangi oleh Food and Drug Administration (FDA). Hal ini membuat rokok elektrik agak kesusahan untuk mendapatkan legalisasi dan komersialisasi secara luas.
2. Masalah hukum yang melarang penggunaan rokok elektrik di beberapa negara

Selama 1 dekade, rokok elektrik harus menghadapi masalah hukum; diawasi oleh organisasi kesehatan; diteliti dalam studi ilmiah; dan banyak lagi. Faktanya, saat ini, seperti yang ditunjukkan oleh Royal Flush Vape, rokok elektrik bahkan tidak legal secara universal di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, Kanada, dan sebagian besar negara-negara Eropa, vaping legal, tetapi dibatasi berdasarkan usia. Sebagian besar negara membatasi minimal 18 tahun, tapi di AS adalah 21 tahun.
Beberapa negara seperti Jepang, Malaysia, dan Norwegia, melarang rokok elektrik yang mengandung zat-zat terlarang, seperti nikotin. Banyak negara di Amerika Selatan dan Timur Tengah melarang penggunaan produk tersebut sepenuhnya. Di beberapa negara seperti India, Taiwan, dan Filipina, warga dapat dipenjara karena menggunakan vape. Namun, selain negara yang disebutkan di atas, tidak ada undang-undang apa pun terkait vape.
Seperti yang dilaporkan CASAA, beberapa negara terlambat dalam menerapkan peraturan, seperti Turki, yang menghentikan penjualan rokok elektrik pada 2008. Turki akhirnya menyimpulkan bahwa rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok biasa. Organisasi Kesehatan Dunia melakukan penelitian pada tahun yang sama dan menyatakan bahwa rokok elektrik bukanlah alat yang efektif untuk membantu seseorang berhenti merokok.
Dari 2009 hingga 2010, berbagai perusahaan vaping, kelompok antitembakau, FDA, dan banyak lagi di Amerika Serikat menentang rokok elektrik. Beberapa perusahaan seperti NJOY bahkan mengubah produk mereka agar sesuai dengan ketentuan hukum yang ada dengan membatasi rasa pada tembakau tradisional dan mentol.
3. Vape juga berbahaya dan ada yang dijual di pasar gelap

Rokok biasa, seperti yang dikutip oleh American Lung Association, mengandung hingga 600 bahan, lho. Yang bila dibakar, ia menghasilkan 7 ribu bahan. Banyak di antaranya yang beracun dan 69 di antaranya diketahui bersifat karsinogen, seperti arsenik (racun tikus), kadmium (digunakan dalam aki mobil), amonia (pembersih rumah tangga), dan tar (zat yang ada di trotoar). Rokok elektrik mungkin tidak seburuk ini, tapi juga tidak seramah mesin aromaterapi.
Di satu sisi, aerosol dalam rokok elektrik masih mengandung partikel padat, seperti nikel dan timbal, atau "partikel ultrahalus" yang tidak cocok untuk paru-paru makhluk hidup, termasuk manusia. Ada pula diacetyl, zat kimiawi yang dapat menyebabkan bronchiolitis obliterans. Kondisi ini menyebabkan penyempitan saluran halus di paru-paru. Namun, Layanan Kesehatan Nasional (NHS) di Inggris mengatakan bahwa hal ini hanyalah mitos. Sementara itu, bahan kimia penghasil rasa, seperti propilena glikol dan gliserol nabati, justru memilik potensi yang membahayakan.
Nikotin sendiri merupakan bahan kimia berbahaya. Adapun, jenis rokok elektrik, seperti vape pen, vape pod, box mod, dll, memengaruhi cara tubuh menerima nikotin. Label produk yang tidak ada memperparah masalah ini, seperti halnya produk vaping di pasar gelap. Dalam sebuah survei, Vape Superstore menemukan bahwa 83,4 persen responden tidak mengetahui bahaya kesehatan dari vape ilegal. Adapun, 34,1 persen tidak mengetahui perbedaan antara mana yang produk legal dan ilegal.
4. Nikotin setara narkoba
Karena nikotin masih menjadi bahan kimia utama sebagian besar rokok elektrik, jadi pertanyaannya seberapa membantunya vaping dalam mengurangi ketergantungan nikotin? Pasalnya, nikotin merusak perkembangan otak. Jadi, vaping tidak cukup membantu. Penggunaan rokok elektrik justru dapat mendorong seseorang menggunakan rokok konvensional pada masa mendatang.
Penggunaan nikotin tidak saja mencakup masalah kesehatan serius, seperti kanker, tapi juga penyakit paru-paru, seperti emfisema, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik. Ada juga risiko penyakit jantung, penurunan nafsu makan, peningkatan tekanan darah, mual, dan masih banyak lagi. Seperti yang dikutip Penn State, kecanduan ini bisa terjadi bahkan pada kadar nikotin yang rendah. Seperempat dari mereka yang merokok hanya sekali seminggu bisa dibilang sudah kecanduan.
Namun, National Health Services (NHS) tetap mendukung vaping. Ini terutama bagi mereka yang ingin berhenti merokok. Rokok elektrik lebih efektif dibandingkan permen karet, kata NHS.
5. Wellness vaping apakah mujarab?

Seperti yang dilaporkan The Guardian, beberapa perusahaan sudah tidak lagi mempertanyakan keamanan rokok elektrik dan mengatakan bahwa rokok elektrik adalah produk kesehatan holistik, yaitu sejenis suplemen nutrisi. itu karena ia mengandung vitamin B12, melatonin, dan minyak asiri. Perusahaan Inhale Health dan Nutriair menyebut bahwa rokok elektrik jenis wellness vaping dianggap mampu melawan tumor, obat asma organik, obat ADHD, pengobatan demensia, membantu mencegah penyakit anemia, serta pengobatan terhadap kecemasan/depresi.
Akan tetapi, FDA sendiri secara blak-blakan mengatakan, "Klaim ini tidak terbukti dan produknya mungkin tidak efektif, hanya membuang-buang uang, tidak aman, dan dapat menghalangi atau menunda Anda mencari diagnosis serta pengobatan yang tepat dari ahli layanan kesehatan."
Masalahnya, seperti biasa, terletak pada bahan-bahan yang belum teruji. Wellness vaping, sejenis rokok elektrik yang bersifat nonnikotin dan dianggap mengandung vitamin, tidak sepenuhnya alami. Jenis rokok ini mengandung bahan kimia yang berpotensi berbahaya seperti yang telah kita bahas sebelumnya, seperti propilena glikol dan gliserol nabati.
Irfan Rahman, profesor di Pusat Medis Universitas Rochester, dengan jelas mengatakan kepada The Guardian, "Paru-paru dimaksudkan untuk menghasilkan oksigen dan bukan untuk bahan kimia kompleks ini." Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Gregory Ratti, ahli paru di University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas, yang mengatakan, "Jika zat tersebut masuk ke paru-paru, hal ini sangat mengkhawatirkan."
Intinya, berpikirlah dua kali sebelum kamu menghirup bahan kimia yang akan masuk ke paru-parumu. Kesehatan adalah anugerah terbesar yang bisa dimiliki manusia. Akan tetapi, hal itu bisa menjadi bumerang bagi kita sendiri jika kita tidak menjaganya dengan baik. Yuk, hidup sehat!