Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Studi: Sel T Bendung Gejala Parah COVID-19 Varian Omicron

ilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Sejak dinyatakan sebagai variant of concern (VOC) pada 26 November 2021, varian strain virus corona baru SARS-CoV-2, B.1.1.529 (Omicron), menjadi pusat perhatian dan telah menyebar di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dengan mutasi protein spike terbanyak, varian Omicron dikabarkan lebih menular, meningkatkan risiko reinfeksi, hingga diduga dapat menghindari sistem imun.

Temuan terakhir membuat dunia khawatir karena vaksin atau antibodi pascainfeksi COVID-19 seolah-olah tak berfungsi lagi. Namun, kabar baik mengenai kemampuan sistem imun terhadap varian Omicron diungkapkan oleh sebuah penelitian terbaru di Afrika Selatan. Mari simak ulasan selengkapnya!

1. Penelitian uji sistem imun pascavaksinasi dan infeksi

ilustrasi SARS-CoV-2 (technologynetworks.com)

Sebuah penelitian gabungan pracetak antara Afrika Selatan, Jerman, dan Inggris bertajuk "SARS-CoV-2 spike T cell responses induced upon vaccination or infection remain robust against Omicron" ingin mencari tahu apakah komponen imun adaptif seperti sel T masih dapat menekan Omicron.

Jadi, penelitian yang dipimpin oleh University of Cape Town, Afrika Selatan dan dimuat dalam jurnal medRxiv ini merekrut 138 partisipan yang terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

  • Sebanyak 20 partisipan telah menerima 1 dosis vaksin Johnson & Johnson/J&J (Ad26.COV2.S).
  • Sejumlah 20 partisipan telah menerima 2 dosis vaksin J&J (Ad26.COV2.S).
  • Sebanyak 15 partisipan telah menerima 2 dosis vaksin Pfizer-BioNTech (BNT162b2).
  • Sebanyak 15 partisipan memiliki riwayat infeksi SARS-CoV-2.
  • Sejumlah 19 partisipan tengah terinfeksi varian Omicron.
  • Sejumlah 49 partisipan memiliki riwayat infeksi varian B.1.351 (Beta) dan B.1.617.2 (Delta).

Sementara kekhawatiran terhadap Omicron menyapu dunia, tingginya infeksi varian Omicron tidak berbanding lurus dengan tingkat rawat inap atau mortalitasnya. Hal ini menjadi tanda tanya untuk para peneliti dunia.

2. Metode penelitian mengukur keampuhan sel T

ilustrasi sel T (nature.com)

Dalam utas Twitter-nya pada Rabu (29/12/2021), salah satu peneliti dari University of Cape Town, Wendy A. Burgers, menjelaskan bagaimana peneliti menguji sel T terhadap Omicron. Kuncinya adalah penggunaan peptida, potongan protein yang dikenali oleh sel T.

Para peneliti membandingkan peptida dari protein spike SARS-CoV-2 asli dan varian Omicron. Mereka lalu mengisolasi sel darah putih dari sampel dan mencampurkannya dengan peptida. Dengan teknik intracellular cytokine staining danflow cytometry, para peneliti mengukur respons sel CD4 (pembantu) dan CD8 (pembunuh).

3. Hasil: 70-80 persen sel T masih mengenali dan memerangi Omicron

ilustrasi citra sel T yang sehat di bawah mikroskop elektron (wikimedia.org)

Para peneliti menemukan bahwa walaupun varian Omicron memang mengelak sistem imun, sekitar 70–80 persen sel T masih berfungsi mengenali dan melawan varian Omicron. Memang, Wendy mencatat kalau kinerja CD4 dan CD8 sedikit berkurang melawan Omicron. Namun, mayoritas respons CD4 dan CD8 masih dapat mengenali Omicron.

"..., kami menemukan bahwa 70–80 persen respons sel T masih terjaga. Ini berarti mereka yang divaksinasi dengan satu/dua dosis J&J, dua dosis Pfizer, dan mereka yang terkena COVID-19 sekitar 1–6 bulan lalu masih memiliki sel T yang dapat mengenali Omicron," cuit Wendy.

Selain itu, para peneliti menemukan bahwa terlepas dari banyaknya mutasi pada varian Omicron dibanding varian Beta dan Delta, sel T masih dapat mengenali varian tersebut. Temuan ini sekaligus membuktikan keandalan sel T pada imun manusia pascavaksinasi dan infeksi COVID-19.

4. Mengapa temuan ini penting?

ilustrasi virus RNA SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 (pixabay.com/Cassiopeia_Arts)

Wendy menjelaskan bahwa sel T dapat menargetkan seluruh protein spike pada varian Omicron. Oleh karena itu, sel T diharapkan masih dapat menyasar SARS-CoV-2 varian Omicron. Meskipun banyak mutasi pada Omicron, tetapi Wendy mengatakan bahwa masih banyak protein spike yang tidak ikut bermutasi.

Sementara antibodi melawan infeksi varian Omicron, sel T kemudian ikut campur tangan dan membunuh sel yang terinfeksi. Dengan begitu, virus varian Omicron tidak makin bertumbuh dan menyebar hingga menyebabkan gejala parah.

"Sel T tidak mencegahmu dari terkena infeksi. Namun, sel T dapat memperkecil kerusakannya," tulis Wendy.

5. Vaksinasi COVID-19 tetap penting

default-image.png
Default Image IDN

Kesimpulannya, sel T masih dapat mengenali varian Omicron sama seperti terhadap varian Delta yang dominan di seluruh dunia. Penelitian ini menunjukkan bahwa vaksinasi dan riwayat infeksi COVID-19 memberikan proteksi tinggi dari gejala COVID-19 parah dan risikonya.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti mengatakan bahwa Afrika Selatan (salah satu kawasan yang melaporkan kasus Omicron terbanyak pertama kali) mencatat risiko rawat inap dan gejala parah hingga meninggal yang lebih rendah pada varian Omicron, dibanding varian Delta.

Respons sel T terhadap varian Omicron dari vaksin dan riwayat infeksi kemungkinan besar menjadi faktor mengapa Omicron terkesan lebih ringan. Oleh karena itu, para peneliti yakin bahwa jika ada varian COVID-19 lain yang muncul di kemudian hari, sel T pada imun manusia masih dapat diandalkan.

Disclaimer: Studi ini masih bersifat pracetak dan belum menjalani ulasan sejawat (peer review). Oleh karena itu, hasil masih dapat berubah dan belum bisa dijadikan pedoman medis.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Alfonsus Adi Putra
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us