5 Film Karya Sineas Perempuan dengan Skor Sempurna di Rotten Tomatoes

- Sutradara perempuan mendapat perhatian karena kualitas film yang luar biasa dan skor sempurna di Rotten Tomatoes.
- Film "Leave No Trace" dan "Summer 1993" mengangkat isu sosial dengan sentuhan humanis, sementara "Playground" memperlihatkan perspektif dunia anak-anak.
- "Slalom" membahas isu pelecehan seksual dalam dunia olahraga ski, sementara "All We Imagine as Light" menampilkan kehidupan tiga perempuan di Mumbai.
Peran sutradara perempuan dalam industri perfilman beberapa tahun terakhir kian mencuri perhatian. Bukan hanya soal kuantitas karya yang meningkat, tetapi juga kualitasnya yang luar biasa. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang berhasil meraih skor sempurna 100 persen di situs agregator ulasan film, Rotten Tomatoes. Pencapaian ini jadi bukti nyata bahwa bakat dan visi mereka mampu menembus batasan dan diakui.
Tertarik untuk menyaksikan karya-karya brilian tersebut? Berikut lima rekomendasi film karya sineas perempuan yang berhasil meraih skor sempurna di Rotten Tomatoes. Mulai dari yang mengangkat isu sosial dengan sentuhan humanis hingga yang memukau penonton dengan visual yang puitis dan narasi yang mendalam, semua siap memanjakan mata dan merangsang pikiranmu!
1. Leave No Trace (2018)

Leave No Trace disutradarai oleh Debra Granik, sutradara perempuan yang meraih nominasi Best Adapted Screenplay di Oscar 2011 lewat film debutnya, Winter's Bone (2010). Film ini mengisahkan Will (Ben Foster), seorang veteran perang yang berjuang dengan PTSD, dan Tom (Thomasin McKenzie), anak perempuannya yang tumbuh besar di alam liar. Suatu hari, kehidupan mereka yang tenang berubah drastis ketika keberadaan mereka diketahui pihak berwenang dan dipaksa beradaptasi dengan masyarakat modern.
Dalam Leave No Trace, Granik mengajak penonton untuk merenungkan definisi rumah dan keluarga, serta bagaimana masyarakat memandang individu yang memilih hidup di luar norma. Semuanya disajikan secara naturalistik tanpa melodrama berlebihan. Di sisi lain, performa akting Ben Foster dan Thomasin McKenzie patut diacungi jempol, terutama McKenzie yang berhasil memerankan Tom dengan kompleksitas yang luar biasa.
2. Summer 1993 (2017)

Meski tak berhasil meraih nominasi Best International Feature Film di Oscar 2018, film yang disutradarai dan ditulis oleh sineas perempuan asal Spanyol, Carla Simón, ini mendapat nilai sempurna dari kritikus berkat kejujuran dan keautentikannya. Summer 1993 menariknya terinspirasi dari pengalaman masa kecil Simón sendiri. Di sini, ia tak hanya menyuguhkan ode pada masa kecil yang indah dan polos, tetapi juga penuh dengan luka dan proses penerimaan.
Summer 1993 berpusat pada kehidupan Frida (Laia Artigas), gadis kecil berusia 6 tahun yang harus pindah dari Barcelona ke pedesaan setelah kehilangan ibunya akibat AIDS. Ia kemudian tinggal bersama paman, bibi, dan sepupunya, Anna (Paula Robles). Perpindahan ini menjadi perjalanan emosional yang kompleks bagi Frida. Ia berjuang untuk memahami kehilangan, beradaptasi dengan keluarga baru, dan menghadapi stigma penyakit yang belum dipahaminya.
3. Playground (2021)

Selain Summer 1993, perspektif lain tentang masa kecil juga dihadirkan dalam film karya sutradara perempuan asal Belgia, Laura Wandel, yang berjudul Playground. Film ini menceritakan tentang Nora (Maya Vanderbeque), gadis kecil berusia 7 tahun yang menyaksikan kakaknya, Abel (Günter Duret), menjadi korban perundungan di sekolah. Berjanji kepada Abel untuk tak memberi tahu siapa pun, Nora malah terjebak dalam dilema antara melindungi kakaknya dan menghadapi kenyataan pahit di lingkungan sekolah.
Dalam Playground, Wandel berhasil menangkap esensi dunia anak-anak melalui sudut pandang Nora. Visual film ini didominasi oleh close-up dan shot dari ketinggian anak-anak, sehingga membuat penonton merasakan langsung kecemasan dan kebingungan yang dialami Nora. Dengan teknik penyutradaraan yang imersif tersebut, tak heran jika Playground berhasil meraih berbagai penghargaan di festival film internasional, termasuk FIPRESCI Prize di Cannes Film Festival 2021.
4. Slalom (2020)

Debut penyutradaraan Charlène Favier ini merupakan sebuah cautionary tale tentang dinamika kekuasaan yang mengerikan dalam dunia olahraga, khususnya ski profesional. Slalom dengan berani mengangkat isu pelecehan seksual dan manipulasi yang sering kali tersembunyi di balik ambisi dan prestasi. Dengan latar belakangnya sebagai mantan atlet ski perempuan, Favier membawa sentuhan personal yang kuat dalam karyanya ini.
Slalom mengikuti kisah Lyz (Noée Abita), gadis berusia 15 tahun yang bercita-cita menjadi atlet ski profesional. Ia bergabung dengan klub ski elit di Pegunungan Alpen, di mana ia bertemu dengan Fred (Jérémie Renier), seorang mantan juara ski yang kini menjadi pelatihnya. Namun, intensitas latihan yang meningkat, baik fisik maupun emosional, perlahan-lahan mengaburkan batas antara hubungan pelatih dan atlet dan berubah menjadi dinamika yang manipulatif dan penuh pelecehan.
5. All We Imagine as Light (2024)

Jika kamu mencari film slice of life penuh kehangatan sekaligus menyentuh isu sosial dengan lembut, All We Imagine as Light adalah pilihan yang tepat. Film yang dinominasikan dalam Best Foreign Language Film dan Best Director di Golden Globe 2025 ini mengikuti kehidupan tiga perempuan di Mumbai, India yang bergulat dengan kesepian, cinta, dan harapan di tengah hiruk pikuk kota. Walau menghadapi tantangan hidup yang berbeda, ketiganya terikat persahabatan dan keinginan untuk menemukan kebahagiaan.
All We Imagine as Light adalah surat cinta untuk Mumbai, kota yang digambarkan dengan puitis dan penuh perhatian oleh sang sutradara, Payal Kapadia. Alih-alih mengandalkan letupan emosi, sineas perempuan asal India tersebut memilih pendekatan yang lebih kontemplatif dalam menuturkan kompleksitas kehidupan para karakternya. Dijamin meninggalkan kesan mendalam yang bertahan lama setelah kredit bergulir!
Dari kelima film di atas, kita bisa melihat betapa beragamnya tema dan gaya penyutradaraan yang dihadirkan para sineas perempuan ini. Dengan skor sempurna di Rotten Tomatoes, karya-karya mereka bukan hanya hiburan semata, tetapi juga bukti nyata bahwa suara dan perspektif perempuan memiliki kekuatan untuk mengubah lanskap perfilman.
Jadi, apa yang kamu tunggu? Yuk, langsung masukkan judul-judul tersebut ke dalam daftar tontonanmu dan siap-siap terinspirasi oleh kehebatan para sutradara perempuan ini!