5 Film Utopia yang Tampak Indah tapi Menyimpan Realita Kelam

- Her (2013): Kisah romansa AI dan manusia di masa depan Los Angeles yang sunyi dan minimalis, menawarkan visi utopia emosional dengan teknologi yang menjembatani rasa kesepian manusia modern.
- Elysium (2013): Memperlihatkan dua kutub dunia - distopia di Bumi dan utopia buatan manusia di luar angkasa, sambil mengangkat isu ketimpangan sosial, akses kesehatan, dan hak hidup yang setara.
- Tomorrowland (2015): Menyampaikan pesan optimistis bahwa dunia bisa berubah jika dikuasai oleh impian dan kreativitas, serta semangat kolaborasi untuk membentuk masa depan yang lebih baik.
Di tengah gelombang film distopia yang mengangkat kehancuran dunia dan krisis kemanusiaan, film-film bertema utopia menawarkan angin segar. Mereka memperlihatkan dunia alternatif yang lebih baik. Entah melalui teknologi yang manusiawi, masyarakat yang ideal, atau sekadar imajinasi bahwa masa depan tak selalu gelap.
Namun utopia dalam film bukan berarti dunia sempurna tanpa konflik. Justru dalam benturan antara impian dan kenyataan, film-film ini menemukan pesannya. Beberapa menggambarkan utopia yang bisa menginspirasi dunia nyata, sementara yang lain menunjukkan bahwa utopia pun bisa jadi jebakan jika dibangun tanpa empati. Berikut enam film utopia yang membayangkan dunia lebih baik dengan cara yang mengharukan, menegangkan, atau bahkan menyimpan realita kelam.
1. Her (2013)

Dalam suasana Los Angeles masa depan yang sunyi dan minimalis, Her menceritakan kisah Theodore Twombly (Joaquin Phoenix), seorang penulis surat pribadi yang sedang melalui masa perceraian. Untuk mengisi kekosongan emosional, ia membeli sistem operasi berbasis AI bernama Samantha (disuarakan oleh Scarlett Johansson).
Seiring waktu, hubungan mereka berkembang dari interaksi fungsional menjadi romansa yang intim dan penuh makna. Film ini bukan hanya perpaduan apik antara fiksi ilmiah, drama, dan romansa, tapi juga menggambarkan dunia masa depan yang tidak suram, melainkan estetis dan menenangkan. Melalui desain produksi yang futuristik tapi terasa dekat, Her menawarkan visi utopia emosional di mana teknologi tak hanya mempercepat hidup, tapi juga menjembatani rasa kesepian manusia modern.
2. Elysium (2013)

Di tahun 2154, Bumi telah menjadi tempat kumuh penuh polusi dan penderitaan. Max Da Costa (Matt Damon), seorang pekerja pabrik berjuang untuk bertahan setelah terpapar radiasi berat. Harapan satu-satunya yakni Menembus Elysium, stasiun luar angkasa eksklusif tempat para elit hidup mewah, lengkap dengan teknologi penyembuh yang bisa menyelamatkan nyawanya.
Meskipun lebih banyak aksi dan ketegangan, Elysium memperlihatkan dua kutub dunia yakni distopia di Bumi dan utopia buatan manusia di luar angkasa. Film ini mengangkat isu ketimpangan sosial, akses kesehatan, dan hak hidup yang setara, sambil mempertanyakan apakah utopia sejati bisa tercipta jika hanya dinikmati segelintir orang.
3. Tomorrowland (2015)

Seorang remaja jenius bernama Casey Newton menemukan pin misterius yang membawanya ke dunia rahasia bernama Tomorrowland. Tempat dimana para pemikir dan penemu menciptakan masa depan yang lebih baik. Bersama Frank Walker (George Clooney), mereka mencoba menyelamatkan dunia nyata dengan menghidupkan kembali harapan dan imajinasi.
Tomorrowland menyampaikan pesan optimistis bahwa dunia bisa berubah jika dikuasai oleh impian dan kreativitas, dan semangat kolaborasi. Film ini membayangkan utopia sebagai hasil dari keyakinan bahwa masa depan tidak harus suram, dan bahwa kita semua memiliki tanggung jawab untuk membentuknya.
4. The Giver (2014)

Dalam masyarakat yang tampak damai dan tertib, semua emosi, konflik, dan perbedaan telah dihapuskan demi “kesempurnaan”. Jonas (Brenton Thwaites) ditunjuk sebagai penerima memori, ia merupakan satu-satunya orang yang boleh tahu tentang dunia lama, termasuk rasa sakit, cinta, dan kebebasan.
Saat ia mulai merasakan emosi dan warna dalam hidupnya, Jonas menyadari bahwa masyarakatnya telah mengorbankan terlalu banyak demi kestabilan. The Giver memperlihatkan sisi gelap dari utopia buatan di mana kedamaian dipertahankan dengan menghapus kemanusiaan.
Namun, dari sinilah muncul harapan bahwa utopia sejati justru membutuhkan rasa, pilihan, dan keberanian untuk merasakan sakit. Meskipun dunia yang dibayangkan tampak sempurna, film ini mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati datang dari kebebasan merasakan dan memilih.
5. In Time (2011)

Dalam In Time, waktu adalah mata uang. Setiap orang berhenti menua di usia 25, dan untuk terus hidup, mereka harus membayar waktu dari sisa hidupnya, baik untuk beli makanan, bayar ongkos, atau bekerja. Orang kaya bisa hidup selamanya, sementara kelas pekerja berjuang dari hari ke hari, sering kali mati muda karena waktu mereka habis.
Will Salas (Justin Timberlake), seorang pria miskin, tiba-tiba mendapat waktu berlimpah dari orang asing misterius dan mulai mengguncang sistem yang tidak adil ini. Film ini menawarkan gambaran utopia yang tampak indah di permukaan yakni orang muda selamanya, teknologi canggih, dan tidak ada penyakit usia tua.
Namun kenyataannya, dunia tersebut adalah distopia terselubung, di mana ketimpangan ekstrem menciptakan sistem kasta berbasis waktu hidup. Dengan premis unik, In Time mengajak penonton bertanya apakah dunia tanpa kematian bisa disebut utopia jika hanya bisa dinikmati segelintir orang?
Beberapa film bertema utopia sering kali bukan hanya tentang dunia sempurna, tetapi tentang bagaimana kita mencapainya dan apa yang bisa hilang dalam prosesnya. Di tengah ketidakpastian, siapa tahu mungkin kisah utopia favoritmu bisa jadi inspirasi untuk perubahan nyata?