Yang Bikin Guardians of Galaxy 3 Beda dari Film-film MCU usai Endgame

Sejak Avengers: Endgame (2019), banyak pencinta film mengaku bosan dengan film-film superhero atau dalam istilahnya disebut superhero fatigue. Salah satu faktornya bisa jadi karena plot cerita yang itu-itu saja, mudah ditebak sehingga membosankan.
Film superhero MCU terbaru adalah Guardians of the Galaxy Vol. 3 yang dirilis di Indonesia sejak Rabu (3/5/2023), lebih awal dari negara asalnya sendiri. Meski belum bisa melihat apakah franchise terakhir para penjaga galaksi ini sukses atau tidak secara pendapatannya, namun Guardians of the Galaxy Vol. 3 mendapat ulasan cukup baik dari mereka yang sudah menontonnya.
Usai menyaksikan film ini saat gala premiere yang digelar di Gandaria City, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/5/2023), rasanya memang film ini berbeda dari film-film MCU lain setelah Endgame. Kenapa?
Artikel ini mengandung beberapa hal yang bisa mengarah pada spoiler, ya!
Film MCU setelah Endgame
Setelah Endgame, MCU mengumumkan bahwa mereka akan melanjutkan kisah para superhero dalam phase 5 dan 6. Bukan hanya judul baru, film yang dirilis pasca-Endgame masih mengangkat beberapa cerita solo anggota Avengers di fase sebelumnya.
Film yang dirilis setelah Endgame adalah Spider-Man: Far from Home (2019), Black Widow (2021), Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021), Eternals (2021), Spider-Man: No Way Home (2021), Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022), Thor: Love and Thunder (2022), Black Panther: Wakanda Forever (2022), Ant-Man and the Wasp: Quantumania (2023), dan terbaru Guardians of the Galaxy Vol. 3 (2023).
Villain utama bukan masalah terbesar bagi para Guardians

Lantas mengapa film ini dianggap berbeda dari film MCU lain setelah Endgame? Salah satunya karena film ini tidak menganggap villain utama mereka, yakni High Evolutionary, sebagai masalah besar. Sejak awal, para member Guardians tidak pernah ragu, bimbang, atau bingung untuk mengambil langkah apa pun demi menyelamatkan Rocket (Bradley Cooper).
Setelah berhasil mengalahkan Thanos yang punya julukan sebagai the greatest villain, rasanya make sense banget kalau para Avengers gak lagi gentar sama musuh mana pun. James Gunn, sang sutradara, tampaknya menangkap hal itu sehingga ia tidak membangun karakter High Evolutionary sebagai tokoh sentralnya.
Alih-alih soal betapa jahatnya si villain, GotG Vol. 3 lebih berpusat pada kisah setiap member-nya, apalagi ini adalah film penutup untuk mereka pamit dari penggemar.
Tidak mendramatisasi adegan pertarungan akhir

Pola cerita film superhero biasanya harus melewati begitu banyak pasukan sebelum akhirnya bisa duel melawan si villain utama. GotG Vol. 3 bukan absen dari pola ini, kok. Bedanya, mereka gak menjadikan duel terakhir antara superhero dan villain sebagai klimaksnya.
Karena sejak awal sudah dianggap bukan masalah besar, apalagi dengan kekuatan dan kekompakan semua anggota Guardians, maka pertarungan melawan High Evolutionary hanya butuh sedikit waktu saja. Gak ada, tuh, adegan superhero kalah dulu, lalu kemudian bangkit dan akhirnya menang.
Adegan intinya bukan tentang bagaimana mengalahkan si penjahat, melainkan bagaimana menyelamatkan sahabat, keluarga, dan sesama. Plotnya bukan tentang mati-matian melawan villain utama, melainkan upaya untuk memahami diri sendiri untuk bisa melanjutkan hidup tanpa penyesalan.
Bak penawar superhero fatigue, aspek ini menjadikan GotG Vol. 3 terasa berbeda dari film-film MCU setelah Endgame yang biasa dipenuhi amarah, dendam, dan pertarungan sengit. Guardians of the Galaxy Vol. 3 ini lebih hangat. Aksi heroik mereka juga tidak digambarkan dengan grande, namun tetap sangat emosional.