Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Barbie, Summer Movie dengan Jiwa Feminisme ala Greta Gerwig

Ryan Gosling dan Margot Robbie dalam film Barbie (dok. Warner Bros. Pictures/Barbie)

Tak bisa dimungkiri, musim panas—biasanya berlangsung antara bulan Mei sampai Agustus—adalah waktu yang tepat bagi Hollywood untuk mengeluarkan film-film terbaiknya. Setelah Guardians of the Galaxy Vol. 3, Spider-Man: Across the Spider-Verse, Elemental, dan Mission: Impossible – Dead Reckoning Part One, kini giliran Barbie (2023) yang siap mencuri perhatian dunia.

Diarahkan Greta Gerwig, film yang tayang sejak Rabu (19/7/2023) di bioskop Indonesia ini begitu ditunggu karena merupakan film live action pertama dari boneka populer buatan Mattel tersebut. Selain itu, terpilihnya dua aktor kelas Oscar, Margot Robbie dan Ryan Gosling, sebagai Barbie dan Ken, juga menjadi alasan mengapa fans menaruh harapan besar pada proyek ini.

Ternyata, Barbie mampu memenuhi ekspektasi sebagai summer movie yang fun tanpa lupa menyelipkan pesan penting mengenai kesetaraan gender, lho. Namun, untuk lebih meyakinkanmu, penulis telah menjabarkan berbagai detail menarik (non-spoiler) dalam review film Barbie di bawah ini. Enjoy!

1. Welcome to Barbieland!

adegan dalam film Barbie (dok. Warner Bros. Pictures/Barbie)

"I'm a Barbie girl in the Barbie world/Life in plastic, it's fantastic!" Masih ingat dengan lirik "Barbie Girl" dari Aqua tersebut? Entah sebuah kebetulan atau tidak (lucu, sebab "Barbie Girl" sendiri menjadi sampel salah satu soundtrack-nya), lirik tersebut betul-betul menggambarkan dunia imajinasi yang dihadirkan dalam film keempat besutan Greta Gerwig (Lady Bird, Little Women) ini.

Setelah dibuka dengan monolog Helen Mirren mengenai sejarah boneka yang memarodikan 2001: A Space Odyssey (1968), Gerwig langsung mengajak penonton ke Barbieland, realitas alternatif tempat para varian Barbie dan Ken tinggal. Sebagaimana boneka, hidup mereka pun sangat artifisial. Mulai dari tidur di rumah plastik, mandi tanpa guyuran air, pesta setiap malam, sampai kaki yang selalu berjinjit.

Singkatnya, setiap hari di Barbieland adalah hari yang sangat bahagia dan sempurna. Sampai pada suatu hari, salah satu Barbie (Margot Robbie)—di sini disebut Stereotypical Barbie—mengalami malfungsi dengan menunjukkan sejumlah gejala aneh, seperti memikirkan kematian dan kaki yang menapak ke tanah.

Atas saran dari teman-teman Barbie-nya, Stereotypical Barbie menemui Weird Barbie (Kate McKinnon), Barbie eksentrik (baca: representasi Barbie yang dimainkan secara brutal oleh pemiliknya) yang hidup terasing. Weird Barbie lalu menyuruh Stereotypical Barbie untuk pergi ke dunia nyata guna menemukan sang pemilik (yang diduga menjadi penyebab malfungsinya).

Ditemani oleh salah satu Ken (Ryan Gosling) yang tergila-gila padanya, Stereotypical Barbie nekat melakukan perjalanan demi menemukan jawaban atas segala keanehan yang terjadi. Namun, mereka segera menyadari kalau dunia nyata ternyata berbeda 180 derajat dengan Barbieland.

2. Desain produksi dan sinematografi yang menawan berpadu cantik dengan deretan soundtrack-nya yang catchy

Ryan Gosling dan Margot Robbie dalam film Barbie (dok. Warner Bros. Pictures/Barbie)

Sebelum Barbie tayang, pihak Warner Bros. Pictures telah membocorkan siapa saja musisi top yang terlibat dalam pembuatan album soundtrack Barbie. Sekilas, hal ini memang seperti sebuah trik marketing agar membuat penonton berbondong-bondong datang ke bioskop. Namun, ternyata tidak.

Keterlibatan nama-nama besar, seperti Lizzo dengan "Pink," Dua Lipa dengan "Dance the Night," Fifty-Fifty dengan "Barbie Dreams (feat. Kaliii)," hingga Billie Eilish dengan "What Was I Made For?," memang sesuai dengan visi dalam Barbie. Khususnya "Dance the Night" yang mampu menangkap semangat bersenang-senang ala Barbie.

Kehadiran deretan soundtrack yang eargasm tersebut semakin terasa utuh berkat sinematografi yang memanjakan mata. Rodrigo Prieto, selaku sinematografer langganan Martin Scorsese (The Wolf of Wall Street, The Irishman), di luar dugaan mampu memaksimalkan penggunaan warna-warna pastel dalam Barbie (tengok adegan ketika Barbie dan Ken melakukan perjalanan absurd ke dunia nyata!).

Begitu pula dengan desain produksinya. Percayalah, mulai dari kostum, kendaraan, hingga bangunan, semuanya bakal memancing perasaan nostalgia para pencinta Barbie. Bahkan, dilansir Variety, demi mewujudkan nuansa serba pink, desainer produksinya sampai menghabiskan stok cat warna merah muda milik Rosco, salah satu perusahaan manufaktur terbesar di dunia. Kebayang, kan, gimana totalnya?

3. Seimbangkan komedi dan komentar sosial, Barbie jadi film paket lengkap!

Kingsley Ben-Adir, Ryan Gosling, dan Ncuti Gatwa dalam film Barbie (dok. Warner Bros. Pictures/Barbie)

Jika secara teknis saja Barbie sudah begitu memukau, lantas bagaimana dengan "isi" dari filmnya? Jawabannya adalah sempurna. Seperti yang kamu tahu, Greta Gerwig dan feminisme adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Jika Lady Bird (2017) menyoroti gesekan antar dua generasi perempuan dan Little Women (2019) mempertanyakan tentang pernikahan yang ideal, maka Barbie mencakup hal yang lebih luas, yakni sistem sosial.

Barbieland digambarkan Gerwig sebagai sebuah utopia di mana matriarki yang berkuasa (baca: semua Barbie mempunyai gelar dan pekerjaannya masing-masing, sementara para Ken tidak). Tentunya, hal ini bagaikan sebuah antitesis menggelitik dari kehidupan nyata, di mana kenyataannya para perempuan masih dipandang sebelah mata dalam segala hal, khususnya dunia kerja.

Namun, Gerwig tak serta merta terlena dengan konsep yang dibangunnya tersebut. Di sinilah sang pasangan, Noah Baumbach, yang turut menulis naskahnya, berperan. Keduanya sempat menyinggung perihal toxic masculinity lewat representasi karakter Ken, sebelum mengambil jalan tengah. Bahwa feminisme bukan lagi soal "mengagungkan", melainkan soal "menyetarakan".

Uniknya, tema-tema berat di atas disampaikan oleh Gerwig dan Baumbach lewat berbagai dialog dan situasi yang menggelitik. Bahkan, ada satu-dua momen di mana keduanya—dengan berani—me-roasting Mattel dan Warner Bros. Ngakak banget!

4. Margot Robbie dan Ryan Gosling buktikan kalau mereka layak perankan Barbie dan Ken

Margot Robbie dan Ryan Gosling dalam film Barbie (dok. Warner Bros. Pictures/Barbie)

Selain aspek teknis, penyutradaraan, dan penulisan naskah yang jempolan, Barbie juga dianugerahi oleh penampilan jajaran aktor yang brilian. Meski mendapat jatah layar sedikit, para pemeran varian Barbie dan Ken—serta Allan, seperti Kate McKinnon, Issa Rae, Hari Nef, Kingsley Ben-Adir, Simu Liu, dan Michael Cera, sukses mencuri perhatian lewat karakterisasi masing-masing.

Sementara dari karakter manusia, Will Ferrell sebagai CEO Mattel, Rhea Perlman sebagai Ruth Handler, kreator Barbie, dan America Ferrera sebagai Gloria, tampil kuat. Khususnya Ferrera yang pada sebuah adegan sukses menghantarkan monolog powerful mengenai perempuan.

Namun, izinkan penulis menyampaikan pujian setinggi-tingginya pada dua pemeran utamanya, yakni Margot Robbie dan Ryan Gosling. Gosling, yang tujuh tahun absen berperan komedi (terakhir dalam The Nice Guys [2016]), ternyata masih jago dalam urusan mengocok perut. Ia bahkan menunjukkan musikalitasnya dalam sebuah sekuen musikal bertajuk "I'm Just Ken."

Di sisi lain, Robbie mampu mengembuskan nuansa coming-of-age lewat kompleksitasnya sebagai Barbie. Transisi aktingnya, dari boneka tanpa perasaan sampai memiliki "hati", sungguh meyakinkan. Penulis bahkan tak heran jika keduanya masuk dalam nominasi penghargaan film bergengsi di tahun depan!

Meski rilis bersamaan dengan Oppenheimer (2023) karya Christopher Nolan, hal itu tak menghalangi Barbie untuk mendapat pujian dari para kritikus. Buktinya, di situs pengumpul ulasan film terpopuler, Rotten Tomatoes, Barbie meraih skor yang sangat memuaskan, yakni 89 persen. Gimana, sejumlah alasan di atas sudah cukup membujukmu untuk menyaksikan Barbie?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us