Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[REVIEW] Fremont, Film Romantis dengan Perspektif Survivor Guilt

Fremont (dok. Music Box Films/Fremont)

Sederhana, tapi kaya, itu mungkin kalimat yang tepat buat menggambarkan film terbaru sutradara Babak Jalali berjudul Fremont (2023). Film berlabel drama romantis ini dibuat dalam format hitam putih dengan dekorasi yang serba apa adanya. Menontonnya bakal mengingatkanmu pada film-film Jim Jarmusch dan Aki Kaurismaki yang tak cuma minimalis, tetapi identik dengan ekspresi lempeng para aktornya. 

Meski begitu, Jalali berhasil mengusung isu yang belum pernah dieksplor secara spesifik dalam film-film mainstream, yakni survivor guilt, perasaan bersalah yang menghantui para penyintas tragedi atau konflik. Lewat balada pengungsi asal Afghanistan bernama Donya (Anaita Wali Zada), kamu bisa menyelami lebih dalam kondisi psikologis itu. Baca review film Fremont berikut biar makin terang benderang. 

1. Fremont dipilih karena alasan yang spesifik

Fremont (dok. Modern Films/Fremont)

Ada alasan khusus Fremont dipilih jadi judul dan latar film independen Babak Jalali. Kota yang terletak di negara bagian California tersebut ternyata jadi rumah untuk banyak pengungsi dan imigran asal Asia dan Timur Tengah, termasuk Afghanistan.

Fremont bak enclave, wilayah yang secara khusus dihuni etnik yang berbeda secara kultur dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Fremont sudah pernah dipakai dalam film adaptasi novel The Kite Runner (2007) yang juga mengikuti perspektif pengungsi Afghanistan di Amerika Serikat. 

Ini yang kemudian membuat latar filmnya jadi lebih masuk akal. Donya, sang lakon, diceritakan sebagai mantan translator di markas tentara Amerika Serikat di Kabul yang dapat asilum dan akses untuk pindah ke Fremont. Di kota barunya itu, Donya tinggal di rumah susun yang dihuni sesama imigran Afghanistan.

Untuk membiayai hidupnya, Donya bekerja di sebuah pabrik fortune cookies yang dikelola pasutri keturunan China. Awalnya berposisi sebagai buruh produksi biasa, Donya naik pangkat jadi penulis ramalan yang biasa disisipkan dalam kue. 

2. Angkat tema survivor guilt yang hantui sang lakon

Fremont (dok. Music Box Films/Fremont)

Hidupnya yang cenderung biasa-biasa saja itu ternyata tak selempeng kelihatannya. Donya mengalami insomnia akut. Lewat rekomendasi salah satu tetangganya, ia mendatangi kantor seorang konselor kesehatan mental. Dari situ, penonton mulai mengenal sosok Donya dan pikiran-pikiran yang selama ini mengganggunya. Pada fase inilah sebenarnya Jalali mengajak kita menyelami yang dinamakan survivor guilt. 

Melansir tulisan Murray, dkk berjudul Survivor Guilt: A Cognitive Approach dan jurnal Cognitive Behavioral Therapy, survivor guilt cukup umum ditemukan pada penyintas dan saksi sebuah tragedi. Tragedi yang dimaksud tidak terbatas pada perang atau konflik. Ia bisa juga berupa kecelakaan, kematian orang lain, dan berbagai hal lain yang memicu stres maupun trauma.

Tanda-tanda ini ditemukan dalam sosok Donya. Akibat rasa bersalahnya karena tak bisa membawa serta rekan dan keluarganya keluar dari Afghanistan yang tercabik perang, ia mengisolasi diri sebagai bentuk hukuman terhadap dirinya sendiri. Rasanya tak adil baginya untuk bahagia, sementara orang-orang masih berjibaku dengan ketidaknyamanan dan konflik di negara asalnya. 

3. Minimalis, tapi kaya pesan kehidupan

Fremont (dok. Music Box Films/Fremont)

Pada beberapa bagian, Jalali bahkan menampar Donya lewat celotehan dan pertanyaan orang-orang di sekitarnya yang menanyakan keputusannya lebih sering menyendiri dan jarang bergaul. Hingga akhirnya, salah seorang rekannya menyakinkannya untuk mulai mencoba kencan buta. Donya memberanikan membuka diri dan mengambil risiko, tetapi ternyata kencannya tidak berakhir seperti yang ia duga. 

Jalali sengaja membuat pelintiran alur yang mulus pada sepertiga akhir filmnya. Namun, ia tetap menyelipkan harapan untuk Donya dan masa depannya di Fremont. Apakah Donya bakal menemukan kebahagiaan dan pulih dari rasa bersalahnya? Ini tidak dijawab Jalali dan ia kembalikan pada penonton untuk membuat asumsi sendiri. 

Fremont memang sederhana, tetapi mengandung banyak dialog filosofis yang menghangatkan hati. Ini salah satu film romantis tanpa adegan eksplisit yang kaya makna dan nyaman dinikmati. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us