Perbatasan adalah wilayah penting dari sebuah negara. Biasanya mereka pun dijaga ketat agar tidak sembarang orang bisa masuk dan keluar seenaknya. Namun, ada juga yang lumayan longgar bahkan tak terjaga seperti antar negara Eropa, utamanya yang sudah masuk zona Schengen.
Bertolakbelakang dengan negara-negara yang rukun dan menjalin kerjasama regionalisme yang jelas, beberapa negara di dunia ini memiliki wilayah perbatasan yang dikenal berbahaya bahkan mematikan. Penasaran? Ini dia jawabannya.
Perbatasan pertama yang banyak dihindari orang adalah Durand Line di antara Afghanistan dan Pakistan. Wilayah perbatasan ini dihuni mayoritas penduduk dari etnik Pashtun yang hendak memerdekakan diri dari Pakistan. Pashtun sendiri merupakan salah satu etnis mayoritas di Afghanistan.
Ketegangan ini diperburuk dengan invasi Amerika Serikat ke Afghanistan yang menciptakan kelompok-kelompok militan baru seperti Al-Qaeda dan Taliban. Mereka menjadikan wilayah perbatasan tersebut sebagai markas mereka karena wilayahnya yang strategis. Lewat daerah itu mereka bisa melakukan serangan ke Pakistan sambil membangun kekuatan untuk melawan kekuatan asing lain yang menduduki Afghanistan.
Hingga kini, di wilayah tersebut masih sering terjadi serangan dari kelompok militan tertentu yang tentu saja memakan korban jiwa. Rencana pembangunan pagar pengaman pun sering terhambat karena perbedaan persepsi antar kedua belah pihak.
Meski bertetangga, Pakistan dan India bukanlah kawan karib. Mereka dikenal sebagai musuh bebuyutan dan sering terlibat dalam konflik kepentingan, bahkan sudah terjadi tiga kali perang dalam sejarah hubungan mereka. Padahal jika ditilik lebih jauh ke masa lampau, sebenarnya dua negara ini adalah satu wilayah dengan beragam etnis yang rukun sebelum Inggris membelah mereka jadi dua negara berdasarkan kepercayaan mayoritas.
Kini sebenarnya masyarakat di kebanyakan wilayah perbatasan India-Pakistan menghargai satu sama lain. Hanya ada satu wilayah perbatasan yang dikenal paling mematikan. Kashmir namanya, kedua negara saling berebut kuasa atas wilayah tersebut. Sudah banyak korban jiwa di wilayah ini, baik dari militer maupun warga sipil.
Banyak pula yang percaya bahwa tensi antara dua negara adalah sebuah kondisi yang dipertahankan politisi untuk kepentingan tertentu, seperti memperkuat nasionalisme serta menyebar ketakutan untuk meraup suara dalam pemilu.
Mirip dengan cerita India-Pakistan, Arab Saudi dan Yaman sering dianggap memiliki banyak kemiripan. Namun, itu bukan jaminan mereka hidup rukun sebagai tetangga. Hal ini dipicu oleh keberadaan kelompok pemberontak Yaman yang sering disebut sebagai Houthis. Mereka beranggotakan salah satu sekte dalam Islam bernama Zaidi yang mengklaim mendukung demokrasi, menentang korupsi, dan menolak marjinalisasi kelompok mereka secara ekonomi dan sosial.
Lama-lama, gerakan mereka bergeser ke arah kekerasan, menyasar pemerintah Yaman dan Arab Saudi yang dianggap bertentangan dengan mereka secara ideologi politik. Sejak awal tahun 2004, pergerakan kelompok ini berubah menjadi insurgensi. Banyak yang menganggap mereka hanya oportunis dengan ideologi yang tak tetap. Hingga kini, mereka masih melakukan serangan-serangan di Yaman dan Arab Saudi, membuat wilayah perbatasan kedua negara tak lagi aman.
Arab Saudi sendiri mengklaim bahwa perbatasan dengan Yaman harus dijaga ketat untuk menghindari pula arus imigran ilegal asal Afrika serta kartel narkoba dan senjata.
Sama halnya dengan klaim Arab Saudi tentang perbatasannya dengan Yaman, perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko selalu dijaga ketat untuk menghalau imigran gelap dan pergerakan kartel narkoba dan geng bersenjata.
Hingga kini sudah tak terhitung nyawa yang melayang di wilayah perbatasan dua negara. Banyak orang yang tertipu bahkan terbunuh hanya untuk menyeberang perbatasan. Warga Amerika tengah sendiri kebanyakan hendak bermigrasi ke Utara dengan tujuan menghindari ancaman kartel narkoba dan geng bersenjata yang tak pernah membiarkan mereka hidup tenang.
Kolombia merupakan salah satu negara Amerika Selatan yang pernah mengalami perang saudara berkepanjangan. Di saat itu terjadi, Venezuela dengan senang hati menerima para pengungsi untuk tinggal di negaranya. Beberapa dekade setelahnya, mereka bertukar posisi. Warga Venezuela yang harus mengungsi karena krisis ekonomi di negaranya mulai membanjiri kota Cucuta dan diterima dengan baik oleh kebanyakan warga Kolombia.
Namun, hal ini tidak terjadi di sebuah kota bernama Arauca dan Apure yang dikenal sebagai sarang kelompok militan FARC, ELN, dan FPLN. Kelompok pemberontak ini beberapa kali dicurigai mendapat sokongan dari pemerintah Venezuela. Meski tuduhan itu ditolak mentah-mentah, hubungan kedua negara utamanya di level tertinggi tak pernah membaik apalagi terselesaikan.
Hingga kini, menurut laporan Human Rights Watch wilayah tersebut masih dianggap berbahaya dan mematikan bahkan banyak nyawa yang terancam dan membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Meski dipercaya memiliki ideologi yang sama, dua negara ini memiliki masalah di perbatasan mereka. Banyak warga Korea Utara yang ingin pergi dari negaranya untuk mendapat penghidupan lebih baik di Korea Selatan atau negara lain. Satu-satunya jalan adalah kota Dandon, Tiongkok yang terpisah dari Korea Utara karena sungai Yalu.
Di akhir tahun 1990an, di jembatan ini pernah terjadi krisis kemanusiaan terbesar. Saat itu banyak warga Korea Utara yang berusaha pergi dari negaranya karena krisis pangan dan dihalau oleh pemerintah Tiongkok.
Jembatan ini pula yang jadi jalur utama perdagangan Tiongkok ke Korea Utara, termasuk pasar gelap. Jika bagi warga Korea Utara, jembatan ini susah dijamah dan dipagari, bagi warga Tiongkok jembatan dan sungai di perbatasan ini sering dijadikan objek wisata dan foto.
Itulah negara dengan wilayah perbatasan paling berbahaya di dunia. Kalau ada rencana traveling ke sini, mending pikir-pikir lagi deh!