Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Ciri Lingkungan Kerja Toxic yang Berlindung pada Rasa Kekeluargaan

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Lingkungan kerja menjadi salah satu faktor utama seseorang dapat bertahan lama dalam pekerjaannya. Pekerjaan yang berat akan terasa menyenangkan jika dikelilingi oleh lingkungan kerja yang penuh dengan rasa kekeluargaan. Tentu menjadi idaman semua orang memiliki rekan kerja yang membuat nyaman dalam bersenda gurau ataupun berbagi keluh kesah.

Namun, tidak jarang kenyamanan atas dasar kekeluargaan dimanfaatkan seseorang untuk kepentingan pribadinya dalam urusan pekerjaan. Awalnya, seseorang tidak menyadari jika hal ini sebagai bentuk saling membantu. Namun, ternyata hanya diuntungkan sebelah pihak. Oleh karena itu, yuk kenali ciri-ciri lingkungan kerja toxic yang dibalut dengan kekeluargaan berikut ini. 

1. Menyerahkan jobdesk kepada rekan kerja lain

ilustrasi diskusi (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi diskusi (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Waspadalah jika ada rekan kerjamu yang memiliki etos kerja buruk. Mereka bisa saja meminta bantuan hal sederhana yang sebenarnya bisa dikerjakan sendiri. Namun, ketika kamu terus membantunya, mereka akan memanfaatkan kebaikanmu. Sebab, kalian merasa sebagai keluarga dan sudah seharusnya saling membantu. 

Sesekali beranilah untuk menolak agar beban kerjamu tidak bertambah. Selektiflah dalam membantu hanya untuk hal yang memang harus turun tangan. Jika memang bisa mereka kerjakan sendiri namun malas, putar balikkan keadaan yang mengharuskan mereka untuk menyelesaikan jobdesk-nya.

2. Bersikap dan berkata tanpa etika

ilustrasi sedang membicarakan orang lain (pexels.com/Yan Krukov)
ilustrasi sedang membicarakan orang lain (pexels.com/Yan Krukov)

Kata kekeluargaan dapat mempengaruhi perspektif seseorang dalam bersikap. Contohnya adalah merasa dapat berkata dan bersikap semaunya sendiri.

Anggapan keluarga akan menerima diri mereka sepenuhnya pun terparti dalam pikiran. Sebab merasa sudah seperti keluarga, tanpa mengedepankan etika pun tak masalah. Hal ini pun menurunkan tingkat empati yang ada untuk memahami kondisi rekan kerja lainnya.

3. Menembus batasan privasi rekan kerja

ilustrasi bercerita (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi bercerita (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Terkadang, berlindung dari kata kekeluargaan membuat seseorang merasa perlu untuk mengetahui bagaimana kondisi keluarga maupun kesulitan rekan kerjanya. Bukan sebagai bentuk kepeduliaan, nyatanya mereka hanya ingin tahu saja.

Lebih buruknya, hal tersebut dapat dijadikan bahan pembicaraan, bahkan ajang mengadu nasib. Parahnya lagi, merasa dapat memberikan saran yang menurutnya benar dan seolah mengatur hidup rekan kerja lainnya.

Jika merasa diperlakukan demikian, kamu punya pilihan untuk menjadikannya kawan atau hanya sebatas rekan kerja saja. Sebab, kamu harus membatasi komunikasi dengannya.

4. Berbuat salah, tapi tidak mau mengakuinya

ilustrasi berdebat (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi berdebat (pexels.com/Kampus Production)

Orang yang toxic tidak akan menyadari dan mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Sebaliknya, mereka akan mencari pembelaan atas sikapnya, bahkan mencari kambing hitam untuk disalahkan.

Mereka lebih mengedepankan ego, bahwa apa yang dilakukannya adalah demi kebaikan tempat kerjanya. Padahal, jika mereka mengakui kesalahannya, orang lain akan lebih respect kepadanya dan memberi kesempatan untuk memperbaiki diri.

5. Tidak menghargai pendapat rekan kerja lainnya

ilustrasi lingkungan kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Rekan kerja yang toxic merasa ide dan pendapatnya layak dipertimbangkan. Namun, mereka lupa untuk mendengarkan kritik, saran, dan pendapat dari rekan kerja yang lainnya. Bahasa yang disampaikan seolah-olah menunjukkan, bahwa dirinya hebat. Sebab, perkataannya didasarkan data dan fakta yang dimanipulasi. 

Lingkungan yang interaksinya terasa kekeluargaannya bukan berarti dapat menumpulkan rasa profesional dalam bekerja. Kekeluargaan seharusnya menambah semangat dalam bekerja dan saling mendukung untuk mengembangkan potensi dalam mengemban jobdesk masing-masing. 

Tidak semua rekan kerja dapat dijadikan kawan. Selektiflah dalam memberikan informasi pribadi, ide brilian, dan jangan tertular menjadi toxic. Lingkungan toxic berbalut kekeluargaan memang kadang bisa tidak disadari. Oleh karena itu, kamu harus sangat berhati-hati.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hesti Mahmudah
EditorHesti Mahmudah
Follow Us