6 Tips Menulis Cerita Romansa yang Gak Basi, Berani Beda!

Cerita romansa atau percintaan termasuk kisah yang paling disukai pembaca. Begitu juga dengan penulis, genre ini tak pernah sepi kreator. Saking banyaknya, menjadi penulis romansa yang menonjol justru makin sulit.
Kecuali, kamu dapat menunjukkan karaktermu yang khas di dalam karyamu. Kalau dirimu hanya meniru model cerita romansa yang populer, lama-lama akan terasa basi. Biar karya romansamu unik dan lebih bermakna, terapkan tips menulis cerita romansa berikut.
1. Ending gak harus bahagia

Hanya karena cinta identik dengan rasa bahagia, bukan artinya ending sedih tidak diperbolehkan. Jika menuruti ekspektasi mayoritas pembaca, barangkali mereka ingin akhir yang bahagia di antara kedua tokoh utama.
Namun, bila kamu ingin cerita romansamu gak pasaran dan punya alasan kuat buat bikin akhir berbeda, lakukan saja. Ceritamu adalah milikmu sebagai penulisnya. Tulislah akhir yang kamu inginkan. Toh, tidak semua pembaca suka dibuai dengan akhir yang bahagia.
2. Happy ending juga banyak macamnya

Jika pun kamu ingin membuat cerita romansa dengan akhir yang bahagia, tetap boleh. Hanya saja, luaskan arti akhir yang bahagia itu. Ini bukan cuma tentang bersatunya dua insan yang sejak awal diceritakan.
Akhir yang bahagia bisa saja perpaduan antara kehilangan dan penemuan. Misalnya, tokoh A dan B tidak bersatu. Akan tetapi, setelah perpisahan itu tokoh A justru makin menemukan jati dirinya dan berhasil meraih impiannya.
3. Hindari tokoh yang terlalu sempurna

Barangkali kamu ingin menciptakan tokoh yang digilai oleh pembaca. Namun, akhirnya ciri tokohmu malah terbaca dengan mudah dan nyaris gak ada bedanya dari tokoh utama di karya orang lain.
Seperti cowok tampan, kaya, baik, dan romantis. Tokoh sesempurna ini bukannya dilarang. Hanya saja, apakah sosok yang layak dicintai cuma yang sesempurna itu? Sekalipun kisah fiksi, sebaiknya kamu menciptakan tokoh yang lebih masuk akal.
4. Singkirkan juga tokoh yang terlalu lemah atau playing victim

Tokoh dalam cerita romansa biasanya sudah memasuki usia dewasa, antara 20 sampai 30 tahun. Tidak semestinya di usia ini individu masih sangat lemah, menyalahkan semua orang atas nasibnya, dan hanya mengharapkan uluran dari tokoh lain yang kemudian menjadi kekasihnya.
Meski sah-sah saja kamu bikin tokoh seperti itu, ini sangat tidak menginspirasi pembacamu. Bukannya layak ditiru, tokoh superlemah dan jago playing victim bisa bikin pembaca muda auto menirunya. Mereka lalu berharap ada pangeran yang menyelamatkan hidupnya.
Kenyataannya, makin lemah karakter seseorang makin dia menjadi bulan-bulanan orang yang lebih kuat dan punya sifat gak baik. Buatlah tokoh yang cukup realistis untuk usia dan tahapan perkembangannya.
5. Memperkaya cerita agar tak melulu urusan cinta

Cerita romansa memang utamanya berkisah tentang asmara. Namun apakah kehidupan ini hanya perihal saling kangen, mengambek, cemburu, cekcok, lalu akur lagi? Tentu saja tidak, kan?
Jadikan karya romansamu sebagai gambaran kehidupan nyata dengan bumbu lebih kuat di bagian percintaannya. Artinya, aspek-aspek lain dalam kehidupan ini harus tetap ada. Seperti hubungan tokoh dengan keluarga, teman, dan pekerjaannya. Jangan berputar-putar pada sikap bucin melulu.
6. Jangan sampai terjebak pornografi

Ini poin paling penting yang wajib dipahami penulis romansa. Kisah romansa bukanlah pornografi! Apa bedanya? Di dalam cerita percintaan tentu bisa ada adegan seksual bila diperlukan.
Akan tetapi, bagian itu tidak diceritakan dengan begitu gamblang seperti dalam pornografi. Cerita porno akan dengan vulgar menuliskan setiap adegan seks sampai ke hal-hal terkecil. Tujuannya semata-mata membangkitkan gairah pembaca.
Menjadi penulis romansa tidak semudah kelihatannya. Raciklah cerita yang tak hanya menganyutkan, melainkan juga tetap ada pelajaran penting yang bisa dipetik oleh pembaca. Cinta itu luas dan dalam. Jangan mendangkalkannya hanya dengan putus nyambung apalagi penuh adegan porno.