"Paragon itu seperti mendaki gunung - kami tidak pernah merasa sudah sampai di puncak. Karena ketika merasa di puncak, satu-satunya pilihan tinggal turun. Maka, sebesar apa pun Paragon hari ini, kami akan terus bertumbuh." Nurhayati Subakat
Sehari Menjadi Pegawai Nurhayati Subakat, Ikut Volunteer Menanam Bakau

- Kantor Paragon mirip kantor startup, tanpa kubikel, tapi nyaman
- Paragonian Bergerak 2025 melibatkan lebih dari 10.000 karyawan dalam aksi sosial dan kolaborasi dengan komunitas
- CSR Paragon meliputi lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan
Jakarta, IDN Times - Di tengah Minggu pagi (12/10/2025) yang lengang, ojek online melaju lancar di jalanan Jakarta Barat. Saat sebagian orang Jakarta masih beristirahat di rumah, sebagian lagi terfokus ke CFD (Car Free Day) Jakarta di Sudirman-Thamrin. Sementara lalu lalang dari Permata Hijau hingga Kembangan terbilang lengang. Setelah Jl. Raya Pos Pengumben, ojek itu berbelok ke kiri pada suatu perempatan. Jalan Swadarma namanya. Pemandangan berikutnya kebanyakan tembok-tembok tinggi dan kawasan kompleks perumahan. Sekian kilometer, ojek kembali berbelok kiri pada sebuah gang yang ukurannya kurang lebih muat untuk dua mobil berpapasan.
Satu per satu plang kususuri. Sang ojek pun menurunkanku di kompleks bernama Paragon II. Langkahku memasuki gerbang. Tampak rombongan ibu-ibu berseragam training hijau. Belakangan, baru kutahu mereka adalah ibu-ibu yang menumpang senam di halaman gedung PT Paragon Technology and Innovation II itu. Sesaat, aku baru sadar aku salah masuk. Seharusnya aku masuk ke kompleks Paragon III yang ada di seberangnya. Ya, hampir sepanjang jalan itu diisi oleh kantor perusahaan kecantikan tersebut berikut fasilitasnya.
1. Kantor Paragon bisa dibilang seperti di kantor startup, tanpa kubikel, tapi nyaman

Tak lama setelah aku memasuki kompleks Paragon III, satpam menyambutku dengan ramah. Sosok yang kucari pun tengah berdiri tak jauh dariku. Eko Siswati namanya. Ia adalah Corporate Communication Senior Officer PT Paragon Technology and Innovation. Dengannya, hari ini aku akan memulai petualanganku selama sehari menjadi Paragonian atau karyawan Paragon. Netizen gen Z juga biasa menyebut Paragonian sebagai Pegawai Nurhayati Subakat alias PNS.
Setelah saling bertemu sapa, aku diizinkan sarapan sepiring ketupat sayur di dalam ruangan kantornya. Kantornya sepi karena itu hari libur. Sembari mencecap sendok demi sendok ketupat dan kawan-kawannya, aku mengamati sekitarku. Aku duduk di meja panjang yang kubayangkan menampung tim satu divisi atau pecahan lebih kecilnya. Di sisi lain, ada meja yang lebih menyerupai kotak ketimbang persegi panjang karena ukurannya lebih kecil. Ada pula ruang kecil berbatas kaca atau akuarium yang kurasa adalah ruang rapat.
Setiap sudut ruang kerja ini memiliki tulisan atau pajangan yang sifatnya memotivasi. Namun, aku tertegun pada pilar yang tak jauh dari posisiku duduk. Ada kutipan dari Nurhayati Subakat, sang pendiri PT Paragon Technology & Innovation. Aku tidak yakin menyebutnya kata-kata motivasi, namun ada falsafah yang dalam dan semangat dari kata-katanya.
"Luar biasa. Di tengah kesuksesannya membangun industri kecantikan, ia tidak mudah berpuas diri dan bersikap sombong," batinku.
Kulanjutkan lagi kegiatan santap-menyantapku sambil kembali mengamati sekitar. Bisa kurasakan, suasana terasa nyaman di hari kerja. Meski mungkin nanti kursi-kursi itu akan terisi penuh, rasa lega tetap ada. Salah satu sudutnya bahkan diisi rak buku dengan daun-daun hijau imitasi di sisi atasnya. Di belakangnya terdapat 3 toilet khusus perempuan yang bersih.
Tak terasa sepiring ketupat sayur sudah tandas. Aku dan Mbak Eko siap berangkat. Sebelum memasuki mobil, ia menunjukkan ruang-ruang unik di sisi luar yang dindingnya dibuat dari kontainer dan dibuat tingkat. Bentuknya mirip seperti kantin atau kafe semi outdoor. Namun, itu adalah ruangan serba guna. Karyawan bisa makan di tempat itu, membawa laptop sambil bekerja di sana, atau sekadar mencari inspirasi. Tak jauh dari situ, ada vending machine untuk kopi, minuman kemasan, dan makanan kecil. Lengkap!
2. Paragon punya gerakan Paragonian Bergerak 2025

Eh, sebentar. Memang aku dan Mbak Eko mau berangkat ke mana? Ah, lupa kusebut. Tentu saja kedatanganku jauh-jauh ke kantor Wardah dkk. ini bukan untuk makan lontong sayur saja. Kami mengikuti kegiatan Paragonian Bergerak 2025, sebuah program tahunan yang melibatkan lebih dari 10.000 Paragonian di seluruh Indonesia melalui aksi sosial dan kolaborasi dengan komunitas, instansi, serta mitra di berbagai daerah. Melanjutkan perjalanan besar Paragonation yang merefleksikan komitmen Paragon dalam mewujudkan kebermanfaatan tanpa batas, aku diundang untuk merasakan langsung pengalaman volunteering bersama Paragonian.
Kali ini, kegiatannya adalah Rimbun Mangrove, Lestari Indonesia di Tanjung Burung, Teluk Naga, Tangerang. Rimbun Mangrove, Lestari Indonesia merupakan program penanaman 3.000 mangrove di daerah pesisir. Penanaman mangrove dilakukan langsung oleh Paragonian untuk mencegah abrasi di wilayah itu. Bukan hanya menanam, kami pun melakukan gerakan clean up agar bagian pesisir lebih bersih dan siap ditanami.
Pukul 07.10 WIB mobil bergegas dan petualanganku sebagai Paragonian sehari dimulai. Setelah melalui kurang lebih satu jam perjalanan, sempat nyasar, akhirnya mobil kami tiba di Tanjung Burung. Di sebuah tanah lapang dengan view kapal kayu, tambak, dan rawa, kami turun. Tenda putih untuk memulai acara sudah terpasang rapi. Namun, kami masih perlu menunggu Paragonian lainnya yang berangkat dari pabrik. Pantas saja di kantor tadi sepi. Mereka rupanya berangkat dari titik berbeda.
Tak lama kemudian, dua kereta odong-odong atau kereta kelinci tiba. Mereka bukan sedang membawa anak-anak yang sedang dimomong orangtuanya, melainkan rombongan Paragonian. Memang, medan ke area Tanjung Burung cukup menantang dan kecil untuk dicapai bus. Posisinya sudah sangat dekat dengan laut. Karenanya, bus diparkirkan di suatu tempat dan Paragonian menyambung dengan odong-odong.
Kursi di tenda segera terisi penuh dalam sekejap. Paragonian yang sudah menggunakan kaus warna biru tua khas logo Paragon, segera duduk sambil melepas lelah akibat cuaca yang panas di Teluk Naga. Sejurus kemudian, acara dimulai.
3. CSR Paragon meliputi lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan

Ari Kleryyanti, Corporate Social Responsibility Team di PT Paragon Technology and Innovation mengucapkan apresiasi terhadap tim Paragon Plant yang sudah hadir dan terlibat dalam Paragon Bergerak. "Di sini kita menggandeng lebih dari 100 kolaborator, jadi pilarnya (CSR Paragon) juga banyak. Gak cuma lingkungan, tapi ada pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan juga ada. Jadi, empat pilar CSR Paragon itu semua aktivitasnya Inshaallah ada dan ini jadi salah satu bagiannya." Ari pun berharap di akhir sambutannya agar bukan hanya Paragonian yang merasakan aktivitas sosialnya, melainkan lingkungan luas.
Menyambung sambutan dari Ari, Doni Arman sebagai perwakilan dari Yayasan Rehabilitasi Hutan Nusantara mengatakan bahwa ia dan yayasannya memiliki program yang sejalan dengan Paragon. "Kami kebetulan punya program bersama juga. Bersama-sama teman-teman pengelola kawasan mangrove yang ada di Pantura, terutama seluruh Indonesia, punya visi misi, mimpi bahwasanya hutan mangrove ke depannya tidak dirusak lagi dan diberikan kesempatan, bahkan dikembangkan yang lebih mengedepankan konservasi alam ketimbang sisi-sisi ekonomi saja yang menurut saya cuma sesaat. Yang saya harapkan adalah semangat dari kita semua yang peduli hari ini, bisa secara kontinyu bisa berjalan terus."
Perwakilan dari Asar Humanity tidak ketinggalan. Sebagai pihak yang dipercaya Paragon dalam kegiatan filantropinya, ia menekankan pentingnya hutan mangrove yang bisa dimulai dari penanaman bibit mangrove. "Mangrove ini banyak sekali sisi-sisi manfaatnya, bukan hanya untuk menjaga abrasi pantai yang kita semuanya tahu. Saat ini, bumi, terutama Pantura itu, setiap tahun tanahnya turun. Pekalongan itu mungkin 20 tahun lagi habis, hilang. Kalau di Jakarta, sudah ada daerah yang setiap tahun turun terus, di Marunda, Cilincing," sebut Muhammad Basar, Direktur Filantropi Network Asar Humanity.
"Mudah-mudahan kita tidak mewarisi kerusakan, ya. Sudah dari zaman dulu bahwa kerusakan di dunia, di darat dan sebagainya itu akibat ulah manusia. Makanya kemudian, kita harus menghidupkan kembali bumi kita. Kalau tidak kita, siapa lagi?" tutup Bassar.
4. Proses pembersihan pesisir berlangsung seru. Penanaman mangrove menimbulkan gelak tawa

Segera saja kami mengantre untuk mengambil life jacket dan sepatu bot sebagai prosedur keamanan. Lantas, dengan mengantre, kami menuju dermaga dari kayu bambu. Dua kapal digunakan sehingga kami perlu melompati kapal 1 ke kapal 2 yang berjejer. Setelah semua naik dan mendapatkan posisi duduk yang nyaman, operator kapal menyalakan mesinnya dan kami berlayar. Di satu sudut, mereka mengambil selfie dengan latar kapal dan perairan.
Sepanjang kiri-kanan, kami mendapati beberapa mangrove sudah tumbuh tinggi dan mengakar kuat. Barangkali, mereka-mereka ini juga bermula dari bibit kecil seperti yang akan kutanam nanti. Setelah sekian tahun, mereka tumbuh pesat dan akarnya jadi sarang ikan-ikan hingga udang yang jadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar. Ah, membayangkannya saja, hatiku tersenyum membayangkan kebermanfaatan dari acara ini.
Kupikir, kapal kayu ini akan melaju jauh. Rupanya masih dalam satu garis aliran air saja rutenya. Namun, kami sudah mencapai tepi pantai terluarnya. Kami langsung turun di dermaga, melepas life jacket, dan menerima karung-karung yang akan digunakan untuk mengumpulkan sampah. Ya, agenda pertama kami adalah mengumpulkan sampah terlebih dahulu.
Rombongan mulai menyebar. Satu per satu Paragonian mulai mengambil posisi jongkok, ada pula yang membungkuk. Sampah-sampah berupa daun, plastik, hingga kayu mereka punguti satu per satu. Di satu sisi, ada yang kaget saat melihat hewan laut yang sudah mati ditemukan. Bentuknya unik karena punya ekor sekaku ikan pari dan bertempurung di sisi atas badannya. Aku familier dengan hewan itu, akan tetapi tidak mengerti namanya.
Ketika dicari di Google, namanya Belangkas. Rupanya, Pemerintah Indonesia telah memasukkan tiga spesies belangkas dalam daftar satwa yang dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20 Tahun 2018. Secara tidak langsung, kami jadi belajar hal baru. Kami tahu bahwa ada spesies seperti itu di Indonesia.
Setelah dirasa cukup bersih dari sampah, satu per satu Paragonian mendapat distribusi bibit mangrove. Saat masih di tenda, mereka juga diberikan ties dan lembar berisi nama mereka. Lembaran itu juga berisi harapan agar tumbuhan mangrove bisa tumbuh dan bermanfaat bagi ekosistem bumi.
Paragonian lalu berjalan ke arah air dan membuat barisan berdasarkan batang bambu yang sudah disusun. Setelah mengikuti arahan untuk dokumentasi, satu per satu mulai "berkarya". Mereka mengikat lembar tadi dengan ties ke batang mangrove. Lalu, batang mangrove kembali diikat ke bambu agar tidak terombang-ambing ke lautan lepas. Aku memilih spot di dermaga. Ada ceruk untuk meletakkan bibit. Kutinggalkan bibit dengan namaku di sana.
Terlihat beberapa Paragonian mengabadikan bibit yang tertanam dengan namanya. Harapannya, tumbuhan itu bisa jadi kenang-kenangan. Beberapa tahun kemudian bibit itu menjadi pohon rindang, mereka boleh bahagia dan bangga.
Sebagian lagi penuh gelak tawa. Ada yang terjerembab pasir pantai dan tubuhnya terbenam air hingga ke dada. Ada pula yang meminta temannya difoto oleh kawannya selagi ia ada di sana. Mungkin, setelah momen ini usai, belum tentu ia bisa kembali lagi ke tempat yang sama dan menyaksikan bagaimana bibit miliknya tumbuh.
5. Paragonian tertarik mencoba lagi tahun depan karena momen itu juga mengedukasinya

"Kita jadi tahu kalau di sini tuh banyak sampah-sampah ternyata, ya. Harusnya masyarakat gak membuang sampah sembarangan gitu. Harusnya masyarakat membuang sampah pada tempatnya," kata Ayu Anggriani, salah satu Paragonian saat aku wawancarai.
Ia lantas memberikan komentarnya terhadap momen menanam mangrove tersebut. "Sekarang itu kan lahan hijau itu menyempit. Dengan adanya penanaman ini, jadinya kita bisa membantu menghijaukan bumi. Jadi, gak terlalu panas. Polusi itu kan menyebabkan pencemaran, jadi harus diimbangi dengan penanaman pohon."
Perempuan yang baru bergabung dengan Paragon lima bulan lalu itu, mengaku senang mengikuti gerakan tersebut. Ini adalah momen pertamanya menanam mangrove. Ia merasa teredukasi dan tertarik mengikuti kembali jika ada kesempatan tahun depan.
Matahari makin meninggi di atas kepala. Tak terasa, tengah hari sudah menyapa. Waktunya Paragonian kembali ke tempat semula. Mereka menaiki kapal sebagaimana format awalnya, lalu tiba di dermaga dan bersantap siang dengan menu nasi, ayam kecap, sayur capcay, tahu kuning goreng, dan kerupuk udang. Semua menikmatinya dengan bahagia meski teriknya cuaca di Teluk Naga tidak main-main. Tidak ada yang mengeluh dan menggerutu. Mereka tahu mereka telah berusaha mewujudkan asas kebermanfaatan yang dicetuskan oleh Nurhayati Subakat, yakni memberi dampak positif bagi orang lain.
Aku pun ikut senang. Meski mungkin tak bisa kembali dan tidak tahu apakah bibitku akan tumbuh besar, tapi aku bisa merasakan sehari menjadi Paragonian dan mencoba berbagi kebermanfaatan pada sesama. Tak lama, aku kembali dengan hati riang setelah memperoleh banyak pengalaman berharga.