5 Hikmah Tersembunyi dari Naskah yang Tidak Kunjung Terbit

Kamu sudah menulis dengan sepenyh jiwa raga? Merangkai kata dengan diksi-diksi indah? Tapi saat mengirim karya, apa yang kemudian hadir hanyalah sepi dan sunyi, tanpa ada satupun notifikasi dari editor tersayang?
Tenang, kamu jangan langsung kecewa. Justru di fase seperti itu kamu mendapat hikmah tersembunyi yang menjadikanmu tampil lebih kuat sebagai penulis sejati. Apa sajakah itu? Yuk, mari renungi bersama.
1. Kamu menulis tidak sebatas hanya untuk dibaca

Kalau selama ini kamu menulis hanya untuk mengejar viral, maka ketika karyamu tidak terbit, kamu langsung sadari satu hal. Kalau menulis bukan hanya soal pembaca. Sebab esensi menulis jauh lebih luas dari itu.
Menulis adalah media untuk dirimu. Bagaimana kamu mampu untuk menampung keresahanmu, merapikan pikiranmu, atau bahkan untuk bercerita jujur tentang dirimu. Saat pembaca belum ada, maka yang jadi pembaca pertama adalah dirimu sendiri. Kamu menulis bukan lagi untuk sekedar tampil, tapi untuk menyentuh hatimu sendiri.
2. Kamu belajar untuk sabar dan konsisten

Jadi penulis itu wajib sabar. Jika tidak, maka tiga kerugian bakal mendatangimu. Pertama, karyamu tidak akan pernah kelar. Kedua, naskahmu tidak terbit. Ketiga, kesempatanmu untuk hasilkan cuan tertutup rapat.
Olehnya itu, kamu harus sabar dan tidak tergesa-gesa. Juga menjaga asa konsistensi. Sampaikan pada dirimu, kalau jalan jadi penulis itu butuh tekad yang menyala-nyala. Kalau sekali ditiup langsung padam, mending kamu mundur dengan perlahan.
3. Kamu belajar hargai proses, tidak hanya hasil

Siapa sih yang tidak mau, rebahan seharian tiba-tiba jadi penulis terkenal. Tapi, apakah itu nyata? Tentu tidak, itu hanya mimpi dan khayalan yang rasanya sangat mustahil untuk diwujudkan. Karena jika kamu menginginkan sesuatu, maka berpangku tangan bukan solusi yang tepat, tapi jalur yang sesat.
Dari situlah hikmah mulia meresap di benakmu. Jika ingin artikelmu terbit, maka pantaskan kualitasnya. Ramu ia dengan proses yang panjang nan penuh perjuangan, sampai editor tidak mampu.untuk menolaknya lagi. Kemudian kamu bergumam "akhirnya, tembus juga" dengan senyum merekah terpancar di wajahmu.
4. Kamu belajar untuk melepas kendali

Menulis setiap hari. Bahkan mengirimkan sepuluh artikel setiap hari, itu dalam kendalimu. Kamu bebas menulis sebanyak yang kamu inginkan. Tidak ada yang berhak untuk melarang tindakanmu itu.
Tapi, kamu tidak punya kendali untuk mengatur tim editorial. Artikelmu tayang atau tidak, itu wewenang mereka. Sehingga kamu diharuskan menerima kenyataan kalau kamu tidak dapat memaksakan kehendakmu. Apa yang mesti kamu lakukan adalah tetap tegar, sembari terus berusaha untuk mencoba.
5. Kamu tumbuh jadi lebih kuat

lya tahu, kamu nyaris menyerah. Tapi, satu hal yang harus selalu kamu ingat. Jiwa yang tangguh itu hadir dari penempaan. Terbentuk dari latihan yang berkelanjutan Sampai kemudian lahir insan yang profesional.
Nah, artikelmu yang tidak kunjung terbit itu adalah kuncinya. Jika hari ini kamu mengaku kalah, maka julukan penulis yang melekat padamu sedang kamu pertaruhkan. Tapi kalau kamu terus maju, maka kamu bakal tumbuh menjadi penulis yang kuat, tidak gampang tumbang, dan tampil gagah berani sebagai seorang pemenang.
Kesimpulannya, jangan pernah anggap kalau naskahmu yang tertumpuk di kolom moderasi itu sia-sia. Tengoklah dirimu, hari ini kamu lebih dewasa, lebih matang berpikir, juga lebih tenang. Kini kamu menulis bukan hanya untuk dibaca, tapi kamu sedang menulis untuk jadi sang juara.