5 Insight dari Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati karya Brian Khrisna

Siapa yang sudah baca Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati karya Brian Khrisna? Secara keseluruhan, novel ini bercerita tentang isu kesehatan mental yang dikemas dengan premis menarik. Judulnya saja sudah membuat penasaran, bukan?
Ale, tokoh utama cerita adalah seorang laki-laki berusia 37 tahun yang didiagnosis mengidap depresi dan ingin mengakhiri hidupnya. Namun, sebelum mati, ia ingin menyantap seporsi mie ayam langganannya. Ya, premis ceritanya sesederhana itu, tetapi alur dan makna hidup yang disajikan amat dalam dan menghantam.
Novel ini bukan sekadar tentang mie ayam, tapi sebuah perjalanan berharga seorang penyintas dalam menemukan makna hidupnya. Novel ini berbicara mengenai depresi, krisis eksistensial, dan sebuah perjuangan hidup. Ada banyak insight yang bisa kamu dapat setelah menyantap Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati.
1. Menghargai kebahagiaan dan kebaikan kecil di sekitar

Salah satu pelajaran utama yang dimunculkan dalam novel ini adalah menghargai kebahagiaan maupun kebaikan di sekitar. Sering kali, manusia tidak menyadari akan kebahagiaan dan kebaikan kecil di sekitarnya. Mereka terlalu fokus pada satu titik yang “katanya” menjadi kesuksesan atau keberhasilan terbesar. Karena terlalu fokus, mereka jadi melupakan momen-momen sederhana yang sebenarnya bisa menjadi sumber kekuatan.
Melalui tokoh Ale, Brian Khrisna mengajarkan bahwa kebahagiaan itu tidak melulu tentang pencapaian tinggi, penampilan fisik yang sempurna, atau pengakuan publik, melainkan dari hal-hal sederhana seperti senyum tulus dari orang asing, ucapan terima kasih dari orang asing, sikap tulus orang lain, semangkuk mie ayam yang lezat, atau bahkan dari diri sendiri yang mampu menerima hidup.
2. Belajar menerima hidup dengan segala lika-likunya

“Aku belajar bahwa kunci untuk bertahan hidup bukanlah selalu berpikir positif, tetapi mempunyai kemampuan untuk menerima”. Begitu salah satu kutipan yang ada dalam buku ini. Kisah Ale menyadarkan kita bahwa penerimaan adalah hal yang amat berharga, ia bahkan bisa menjadi kekuatan terbesar untuk bangkit. Menerima dalam konteks ini bukan berarti pasrah, ya, tetapi lebih menekankan pada kesadaran akan realitas yang ada. Hidup itu tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kehidupan selalu punya susah dan senangnya.
Maka, hal yang perlu kita lakukan adalah menerima. Menerima bahwa tidak semua hari berjalan dengan baik, tidak semua rencana berjalan lancar, dan tidak semua orang berlaku baik pada kita. Penerimaan membuka jalan untuk berdamai dengan diri sendiri dan keadaan. Dengan menerima, seseorang akan menjadi lebih tenang dan mampu mencari solusi dengan lebih bijak.
3. Setiap orang membawa luka yang tak terlihat

Pelajaran ini menjadi pelajaran yang ditonjolkan dalam Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati. Melalui pertemuan tokoh Ale dengan berbagai macam karakter, Brian Khrisna membuat pembaca kembali disadari bahwa setiap orang punya kisah perjuangan dan lukanya masing-masing, sebuah luka yang tak terlihat oleh orang lain. Tidak hanya Ale dengan segala masalah hidupnya, tapi orang-orang yang Ale temui pun demikian, punya duka dan kesedihannya tersendiri.
Namun, tak jarang, kita menilai orang lain tanpa mengetahui beban yang tengah mereka pikul. Kita tak tahu bukan perjuangan apa yang telah dilalui oleh seseorang yang tampak sempurna di mata publik, bahkan mereka yang dinilai memiliki privilese sekalipun. Maka, bersikap empati dan berperilaku baik merupakan tindakan penting yang bisa kita lakukan.
4. Pentingnya memberikan apresiasi pada diri sendiri

Melalui cerita dari tokoh Ale, pembaca kembali disadari akan pentingnya memberikan apresiasi pada diri sendiri. Sering kali, kita terlalu sibuk berjuang dan bekerja keras, bukan. Sering kali, kita lupa istirahat. Tokoh Ale mengajak pembaca untuk tidak memaksakan melangkah jika kakimu sudah lelah. Sekali-kali, pergilah keluar. Kamu perlu menghargai pencapaian dalam hidupmu, sekecil apa pun itu. Tokoh Ale juga mengingatkan bahwa apresiasi tidak hanya datang dari orang lain karena yang terpenting adalah dari dirimu sendiri.
Ingat, merawat diri itu tidak kalah pentingnya dari membangun hubungan baik dengan orang lain. Bahkan, merawat diri itu merupakan suatu kewajiban. Membaca novel ini seperti sedang melakukan obrolan hangat dengan seorang kawan yang di suatu waktu mengatakan, “Gak apa-apa kok buat ngerasa sedih dan capek. Kamu udah melakukannya dengan baik. Sekarang, istirahat dulu aja, ya.”
5. Pentingnya dukungan dan lingkungan yang positif

Insight terakhir adalah pentingnya dukungan dan lingkungan yang positif. Brian Khrisna menggambarkan tokoh Ale sebagai seorang laki-laki yang tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak suportif. Ia juga menjadi korban dari perundungan yang dilakukan oleh lingkungan sosialnya. Kondisi inilah yang memunculkan dan memperparah depresinya.
Melalui cerita Ale, Brian Khrisna seakan mengatakan secara tidak langsung pada pembaca bahwa membangun lingkungan yang positif dan suportif itu penting. Perjalanan kisah Ale membuat kita kembali disadarkan bahwa relasi positif bisa menjadi penyelamat seseorang di masa-masa sulit. Dukungan sosial yang tulus itu punya kekuatan tak terkira dalam memanusiakan manusia dan memberikan alasan kepada seseorang untuk tetap berjuang.
Buat kamu yang belum baca bukunya, apakah tertarik untuk membaca? Pada intinya, kisah Aleh dan seporsi mie ayamnya bukan sekadar cerita fiksi tentang depresi, tapi pengingat diri sendiri tentang makna hidup. Kalau hari-hari kamu terasa berat, ingat pesan Brian Khrisna, “Kadang, yang kita cari bukan hidup yang besar, tapi alasan kecil untuk tetap hidup.”