5 Kenyataan Hidup Ini Wajib Kamu Jalani Jika Kuliah di Fakultas Kedokteran

Sudah menjadi "rahasia umum" kalau kuliah di fakultas kedokteran merupakan impian sebagian besar putra-putri Indonesia. Nah, bagi kamu yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan menjadikan jurusan kedokteran sebagai pilihan pertama, maka 5 realitas tentang jurusan ini harus kamu ketahui terlebih dahulu sebagai bahan pertimbangan untuk melangkah ke jenjang selanjutnya. Check it out.
1. Wajib mengikuti pendidikan yang lama

Kalau kamu ke rumah sakit pasti pernah terpesona melihat titel-titel yang berderet rapi pada jas putih seorang dokter, misalnya: Sp.OG, Sp.A, Sp.B, Sp.M, atau Sp.KK. But, jangan bayangkan bahwa semua titel-titel spesialis itu diperoleh dalam jangka waktu ±4 tahun sebagaimana halnya jenjang pendidikan S1.
Kuliah dalam jangka waktu tersebut hanyalah tahap awal untuk meraih gelar sarjana kedokteran (S Ked.). Setelah itu kamu harus mengikuti pendidikan profesi dokter umum (koass) minimal 2 tahun, Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI), Internship, yaitu praktik di rumah sakit dan puskesmas selama satu tahun, Pegawai Tidak Tetap (PTT) selama 1-2 tahun, dan barulah persiapkan diri mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
So, butuh waktu sekitar 10 tahun atau lebih dari itu hingga menjadi seorang dokter spesialis. Hmm, apakah kamu tertarik?
2. Wajib membayar biaya pendidikan yang cukup mahal

Kalau kamu bisa lulus di fakultas kedokteran melalui jalur SNMPTN itu memang rezeki yang tak bisa dielakkan karena pastinya terdapat dana bantuan operasional dari pemerintah kepada PTN yang ada di seluruh Indonesia. Hal tersebut membuat kamu bisa memeroleh pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang relatif lebih terjangkau.
Namun, di sisi lain kamu harus tahu bahwa biaya untuk membeli buku-buku kedokteran sama saja mahalnya, baik itu di PTN ataupun PTS. Nah, beberapa contoh buku wajib yang harus kamu miliki ketika sudah resmi menjadi mahasiswa kedokteran, yaitu 3 buku ilmu penyakit dalam & buku “Sobotta” (Atlas Anatomi Tubuh Manusia) yang harganya ±1.5 juta/buku.
Luar biasa, ya!
3. Wajib kuat mental menghadapi dokter senior atau dosen pembimbing

Kamu harus tahu bahwa menjadi co-ass bukanlah menjadi dokter mandiri karena semua yang dilakukannya harus berada di bawah bimbingan dokter-dokter senior. Jika kamu melakukan hal yang kurang tepat dalam fase tersebut, maka teguran dari mereka bisa menjadi shock terapy bagimu.
Di sisi lain, kalau kamu melakukan hal benar, maka kamu pun akan mendapatkan apresiasi. Keduanya merupakan proses yang harus kamu jalani untuk menjadi dokter yang profesional di masa yang akan datang.
So, Jika kamu sendiri tidak sanggup menerima masukan dan kritikan dari orang-orang yang bisa dikatakan seprofesi denganmu, mana mungkin kamu bisa lebih sabar dan santun menghadapi pasien dengan latar belakang sosial-ekonomi yang berbeda-beda. Setuju?
4. Wajib kuat fisik & mental saat menangani pasien

Setiap dokter pasti sepakat bahwa masa-masa co-ass atau dokter muda merupakan momen yang paling berkesan dalam perjalanan karir mereka. Terdapat “stase” atau bagian yang harus dilalui seorang dokter muda, misalnya: stase obgyn/kandungan, stase mata, THT, stase penyakit dalam, ilmu bedah, kulit & kelamin, dan stase radiologi.
Stase obgyn merupakan salah satu bagian yang memiliki tantangan tersendiri karena benar-benar menguras tenaga dan pikiran. Bisa jadi saat kamu sedang menikmati makan malammu, tiba-tiba Sang Ibu sudah waktunya untuk melahirkan bayinya. Kamu harus meninggalkan semua itu dan tidak boleh memperlihatkan rasa jijik saat melihat darah atau organ tubuh pasien. Pagi harinya kamu harus kembali ke poliklinik, bangsal, kamar bersalin, atau mengikuti operasi hingga sore hari.
Apakah kamu sanggup?
5. Wajib mengorbankan waktu dengan keluarga

Setelah membaca poin satu sampai empat, sekarang kamu pasti sudah cukup memahami bahwa sekolah kedokteran memiliki banyak ujian dan rintangan mulai dari proses pendidikan hingga praktiknya. Kamu harus selalu siap 24 jam untuk menerima tanggung jawab terhadap pasien. Nah, otomatis waktu dengan orang-orang terdekat atau keluargamu harus kamu tempatkan di urutan kedua. Tapi kamu tidak perlu khawatir dengan semua konsekuensi itu selama niat awal kamu masuk fakultas kedokteran ialah mendedikasikan hidupmu untuk kemanusiaan, bukan hanya karena gengsi semata.
Kalau kamu berminat kuliah di fakultas kedokteran, pastikan sudah siap menghadapi 5 hal tersebut ya! Semangat, karena masih ada banyak tantangan seru selama masa kuliah sampai jadi dokter kelak!