Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ciri-Ciri Haji Mardud yang Wajib Diketahui Umat Muslim

Suasana jamaah ibadah haji memadati Masjid Nabawi (pixabay.com/Dinar Aulia)

Setiap jemaah haji tentunya mendambakan gelar sebagai haji yang mabrur. Haji mabrur merupakan istilah untuk haji yang diterima oleh Allah SWT, di mana setiap langkah dan amalan yang dilakukan selama perjalanan haji didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas. Harapannya, setelah menyelesaikan ibadah haji, seseorang dapat meraih keberkahan dalam kehidupan sehari-hari serta memperoleh pengampunan atas dosa-dosanya. Haji mabrur juga mencerminkan perubahan spiritual, di mana jemaah haji menjadi lebih dekat dengan Allah SWT dan lebih peduli terhadap sesama.

Namun, di balik harapan untuk mendapatkan gelar haji mabrur, perlu juga diwaspadai adanya haji mardud. Haji mardud adalah kebalikan dari haji mabrur, di mana ibadah haji yang dilakukan bisa saja tidak diterima oleh Allah SWT karena ada alasan tertentu. Misalnya, jemaah haji melaksanakannya dengan niat yang tidak ikhlas atau dengan sengaja melanggar rukun dan syarat haji yang telah ditetapkan. Bagi seorang Muslim, mendapatkan status haji mardud tentu menggugurkan esensi dari pelaksanaan ibadah haji secara keseluruhan. Lantas, apa saja ciri-ciri haji mardud yang apabila dilakukan dapat menyebabkan ibadah hajinya ditolak oleh Allah SWT? Simak penjelasan lebih lanjut melalui artikel berikut ini!

1. Tidak didasari dengan niat yang tulus dan mengharap ridha Allah SWT

ilustrasi jamaah haji (pixabay.com/Dinar Aulia)

Menurut BPKH, KH Ahmad Chodri Romli dalam bukunya Ensiklopedi Haji dan Umrah menjelaskan bahwa ada empat tanda seseorang mendapatkan haji mardud yang bisa menyebabkan ibadah hajinya ditolak oleh Allah SWT. Yang pertama adalah ibadah haji tersebut tidak didasari dengan niat yang tulus dan tidak mengharapkan ridha Allah SWT. Niat merupakan aspek fundamental yang diperlukan untuk menjalankan seluruh rangkaian ibadah karena niat adalah landasan yang menentukan apakah ibadah tersebut diterima oleh Allah SWT atau tidak.

Tanpa niat yang ikhlas, ibadah haji kehilangan esensi spiritualnya dan berubah hanya karena menggugurkan kewajiban yang tercantum dalam rukun Islam. Misalnya, jika seseorang melakukan haji hanya untuk mendapatkan gelar sosial, pujian, atau keuntungan materi, maka niatnya sudah tercemar oleh motif-motif duniawi. Allah SWT menilai ibadah bukan hanya dari pelaksanaannya, tetapi dari niat di balik tindakan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim yang hendak berhaji untuk memastikan niat mereka murni dan hanya mengharap ridha Allah SWT.

2. Bekal ibadah haji kurang bersih dari perkara haram

ilustrasi jemaah haji berkeliling mengitari Ka'bah (unsplash.com/ibrahim uz)

Tanda kedua yang perlu kamu ketahui apabila tidak ingin mendapatkan haji mardud adalah adanya kemungkinan perbekalan haji mengandung perkara yang haram. Bisa dari cara membayar biaya haji menggunakan uang hasil riba, korupsi, atau pendapatan tidak halal lainnya. Keberangkatan dengan perbekalan yang haram akan merusak keberkahan dan kesucian ibadah haji, sehingga dapat membuat hajinya tidak diterima oleh Allah SWT. 
 
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadisnya:

Ketika orang haji dengan nafkah haram keluar, kemudian berseru: Aku datang memenuhi panggilan-Mu, maka datanglah jawaban dari langit: Tidak, engkau tidak memenuhi panggilan, perbekalanmu haram, nafkahmu haram, hajimu penuh dosa, tidak berpahala.” 

Kemudian dalam sabda lainnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam muslim, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Tidak ada talbiyah bagimu dan tidak ada pula keberuntungan atasmu karena makananmu haram, pakaianmu haram dan hajimu ditolak.”

Oleh karena itu, memastikan bahwa seluruh perbekalan lahir dan batin serta sumber dana yang digunakan berasal dari sumber yang halal dan bersih sangatlah penting. Hal ini perlu diketahui oleh seluruh jemaah haji guna meminimalisasi haji mardud.

3. Mengabaikan rukun haji dan kesalahan dalam menjalankan manasik haji

ilustrasi manasik haji (pixabay.com/Afif Ramdhasuma)

Setiap jemaah haji yang akan melaksanakan ibadah haji ke tanah suci tentunya perlu mendapatkan bimbingan agar ibadah hajinya sempurna sesuai rukunnya. Salah satunya dengan cara mengikuti manasik haji. Manasik haji adalah kegiatan pembinaan dan pelatihan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji yang benar sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Melalui manasik haji, jemaah dapat belajar tentang rukun dan wajib haji, tata cara pelaksanaan thawaf, sa'i, wukuf di Arafah, hingga prosesi lempar jumrah. Selain itu, manasik haji juga memberikan informasi mengenai persiapan fisik, mental, dan logistik yang diperlukan, serta bagaimana menjaga kesehatan selama menjalankan rangkaian ibadah haji.

Namun, jika seseorang dengan sengaja mengabaikan dan melakukan kesalahan dalam proses bimbingan atau manasik, baik karena ketidaktahuan atau kelalaian, tentu dapat mempengaruhi sah atau tidaknya haji tersebut. Pelaksanaan yang asal-asalan dan tidak sesuai sunnah Rasulullah SAW dapat menyebabkan hajinya tidak diterima. Oleh karena itu, penting bagi setiap calon jemaah haji untuk mengambil manfaat dari pembelajaran manasik haji yang dipimpin oleh para Muthawwif atau ahli haji yang berpengalaman. Dengan mengikuti manasik haji secara aktif dan sungguh-sungguh, jemaah dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji, serta memperoleh arahan dan nasihat yang berharga untuk menjalankan ibadah dengan baik dan sesuai dengan syariat Islam sehingga menghindari haji mardud.

4. Selama pelaksanaan ibadah haji masih membawa kebiasaan yang mendatangkan maksiat

Ilustrasi ibadah haji (pexels.com/Muhammad Khawar Nazir)

Boleh jadi seluruh rangkaian ibadah haji sudah kamu lakukan dengan baik. Namun, kamu mungkin masih membawa kebiasaan yang justru mendatangkan maksiat baik selama melaksanakan ibadah ataupun pasca ibadah haji. Misalnya, berperilaku tidak sopan, seperti berbicara kasar atau bergosip; perilaku tidak jujur, seperti berbohong atau menipu dalam transaksi; atau bahkan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, seperti meninggalkan salat, mengonsumsi makanan yang haram, atau terlibat dalam perbuatan tidak bermoral. Ini menunjukkan bahwa meskipun secara fisik telah menyelesaikan ibadah haji, namun jiwa dan akhlak masih belum sepenuhnya bersih dari dosa-dosa tersebut. Dengan demikian, perilaku tersebut bisa saja menjadi indikasi bahwa haji yang kamu lakukan ditolak oleh Allah SWT. 

Dalam Surat Al Baqarah ayat 197, Allah berfirman:

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

al-ḫajju asy-hurum ma‘lûmât, fa man faradla fîhinnal-ḫajja fa lâ rafatsa wa lâ fusûqa wa lâ jidâla fil-ḫajj, wa mâ taf‘alû min khairiy ya‘lam-hullâh, wa tazawwadû fa inna khairaz-zâdit-taqwâ wattaqûni yâ ulil-albâb

Artinya: (Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafas, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.

Melansir NU Online, disarankan agar siapa pun yang melakukan ibadah haji pada bulan-bulan tersebut, harus menghindari perkataan atau perilaku yang kotor, termasuk ucapan yang membangkitkan nafsu, tindakan yang tidak pantas, atau hubungan seksual. Selain itu, mereka juga diminta untuk menjauhi dosa dan konflik, meskipun itu bukan pertengkaran besar. Allah mengetahui segala amal baik yang dilakukan seseorang, karena Dia Maha Mengetahui yang tersembunyi. Allah senantiasa waspada, tidak pernah tidur, dan mengawasi segala yang terjadi di langit dan di bumi. Para jemaah juga disarankan untuk membawa persediaan fisik, termasuk makanan, tempat tinggal, dan transportasi selama berada di Tanah Suci, serta bekal iman dan ketakwaan untuk keperluan rohani. Karena yang terbaik adalah memiliki ketakwaan, yaitu taat pada perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Mereka juga diingatkan untuk bertakwa kepada Allah, sebagai orang-orang yang berakal, agar mereka menjadi manusia yang sempurna baik secara lahir maupun batin.

Setelah mengetahui ciri-ciri haji mardud, jemaah haji diharapkan untuk selalu memperbaiki niat dan memastikan setiap langkah dalam ibadah haji dilakukan sesuai dengan aturan, rukun, dan syarat wajib haji. Tujuan utama dalam melaksanakan ibadah haji semata-mata adalah mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya, bukan untuk memperoleh pujian atau status sosial di mata manusia. Semoga dengan mengenali tanda-tanda haji mardud, kita semua dijauhkan dari hal-hal yang menggagalkan seluruh pelaksanaan ibadah haji. Dengan begitu, titel haji mabrur yang selama ini kita dambakan segera lekas terwujud. Aamiin. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Delvia Y Oktaviani
Merry Wulan
Delvia Y Oktaviani
EditorDelvia Y Oktaviani
Follow Us