Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[MADING] Menaruh Harapan di Tanah yang Hampir Lupa Bernapas

Menaruh Harapan di Tanah yang Hampir Lupa Bernapas
Menaruh Harapan di Tanah yang Hampir Lupa Bernapas

Halo semua! Salam hangat dari kami, Tim Weharima SMK Negeri 62 Jakarta. Selamat datang di mading digital kami! Bumi bukan sekadar tempat tinggal, ia adalah rumah yang kini mulai sesak napas. Tanah yang dulu subur kini kering, udara segar perlahan menghilang.

Kami percaya harapan masih bisa tumbuh, dimulai dari langkah kecil seperti memilah sampah, mengurangi limbah, dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Melalui komunitas pengelolaan sampah di sekolah kami, STC (Save The Children) kami belajar bahwa merawat bumi bukan tugas segelintir orang, tapi tanggung jawab bersama.

Setiap botol plastik yang kamu pisahkan, setiap kertas yang kamu daur ulang, adalah benih kecil yang kita tanam bersama, benih yang akan tumbuh menjadi masa depan yang lebih hijau dan layak huni. Mari kita rawat bumi seperti kita merawat rumah sendiri, karena tanpa bumi yang sehat, tak ada rumah yang bisa kita tinggali.

TIM PEMBUAT REDAKSI

· Guru pendamping: Reni Ika Siwi

· Penulis: Zaskia Roikhatul J, Malisa Sappanah

· Desainer visual: Rochsar Aliyyah P, Nihayatuz Zakiati A, Malisa Sappanah

· Foto & Videografer: Zaskia Roikhatul J, Rochsar Aliyyah P, Nihayatuz Zakiati A, Malisa Sappanah

Karya ini dibuat untuk keperluan kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa proses penyuntingan dari redaksi IDN Times.

Esai: Latar Belakang

Dari Tangan Muda, Lahir Perubahan Besar untuk Bumi
Dari Tangan Muda, Lahir Perubahan Besar untuk Bumi

Awalnya plastik tidak lahir sebagai musuh. Plastik datang dengan wajah penyelamat, saat dimana masyarakat membutuhkan bahan baru yang bisa menggantikan pemakaian berlebih terhadap sumber daya alam seperti kayu, logam, atau kertas, sementara kebutuhan terus bertambah. Maka muncullah plastik, ringan, lentur, murah, seolah menjanjikan keabadian tanpa harus terus menguras bumi.

Kala itu, plastik dianggap sebagai material ajaib, simbol kemajuan yang bisa memudahkan hidup sekaligus menjaga alam. Namun, waktu berkata lain. Dari janji yang begitu indah, plastik berubah menjadi cerita getir, menjadi sulit terurai, menumpuk jadi sampah, dan diam-diam melukai bumi yang dulu hendak ia selamatkan.

Edukasi kerap dipandang hanya sebagai teori, sekadar kata-kata yang diam di atas kertas. Namun sesungguhnya, dari benih edukasi tumbuhlah kesadaran, dan dari kesadaran lahirlah gerakan yang mengguncang dunia. Banyak perubahan besar berawal dari sesuatu yang tampak sederhana, seberkas pemahaman yang membuka mata, lalu menjelma menjadi langkah-langkah yang mengubah nyata. Sering banget orang bilang,

“Ah, cuma teori. Nggak bakal ngaruh ke kehidupan nyata.”

Padahal justru dari pengetahuan kecil itulah lahir perubahan besar. Edukasi lingkungan nggak melulu tentang hafalan di kelas, tapi soal membangun kesadaran. Saat kita ngerti bagaimana plastik sekali pakai bisa bertahan ratusan tahun, atau gimana pembakaran bahan bakar fosil bikin suhu bumi naik, kita jadi mikir dua kali sebelum asal buang sampah atau boros listrik. Sekarang, edukasi bisa datang dari mana saja. Nggak cuma melalui buku dan guru, tapi juga YouTube, TikTok, sampai thread panjang di X.

Misalnya seperti, Boyan Slat menyelam di laut Yunani dan mendapati kenyataan pahit, melihat plastik lebih banyak dari ikan. Dari luka itu lahirlah komunitas The Ocean Cleanup (2013), sebuah mimpi besar mengembalikan biru laut. Dengan jaring pasif dan mesin Interceptor yang menjaga sungai, mereka menantang arus sampah menuju samudra. Hingga Agustus 2025, hampir setengah juta kilogram plastik telah berhasil disingkirkan dari Great Pacific Garbage Patch, sebuah tanda bahwa harapan bisa menjernihkan dunia.

Selain itu, Boyan juga sering berbicara di forum internasional, konferensi, hingga TEDx Talk untuk menginspirasi anak muda bahwa inovasi bisa lahir dari keprihatinan sederhana. Jadi, perannya bukan hanya sebagai penemu teknologi, tapi juga pendidik global yang menyalakan semangat bahwa generasi muda mampu mengubah arah masa depan. Edukasi ini sifatnya menular, satu orang yang sadar bisa menginspirasi banyak orang lain.

Teknologi sebagai wadah untuk menuangkan aspirasi

Inovasi lahir dari kreativitas muda yang tak pernah padam. Edukasi membuka mata, teknologi memberi jalan. Dari sensor udara buatan pelajar, panel surya murah karya mahasiswa, hingga aplikasi pelacak karbon ciptaan tim muda, semua bukti bahwa imajinasi bisa menjelma aksi.

Dari teknologi dan edukasi inilah bisa menjadi sebuah inovasi yang dapat mempengaruhi ekosistem lingkungan, salah satunya Inovasi Soundscaping, merupakan riset yang telah dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences menyebutkan, menyiarkan kembali rekaman suara ekosistem sehat di area yang rusak bisa mempercepat datangnya kembali fauna. 

Tidak berhenti di situ, sebuah artikel di Worldcrunch menyoroti eksperimen unik yang merupakan suara putih frekuensi tinggi yang dapat merangsang aktivitas mikroba tanah. Mikroba inilah yang membantu memperbaiki struktur tanah, menyediakan nutrisi, dan memfasilitasi pertumbuhan tanaman.

Bayangkan, sebuah speaker bertenaga surya diletakkan di lahan kritis. Dari sana terdengar kicau burung dan dengung lebah. Dalam waktu tertentu, serangga penyerbuk datang, hewan kembali beraktivitas, dan tanah perlahan subur kembali.

Pendekatan ini disebut forest soundscaping. Memang masih dalam tahap eksperimen, tetapi potensinya besar. Jika terbukti efektif, kita bisa menggunakannya sebagai pendamping reboisasi dan bukan hanya menanam pohon, tapi juga mengembalikan suara kehidupan agar ekosistem pulih lebih cepat. Alam ternyata tidak hanya butuh bibit dan air, tapi juga butuh irama yang membangunkannya. Suara menjadi doa yang membisikkan kehidupan baru bagi tanaman yang kian surut.

Ketika edukasi dan teknologi berpadu

Wacana berubah jadi kebiasaan, kepedulian jadi gaya hidup. Anak muda bukan sekadar pewaris bumi, tapi arsiteknya. Rumah ini bumi, akan rusak atau nyaman, semua bergantung pada pilihan kita. Mulailah dari yang sederhana seperti membawa botol sendiri, mengurangi plastik, mendukung inovasi hijau, hingga menyebarkan pengetahuan yang menyalakan perubahan.

Pada akhirnya, menyelamatkan bumi bukan cuma tugas ilmuwan atau pemerintah. Ini tanggung jawab kita semua. Dan justru karena kita muda, energi kita tidak terbatas, kreativitas anak muda itu liar, dan keberanian kita tidak gampang patah. Saatnya membuktikan bahwa kepedulian bukan cuma slogan, tapi langkah nyata.

Esai: Kesimpulan

Generasi Muda Arsitek Masa Depan Bumi
Generasi Muda Arsitek Masa Depan Bumi

Generasi muda bukan sekadar saksi dari keadaan darurat bumi, melainkan penentu arah masa depan. Edukasi memberi kita kesadaran untuk memahami masalah, sementara teknologi membuka peluang untuk melahirkan solusi nyata. Ketika pengetahuan dan inovasi berjalan beriringan, kita mampu mengubah kepedulian menjadi kekuatan yang menggerakkan banyak orang. Setiap langkah kecil, seperti mengurangi plastik, berbagi informasi dari mulut ke mulut maupun melalui media sosial yang sehari-hari digunakan, atau menciptakan ilmu terapan ramah lingkungan, merupakan batu pijakan menuju perubahan besar. Masa depan bumi bukan warisan semata, tetapi hasil karya yang ada berkat usaha yang kita lakukan mulai hari ini sampai kapanpun. Inilah saatnya membuktikan:

"Antusiasme muda, kreativitas jiwa, dan keberanian bertindak bisa menyelamatkan bumi dari berbagai ancaman."

Infografik

Gelorakan Bumi
Gelorakan Bumi

Udara yang semakin kotor, sungai penuh sampah plastik, dan banjir yang datang silih berganti adalah kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Di tengah tantangan ini, generasi muda memegang peran penting sebagai agen perubahan. Dengan edukasi yang membangun kesadaran dan teknologi yang mempercepat aksi, ide sederhana dapat tumbuh menjadi solusi nyata dan berkelanjutan. Sudah saatnya anak muda bergerak sekarang, bukan nanti, untuk menyelamatkan bumi yang menjadi rumah kita bersama.

Rubrik Diskusi: Infografik Pertamina

Perta SMKN 62 Jakarta
Perta SMKN 62 Jakarta

Indonesia berada di persimpangan penting menuju masa depan energi bersih. Di tengah meningkatnya kebutuhan energi dan tekanan global untuk menekan emisi karbon, Pertamina mengambil langkah konkret untuk menjawab tantangan tersebut. Dari produksi biodiesel B35 yang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, pengembangan panas bumi sebagai sumber listrik ramah lingkungan, hingga modernisasi kilang untuk memangkas emisi karbon, upaya transformasi energi ini terus bergerak maju.

Tidak berhenti di sektor teknologi, Pertamina juga mendorong gerakan penghijauan, melindungi ekosistem laut, dan mengajak generasi muda berinovasi lewat kompetisi energi hijau. Semua langkah ini dirangkai untuk membangun fondasi ekonomi rendah karbon dan memastikan keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang.

Foto Bercerita

Weharima Roots & Routes
Weharima Roots & Routes

Penyusunan materi diawali dengan merancang kerangka serta alur pembahasan agar tujuan pembelajaran lebih terarah. Selanjutnya dilakukan riset mendalam untuk memperoleh informasi yang valid dan relevan sebagai dasar penyusunan isi. Dari hasil riset tersebut, materi kemudian ditulis dengan bahasa yang runtut dan mudah dipahami, sebelum diperkaya dengan tampilan visual berupa gambar, ilustrasi, maupun infografik agar lebih menarik. Pada tahap akhir, seluruh hasil kerja direvisi dan dikonfirmasi bersama guru pembimbing untuk memastikan kesesuaian isi, kelengkapan, serta ketepatan penyajiannya.

Aksi Nyata

Di sekolah kami, kepedulian pada lingkungan bukan sekadar wacana. Setiap hari, ada langkah kecil yang kami lakukan bersama. Melalui program STC (Save The Children), kami membiasakan diri menguraikan sampah plastik dan kertas setiap kali pulang sekolah, agar tak menumpuk sia-sia.

Setiap bulan, kami juga membawa bibit tanaman dari rumah untuk menghijaukan halaman sekolah, lalu merawatnya dengan menyiram setiap waktu istirahat. Tak berhenti di situ, kami menjalankan program “Tersenyum” atau Terima Sedekah Minyak Jelantah Untuk Mereka. Lewat program ini, warga sekolah diajak menyumbangkan minyak jelantah yang biasanya hanya jadi limbah. Minyak itu lalu dikumpulkan kembali untuk diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti biodiesel atau sabun, sehingga tidak lagi mencemari tanah dan air, melainkan memberi kehidupan baru bagi lingkungan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diana Hasna
EditorDiana Hasna
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Kebiasaan Sederhana yang Diam-Diam Membentuk Aura Cewek Keren

11 Sep 2025, 08:16 WIBLife