Made Kaysha Mauri Ayudya
Ni Kadek Dewi Citra Lestari
[MADING] Ekspedisi Madyapadma, Merajut Jejak Alam

Hi, Eco Warriors!
Kami dari tim Laskar Madyapadma dari SMA Negeri 3 Denpasar mempersembahkan sebuah karya mading kami tentang gerakan hijau dan langkah kecil Ekspedisi Madyapadma menjelajahi lingkungan Bali.
Sadarkah kamu? Bumi kita sedang butuh pahlawan. Seseorang yang siap berdiri di garis terdepan menjaga lingkungan. Kali ini kita akan mengikuti langkah Madyapadma menjelajahi alam dan menemukan makna kehidupan dalam jejak Ekspedisi Madyapadma.
Dalam ekspedisi demi ekspedisi, mereka menembus kabut, menanam mangrove, mengayuh sepeda ratusan kilometer, hingga merajut kisah alam Bali dalam riset, film, dan tulisan.
Mading ini hadir sebagai panggung bagi jejak Madyapadma. Sebuah kisah tentang menjaga alam yang bukan sekadar perjalanan, tapi perlawanan. Bukan sekadar laporan, tapi seruan. Bukan sekadar dokumentasi, tapi aksi nyata menjaga bumi.
“Tindakan kecil, jika dilakukan oleh jutaan orang, dapat mengubah dunia.” – Howard Zinn
Jadi, bayangkan, setiap orang di bumi ini melakukan hal yang sama selayaknya Madyapadma. Tak hanya Bali, dunia pun jadi tempat yang lebih indah.
Kini, Madyapadma mengajak kalian memulai dari hal kecil, dengan hati besar. Karena bumi hanya bisa diselamatkan jika kita bergerak bersama.
Tim redaksi kami terdiri dari :
Guru pendamping : I Wajan Ananta Widjaja
Penulis:
Desainer visual:
Ni M. Wangi Svari Gayatri
Ni Kadek Dewi Citra Lestari
Fotografer:
Ni M. Wangi Svari Gayatri
Saidah Rossalia Febryanti
Videografer
Saidah Rossalia Febryanti
Karya ini dibuat untuk keperluan kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa proses penyuntingan dari redaksi IDN Times.
Esai : Latar Belakang

Banyak pelancong kagum dengan segala-galanya tentang Bali. Jutaan orang kini bolak-balik Bali setiap tahunnya. Mereka ingin tau, ingin mengurai apa yang membuat Bali tak bisa dilupakan. Mungkin sebab orang Bali itu ramah dengan wisatawan, mereka pandai memanusiakan manusia. Boleh jadi keberadaan lanskap alam yang memanjakan mata sukses menjadi magnet. Barangkali kentalnya budaya serta adat istiadat yang menjadi bagian hidup orang Bali. Harmoni hidup orang Bali yang memikat didasarkan pada satu konsep, falsafah kuno Tri Hita Karana.
Pada dasarnya, Tri Hita Karana adalah napas orang Bali. Aspek keseimbangan yang perlu dijaga selayaknya manusia menjaga dirinya. Dituliskan bahwa Tri Hita Karana memuat: Parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan antar sesama manusia), serta Palemahan (hubungan manusia dengan alam). Konsep ini berlaku pada setiap jejak kehidupan manusia Bali. Berkelindan secara natural, misalnya dalam berbagai upacara adat yang ada.
Setiap upacara adat Bali dilakukan untuk memuja dan memohon restu kepada Tuhan. Dalam prosesnya, upacara adat tak bisa dilakukan sendiri, orang Bali akan berkumpul, bekerja sama, dan ngayah (kerja sukarela atau pengabdian tanpa pamrih). Kemudian, orang Bali yang selalu hidup berdampingan dengan alam pun tak lupa mengambil bagiannya. Janur, bunga, dan buah tak pernah absen menghias banten-banten (sesaji) upacara.
Tetapi, orang Bali juga mudah lupa. Mungkin karena kadung menganggap upacara adat bersifat suci, residu yang ditinggalkan berupa sampah-sampah upakara menggunung dalam diam. Entah enggan atau tak sudi. Padahal, semakin ke sini, pernak-pernik banten tak sepenuhnya lagi berasal dari alam. Semat diganti staples berbahan metal hingga bunga sintetis dari plastik. Jauh dari konsep berdampingan dengan alam. Kini sampah upakara menjamur, tapi jarang kali menggelitik orang Bali. Seperti sekadar tahu Tri Hita Karana, tahu konsep palemahan. Tetapi, implementasinya masih jauh dari abai.
Mungkin hari ini kita masih bisa bernapas lega, sebab tak semua orang Bali begitu. Bersikap sekadar saja, menyerahkan nasib sepenuhnya pada karma dan takdir. Padahal menyelamatkan alam hanya butuh keinginan, bukan sikap pasrah. Lewat sesuatu yang kecil dan menyenangkan. Lewat sekumpulan anak muda yang punya hobi menjelajah. Lewat suatu taman bermain. Lewat Madyapadma Journalistic Park. Ekstrakurikuler jurnalistik di SMA Negeri 3 Denpasar.
Memangnya apa yang spesial dari sekumpulan jurnalis muda ini? Mereka melakukan segalanya. Berkumpul di ruang kreatif yang diberi nama Ruang Prajna Paramitha (RPP), tempat di mana ide-ide gila terbentuk dan terwujud. Madyapadma itu ekstrakurikuler jurnalistik, maka lewat jurnalistik juga Madyapadma punya jejak dalam ranah lingkungan. Melalui aksi jurnalisme lingkungan, Madyapadma tumbuh dan bergerak. Tapi arah tumbuh itu tak hanya terbatas pada tulisan. Ada banyak cara yang dilakukan. Misalnya lewat dunia audiovisual, lewat film, lewat radio, lewat TV. Atau lewat dunia yang sedang bertumbuh dengan cepat akhir-akhir ini, dunia riset. Kalau berbicara riset untuk lingkungan, Madyapadma punya jejak yang panjang. Berdasarkan data dari Desk HI & HKI Rumpun Technopreneur Madyapadma, telah terdaftar 69 Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari berbagai penelitian lingkungan milik Madyapadma.
Mereka punya hobi menjelajah yang tak hanya sekadar label. Mereka benar-benar menjelajah Pulau Bali lewat kegiatan rutin bernama Ekspedisi. Tetapi, Ekspedisi bukan sekadar jalan-jalan. Lewat ekspedisi, Madyapadma melakukan eksplorasi, riset, jurnalisme, liputan TV, liputan radio, film, penulisan buku, bakti sosial, bersepeda, ziarah, hingga mengamati bintang. Seluruhnya merupakan bentuk penerapan berbagai disiplin ilmu yang dipelajari selama mengikuti ekstrakurikuler jurnalisme.
Jejak Ekspedisi Madyapadma bermula lebih dari dua dekade lalu, tepatnya tahun 2003. Ekspedisi pertama diberi nama “Menembus Kabut Asah Panji”, dengan demikian mereka mengeksplor Desa Asah Panji dan kawasan Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng. Langkah pertama ini memulai seri ekspedisi di tahun-tahun berikutnya. Sejak itu, ekspedisi menjadi acara yang dinanti setiap tahunnya.
Ekspedisi demi ekspedisi bagai secarik catatan perjalanan tentang Bali. Berbaur dalam semangat jurnalistik, kepedulian lingkungan, dan gelora anak muda. Setiap langkah mereka adalah upaya untuk membaca isyarat alam. Menemukan yang tersembunyi dibalik keindahan alam, menelanjangi luka alam Bali. Erosi pantai, hutan mangrove yang tercemar, ancaman tsunami di pesisir selatan, hingga krisis sosial-ekonomi masyarakat pesisir.
Tak pulang dengan tangan kosong, Madyapadma datang dengan upaya. Upaya kecil dari anak muda dengan semangat yang besar. Misalnya pada “Ekspedisi Mangrove Suwung”, Madyapadma tak hanya meneliti kondisi hutan mangrove yang tercemar, tetapi juga menanam bibit sebagai bentuk pemulihan kecil. “Ekspedisi Teluk Benoa” bahkan melahirkan penelitian ilmiah tentang fitoplankton yang kemudian menembus panggung penelitian internasional, membawa nama Bali lewat ajang Intel International Science and Engineering Fair (IISEF). Pada Ekspedisi Jelajah Kopi Kintamani, memasuki Desa Mengani, kanan dan kiri jalannya dipenuhi kebun-kebun kopi. Tersembunyi dibalik tebalnya kabut pegunungan, Madyapadma mendengar kisah petani kopi yang berjuang menjaga tradisi di tengah arus modernisasi. Di Serangan, di tengah perairan tenang diselingi hutan mangrove, Madyapadma menyaksikan nelayan yang semakin sulit melaut sebab laut kian terkikis limbah dan pelik reklamasi. Di pesisir tenggara Bali, dibalik pantainya yang cenderung landai dihiasi pasir putih kecokelatan, Madyapadma membaca jejak ketakutan masyarakat akan tsunami dan abrasi pantai yang merampas ruang hidup mereka.
Esai : Kesimpulan

Alam yang tumbang pun maknanya masyarakat yang rapuh. Di situlah ekspedisi menjadi lebih dari sekadar penjelajahan. Mereka merasakan denyut kehidupan masyarakat lokal. Menuliskannya agar tak hilang ditelan waktu. Bibit mangrove ditanam, penelitian ilmiah dilakukan, film dokumenter diproduksi, dan buku diterbitkan. Semuanya menyatu menjadi warisan pengetahuan sekaligus aksi nyata menjaga bumi.
Rekam jejak yang ditinggalkan Madyapadma diverifikasi ketika mereka meraih penghargaan Kehati Award. Lewat 27 penelitian, 10 buku, 9 film dokumenter serta 3 kegiatan ekspedisi (Ekspedisi Nusa Penida (2008), Ekspedisi Mangrove (2010), Ekspedisi Benteng Tsunami Bali Selatan (2011)), Madyapadma meraih penghargaan kategori Tunas Lestari Kehati. Hingga sekarang, gelar ini masih disematkan oleh Yayasan Lingkungan Hidup yang diprakarsai oleh Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim, kepada Madyapadma sebagai kelompok pelajar yang telah berjasa melestarikan lingkungan hidup. Hal ini menandakan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
Kini, 16 Ekspedisi telah dituntaskan Madyapadma. Terhitung 15 mengelilingi Bali, dan 1 lainnya dilakukan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lewat sejumlah Ekspedisi ini, telah terbit 31 buku, 124 penelitian lingkungan, 35 film dokumenter, 48 tulisan di laman Madyapadma Online, 21 edisi Madyapadma NEWS, serta 13 video MPTV.
Ketika orang Bali mulai lengah, tenggelam dalam rutinitas yang kian sarat plastik, Madyapadma hadir menunjukkan paras alam yang sesungguhnya. Ekspedisi demi ekspedisi menjadi langkah kecil yang kelak bergaung jauh, menjadi nyala di tengah generasi yang kadang terlalu sibuk merayakan Bali tanpa benar-benar merawatnya. Kelak hendaknya generasi ini menjadi buah yang ranum merekah, bunga yang tumbuh mekar pengingat jati diri asli orang bali. Sehingga merawat alam, konsep palemahan dalam Tri Hita Karana bukan lagi menjadi basa-basi Bali.
Infografik

Yuk, ikuti jejak yang sudah ditorehkan Madyapadma lewat Ekspedisi! Sejak tahun 2003 hingga saat ini, Madyapadma telah melakukan 16 Ekspedisi dengan 15 diantaranya di Pulau Bali, dan 1 lainnya di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tiap Ekspedisi tak luput dari perencanaan matang yang dilakukan oleh anak-anak Madyapadma dengan teliti. Mereka mencari wilayah-wilayah tersembunyi bak harta karun. Menemukan keindahan yang diam tersimpan, atau cacat yang tak punya asa untuk diungkap.
Sebagai jurnalis, Madyapadma mencatat, menulis, serta melaporkan lewat berbagai media yang mereka kelola secara mandiri. Karenanya lewat setiap Ekspedisi, kini Madyapadma telah memiliki 10 buku, 27 penelitian, 9 film dokumenter, ragam tulisan di laman Madyapadma Online (www.madyapadma-online.com), kumpulan video MPTV dalam kanal YouTube Madyapadma Journalistic Park, korang cetak atau Madyapadma News, laporan radio komunitas (Voice of Trisma) yang konsisten, serta berbagai karya jurnalistik lingkungan. Bagi Madyapadma, ini adalah cara anak muda menyuarakan ide dan pikiran tentang alam lewat gaya yang unik dan mereka kuasai. Mereka adalah bentuk dari semangat lingkungan yang menggeliat dan bertumbuh.
Rubrik Diskusi: Infografik Pertamina

Tahukah kamu, ternyata minyak jelantah yang sering kita anggap limbah dapur bisa terbang ke udara sebagai bahan bakar pesawat? Rubrik Diskusi bertajuk “Dari Dapur ke Udara” ini mengajak kita mengenal SAF (Sustainable Aviation Fuel), inovasi dari Pertamina yang memanfaatkan minyak jelantah (Used Cooking Oil) untuk dijadikan energi ramah lingkungan. Ini adalah perjalanan Pertamina dari riset, produksi, hingga uji coba penerbangan SAF, serta perannya sebagai pelopor energi bersih yang menempatkan Indonesia sebagai yang pertama di Asia Tenggara.
Rubrik Diskusi: Infografik Pertamina

Lebih dari sekadar teknologi, Pertamina menjadikan SAF sebagai langkah nyata Indonesia menuju pengurangan emisi karbon dan mendukung target Net Zero Emission 2060. Sekarang, saatnya kamu mengambil peran dengan ikut berpartisipasi menyumbangkan minyak jelantah di rumahmu!
Foto Bercerita

Dalam berproses tentu ada cerita. Senang, muak, bingung tak jelas menjadi satu. Namun, justru itulah ceritanya! Tidak ada yang berjalan muluskan? Dari awal hingga akhir karya terbentuk. Technical Meeting, bootcamp, bahkan riset. Semuanya ada kenangan! Dari situlah keseruan terbentuk. Sebenarnya, gak cukup dijelaskan lewat gambar! Melalui foto ini, semoga kamu menerima memori Laskar Madypadma. Rasakan keseruan kami, yaa!
Foto Bercerita

Dalam berproses tentu ada cerita. Senang, muak, bingung tak jelas menjadi satu. Namun, justru itulah ceritanya! Tidak ada yang berjalan muluskan? Dari awal hingga akhir karya terbentuk. Technical Meeting, bootcamp, bahkan riset. Semuanya ada kenangan! Dari situlah keseruan terbentuk. Sebenarnya, gak cukup dijelaskan lewat gambar! Melalui foto ini, semoga kamu menerima memori Laskar Madypadma. Rasakan keseruan kami, yaa!