5 Sebab Orangtua Harus Yakin Mampu Membiayai Kuliah Anak

- Keyakinan mendorong orangtua tambah semangat bekerja. Orientasi kalian sudah sejauh itu, memperhitungkan sisa waktu untuk mengumpulkan uang.
- Keraguan bisa bikin kamu kalah sebelum bertanding. Melihat daftar biaya kuliah membuat kalian gentar dan malas ngapa-ngapain.
- Jika anak tahu keraguanmu, semangat belajarnya dapat menurun. Pembicaraan tentang biaya kuliah yang tidak masuk akal bisa meruntuhkan semangat belajar anak.
Biaya pendidikan terutama untuk kuliah memang tidak murah. Apalagi tanpa beasiswa dan jurusan yang diambil cukup bergengsi. Sementara kebutuhan hidup sehari-hari bertambah mahal. Namun, penghasilanmu dan pasangan nyaris tak bertambah dari tahun ke tahun.
Situasi seperti ini dapat membuat sebagian orangtua muda hari ini gak yakin kelak bakal bisa membiayai kuliah anak. Tambah berat dalam bayangan kalau ada dua anak atau lebih dengan umur berdekatan. Dirimu serta pasangan mulai menghitung waktu yang tersisa.
Tinggal berapa tahun lagi menuju anak pertama lulus SMA? Hari ini saja saat kamu mencari informasi uang semester dan uang pangkal sejumlah jurusan di berbagai universitas sudah bikin bergidik. Bagaimana dengan beberapa tahun mendatang? Walaupun tidak murah, namun orangtua harus yakin mampu membiayai kuliah anak. Berikut ini alasan mengapa orangtua harus memelihara optimisme untuk mampu membiayai kuliah anak.
1. Keyakinan mendorong orangtua tambah semangat bekerja

Keyakinan itu powerful. Artinya, dengan kamu meyakini sesuatu saja banyak caramu dalam menjalani hari dapat terpengaruh. Saat dirimu dan pasangan percaya suatu hari nanti akan sanggup menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi, usaha kalian tak bakal setengah-setengah.
Orientasi kalian sudah sejauh itu. Kalian mulai memperhitungkan sisa waktu yang ada buat bekerja keras dan mengumpulkan uangnya. Keyakinan dalam hati bukan sekadar kata-kata tanpa diikuti tindakan.
Justru berawal dari rasa mantap itu, kamu bersama pasangan mengoptimalkan usaha buat mewujudkannya. Meski sekarang anak masih duduk di sekolah dasar, ini tak membuat kalian berleha-leha dan menunda kerja keras. Kepercayaan terkait mimpi besar seperti sesuatu yang membangunkan kalian lebih awal untuk bergegas bersiap-siap.
2. Sebaliknya, keraguan bisa bikin kamu kalah sebelum bertanding

Kalau semangat akan menguatkan ikhtiarmu dan pasangan, keraguan justru sebaliknya. Pemikiran kalian sudah cenderung negatif sejak awal. Begitu melihat daftar uang pangkal dan uang semester di berbagai jurusan dan universitas, kalian langsung gentar.
Sekarang saja biayanya sudah sebesar itu. Apalagi beberapa tahun kemudian. Sekalipun masih ada waktu yang begitu panjang buat menabung, rasanya kalian seperti telah dipastikan tidak akan mampu membiayai kuliah anak.
Bukannya kamu dan pasangan bersemangat mencari kerja sampingan atau mengelola keuangan dengan lebih baik, malah malas ngapa-ngapain. Pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas pun dijalani dengan semangat yang rendah. Segala terkait masa depan pendidikan anak tampak suram.
3. Jika anak tahu keraguanmu, semangat belajarnya dapat menurun

Makin buruk apabila keraguan orangtua seperti dalam poin 2 sampai diketahui anak. Barangkali kalian kerap membicarakannya dan anak mendengar. Tentang biaya kuliah yang tidak masuk akal untuk ukuran rata-rata pendapatan orangtua.
Juga opsi-opsi lain seumpama ketika anak lulus SMA nanti, uang bakal kuliah masih belum ada. Kalian berencana menyuruh anak langsung bekerja saja atau ikut kursus-kursus singkat yang lebih murah. Pembahasan seperti ini bisa meruntuhkan semangat belajar anak.
Masa depannya memang belum dipastikan. Namun, anak dapat merasa usahanya belajar sekarang bakal sia-sia. Motivasi anak dalam mengejar prestasi akan menurun. Ia sekadar sekolah dan gak berani mengembangkan cita-cita yang hanya bisa terwujud seandainya dia berkuliah.
4. Anak bukan makhluk pasif, kalian dapat bekerja sama

Usaha orangtua dalam menyiapkan dana pendidikan anak jelas utama. Akan tetapi, jangan menganggap anak tidak bisa melakukan apa-apa saat punya mimpi kuliah. Anak yang masih SD pun dapat termotivasi untuk menjadi juara kelas dan berbagai lomba.
Apalagi anak yang lebih besar. Kesadarannya tentang pentingnya berkuliah makin bertambah dari tahun ke tahun. Terutama nanti setelah anak duduk di bangku SMP atau SMA. Orangtua serta anak dapat bekerja sama buat memuluskan cita-cita berkuliah.
Kamu dan pasangan tetap bekerja keras mencari uang. Sementara anak bisa mengukir prestasi sebanyak mungkin supaya berkesempatan mendapatkan beasiswa dan kemudahan diterima di kampus impian. Setelah anak menjadi mahasiswa nanti juga dapat sambil bekerja untuk menambah uang saku.
5. Strict soal pendidikan baik untuk bekal hidup anak

Strict parenting kerap dipandang kurang baik untuk anak. Namun, jangan lantas semua bentuk pengetatan dianggap buruk buat anak. Dalam hal pendidikan misalnya, orangtua harus punya standar khusus yang mesti dicapai anak.
Contohnya, anak tidak wajib selalu menjadi juara kelas. Akan tetapi, minimal dia selalu 10 besar di kelas atau bahkan 5 besar apabila muridnya sedikit. Standar pendidikan terakhir anak juga minimal sarjana. Gak boleh cuma SMA/SMK.
Pembuatan target pendidikan mendorong baik orangtua maupun anak untuk lebih keras berusaha mewujudkannya. Ini bukan ambisi yang tidak berguna. Pendidikan adalah bekal terbaik untuk anak menjalani kehidupan di masa dewasanya. Bila orangtua kendur soal pendidikan anak, 10 atau 20 tahun lagi ia akan menjadi apa?
Pendidikan anak tidak untuk tawar-menawar. Ini kudu dimulai dengan orangtua harus yakin mampu membiayai kuliah anak. Gunakan tahun-tahun yang masih ada buat menabung bekal kuliahnya kelak.