“Yang menjadi pembedanya adalah cara guru memberikan contoh dan pertanyaan pemantik,” ujar Felicia Hanitio, Deputy Program Director Bakti Pendidikan Djarum Foundation.
“Ketika dilakukan konsisten, kemampuan berpikir komputasional meningkatkan kognitif, sosial-emosional, hingga motorik anak,” imbuhnya.
Pelatihan Calon Pelatih PAUD untuk Literasi Koding dan AI Sejak Dini

- Permainan lompat karet sebagai pelajaran logika
- Kolaborasi lintas lembaga untuk pendidikan masa depan
- Peserta pelatihan menjadi pelatih multipliers perubahan
Di era ketika dunia bergerak dengan kecepatan cahaya dipandu kecerdasan artifisial, data, dan algoritma, masa depan tidak lagi menunggu kita. Ia mengetuk dari pintu-pintu ruang bermain, dari tangan mungil yang sedang menyusun balok kayu, dan dari tawa polos anak-anak taman kanak-kanak. Di Kudus, Jawa Tengah, sebuah gerakan sunyi namun monumental lahir, bernama Pelatihan Calon Pelatih dalam Implementasi Berpikir Komputasional di PAUD, program yang mempersiapkan guru PAUD sebagai arsitek masa depan kecerdasan bangsa.
Dihadiri oleh puluhan guru dari 15 provinsi, program ini ibarat menanam benih kecil yang suatu hari akan tumbuh menjadi hutan gagasan besar. Karena seperti kata Suparto, S.Ag, M.Ed, Ph.D, “Pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendasar dalam menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan masa depan”. Artinya, di sini tidak ada superkomputer atau layar LED raksasa, hanya semangat, permainan, dan cara pandang baru terhadap cara anak-anak berpikir.
1. Saat main lompat karet menjadi pelajaran logika

Bayangkan kelas PAUD yang riuh oleh tawa, di mana permainan lompat karet ternyata bukan sekadar aktivitas fisik, melainkan sarana melatih kemampuan memecahkan masalah. Dalam pelatihan ini, para guru belajar bahwa berpikir komputasional bukan mata pelajaran baru, melainkan cara menanamkan pola pikir logis melalui aktivitas sederhana sehari-hari. Di tangan guru yang tepat, bahkan mencuci tangan pun bisa menjadi pelajaran sistematis—langkah demi langkah, struktur demi struktur, membangun nalar sejak dini.
2. Dari Kudus ke Sumbawa Bara, jadi jejak komunitas pembawa perubahan

Pelatihan ini bukan sesi sekali datang dan selesai. Ia adalah simpul dari perjalanan panjang dua daerah pionir antara Kudus dan Sumbawa Barat, yang sejak 2023 telah melibatkan ratusan guru dan ratusan satuan PAUD dalam praktik pembelajaran berpikir komputasional.
Kolaborasi lintas lembaga—dari Pusat Belajar Guru Kudus, Djarum Foundation, hingga Amman Mineral, membuktikan bahwa membangun generasi unggul adalah usaha kolektif. Inilah wajah pendidikan masa depan: gotong royong intelektual, bukan kompetisi ego.
“Potensinya semakin besar, semakin dini ditanamkan. Langkah ini akan mempercepat lahirnya sumber daya manusia yang siap bersaing menuju Indonesia Emas 2045,” tutur Priyo Pramono dari Amman Mineral, dalam rilis yang diterima IDN Times.
3. Melahirkan pelatih, bukan sekadar peserta

Selama lima hari, para peserta tak hanya belajar teori. Mmereka praktik langsung, mengunjungi PAUD percontohan, dan mempersiapkan diri menjadi pelatih bagi guru-guru lainnya.
Mereka bukan sekadar peserta pelatihan. Mereka adalah multipliers, simpul perubahan yang akan membawa pulang ilmu dan menyebarkannya ke penjuru negeri—dari Kalimantan hingga Sulawesi, dari Sumatera hingga Nusa Tenggara. Dalam kata-katanya, terasa keyakinan bahwa bangsa besar tidak lahir dari teknologi semata, tetapi dari pendidik berjiwa besar.
“Semoga program ini menjadi bekal untuk mengajarkan anak-anak menerapkan berpikir komputasional. Kerja sama ini baik dan semoga berkelanjutan,” pungkas Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, penuh harapan.
Hari ini mereka masih berlari di halaman sekolah, tertawa mengejar kupu-kupu imajiner, dan menggambar matahari sebesar langit. Tapi di balik itu, mereka sedang ditempa menjadi pemimpi, pemikir, dan pencipta masa depan.
Program pelatihan ini bukan sekadar pelatihan, tetapi adalah seruan lembut namun lantang bahwa masa depan Indonesia dimulai dari kelas PAUD. Bahwa sebelum anak belajar mengetik kode, ia harus belajar berpikir dan bahwa guru bukan hanya pengajar, melainkan penyalur cahaya dalam kehidupan manusia kecil yang suatu hari akan memimpin negeri ini. Karena masa depan seperti algoritma terbaik, yang dibangun langkah demi langkah, dengan cinta, logika, dan visi yang jauh ke depan.


















