"Kenapa kita akhirnya membentuk Rainbow Castle itu sendiri? Karena kita bertiga itu punya minat yang sama terkait pendekatan bermain. Jadi, kita memandang bahwa kalau sama anak-anak itu kayaknya agak sulit kalau pendekatannya terlalu formal," ujar Belinda.
Belinda Agustya Merangkai Harapan Anak Lewat Dunia Bermain di Rainbow Castle

- Rainbow Castle hadirkan Play Based Therapy jadi cara baru untuk memahami dunia anak lewat permainan
- Cerita Belinda menemukan panggilan hati di dunia psikologi anak
- Dari ruang bermain ke tumbuh kembang anak, Rainbow Castle mendampingi perkembangan anak dengan pendekatan yang fun
Jakarta, IDN Times - Tumbuh kembang anak selalu menjadi topik yang esensial bagi orangtua. Pasalnya, setiap fase perkembangan membawa dinamika tersendiri, baik bagi anak maupun orangtua yang mendampingi. Maka tak heran, untuk mengoptimalkan perkembangan fisik dan emosional sang buah hati, orangtua berupaya mencari pendekatan yang maksimal.
Dalam wawancara kali ini, IDN Times berbincang dengan Psikologi Klinis Anak, Belinda Agustya Putri. Saat ini, Belinda aktif sebagai Founder Rainbow Castle, yakni Klinik Pemeriksaan dan Terapi Perkembangan Anak-Remaja Berbasis Bermain di Jakarta. Perjalanan Belinda membangun Rainbow Castle menemukan banyak lika-liku dan tantangan, namun usahanya dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Rainbow Castle hadir untuk membantu perkembangan emosional dan sosial anak melalui pendekatan bermain yang masih terbilang jarang digunakan. Melalui interview secara daring dengan IDN Times (26/9/25), Belinda berbagi perspektifnya terkait tumbuh kembang anak secara psikologis.
1. Rainbow Castle hadirkan Play Based Therapy jadi cara baru untuk memahami dunia anak lewat permainan

Rainbow Castle semula adalah biro psikologi yang diinisiasi oleh psikolog klinis, penulis buku anak, sekaligus Founder Rabbit Hole (perusahaan penerbitan buku cerita anak) yang bernama Devi Raissa. Biro itu diinisi sekitar tahun 2013 atau 2014. Ia menggandeng Belinda dan satu rekan lainnya, Devi Sani. Para founders bertemu saat tengah menempuh pendidikan yang sama, yaitu Magister Psikologi Profesi di Universitas Indonesia.
Semula, ketiga founders berupaya menemukan teknik dan pendekatan konseling yang paling sesuai dengan karakter serta kebutuhan anak. Mereka menyadari, anak-anak membutuhkan metode yang lebih efektif tanpa menumbuhkan rasa tidak nyaman. Dengan cara tersebut, proses pendampingan menjadi lebih hangat, penuh empati, dan bermakna.
Dalam perjalanannya, para pendiri mendalami pendekatan bermain atau perkembangan anak berbasis permainan. Ini menjadi langkah awal berdirinya Rainbow Castle sebagai biro psikologi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-remaja.
"Akhirnya kita sepakat, kita punya ketertarikan yang sama di pendekatan bermain. Makanya, kita bertiga sudah sempat ikut training ke Amerika untuk mengambil license PCIT atau Parent Child Interaction Therapy. Nah setelah kita ambil license PCIT, kita sepakat untuk membuat sesuatu biar impact-nya lebih besar ke anak-anak di Indonesia," kisahnya. Dari situlah, para founders membuat biro psikologi Rainbow Castle.
Di awal usahanya, Rainbow Castle masih belum memiliki modal dan tempat yang memadai sehingga memilih untuk mulai mengedukasi dari Instagram. Langkah ini dilakukan agar wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki oleh ketiga perempuan pendiri Rainbow Castle dapat dirasakan dampaknya oleh lebih banyak anak Indonesia.
"Akhirnya kita edukasi, memperkenalkan lewat media sosial, lewat Instagram. Nah, dari situ akhirnya kita mulai dapat banyak respons yang positif, dibantu juga oleh Rabbit Hole. Karena kan Rabbit Hole udah berkembang dulu, waktu itu," tambahnya.
Di tahun 2017, Devi memutuskan untuk fokus dengan penerbitan buku anak Rabbit Hole. Rainbow Castle dilanjutkan oleh founders lainnya. Dari perjalanan tersebut, Belinda berpikir untuk melebarkan sayap dan mengembangkan Rainbow Castle.
Kala itu, ia berpikir untuk berkolaborasi lintas profesi yang dapat mendukung dan menunjang psikologis anak. Atas dasar pandangan tersebut, Belinda menggandeng profesi dokter untuk dapat membantu mengidentifikasi gangguan tumbuh kembang anak secara fisik.
Sejak dr. Adila bergabung, Rainbow Castle mulai melebarkan sayap. Katanya, "Gak cuma konsultasi psikologi tapi juga konsultasi tubuh kembang secara umum. Makanya, mulai berkembangnya Rainbow Castle, kita akhirnya hire terapis. Terus akhirnya sekarang juga udah ada psikolog dewasa, jadi sudah lumayan komprehensif sebenarnya layanannya untuk saat ini," lanjut dia.
Kehadiran dokter, terapis, psikolog anak, hingga psikolog dewasa bertujuan agar dapat memahami suatu permasalahan secara lebih menyeluruh. Belinda menyoroti, terkadang masalah yang dialami anak memiliki hubungan dengan masalah fisik yang membutuhkan perspektif dokter. Bisa juga masalah yang dialami anak justru berhubungan dengan kesehatan mental orangtuanya.
2. Cerita Belinda menemukan panggilan hati di dunia psikologi anak

Secara personal, Belinda berbagi bahwa keinginan untuk menekuni bidang psikologi merupakan impiannya sejak remaja. Kala itu, ia berharap dapat menjadi seorang profesional yang menekuni ilmu terkait pikiran dan perilaku manusia
Dorongan ini tumbuh begitu personal untuk Belinda, bermula dari teman-teman dekat yang merasa nyaman saat bercerita kepadanya. Padahal kala itu, karier sebagai psikolog belum banyak dikenal. Namun, ia merasa beruntung mendapat support yang baik dari lingkungan dan orangtua terkait pilihan kariernya.
Setelah menempuh pendidikan psikologi di jenjang sarjana, Belinda merasa kedekatan dengan anak-anak justru semakin terbangun. Muncul ketertarikan untuk lebih mendalami interaksi dari perspektif anak-anak.
"Jadi memang senang sama anak-anak kecil. Terus, kalau lagi main sama anak-anak, aku merasa kayak lebih bisa masuk untuk nge-blend, untuk bisa main sama mereka dibandingkan dengan orang dewasa," tuturnya.
"Aku melihatnya, makin banyak aku ketemu sama anak-anak, makin bisa berempati sama si anak dan sama orangtuanya juga. Menjadi pengalaman juga buat aku pribadi ke kehidupan sehari-hari. Terus, juga jadi lebih gak boleh judgmental karena setiap anak, setiap keluarga, punya struggle masing-masing," ia menambahkan.
Seiring berjalannya waktu, Belinda menyadari bahwa bidang psikologi anak tak lantas lebih mudah dipahami daripada orang dewasa. Baginya, dunia anak juga memiliki kompleksitas tersendiri. Berkecimpung di dunia psikologi selama belasan tahun membuat Belinda lebih terbuka akan berbagai pengasuhan atau treatment orangtua pada anak. Rasa empati dan jauh dari sikap menghakimi juga semakin menguat dalam dirinya.
3. Dari ruang bermain ke tumbuh kembang anak, Rainbow Castle mendampingi perkembangan anak dengan pendekatan yang fun

Rainbow Castle menghadirkan pendekatan bermain dengan keyakinan langkah ini menjadi cara yang efektif untuk memahami pikiran, emosi, dan perilaku anak. Pasalnya, anak mungkin belum sepenuhnya mampu untuk mengutarakan perasaan dan pikiran secara verbal, sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Hal inilah yang menjadi pendorong Belinda untuk memilih pendekatan bermain. Dilanjutkan dia, "Kita melihat bahwa ketika kita masuk lewat dunia mereka karena memang anak-anak usia dini ini kan dunianya bermain, cara dia berkomunikasi, cara dia mengungkapkan, mungkin rasa gak nyamannya itu pasti lewat main gitu. Dan memang itu yang terjadi ketika kita di ruang praktek. Kita gak banyak bicara, kita mengajak mereka main, itu banyak sebenarnya hal-hal yang tergali."
Belinda menerangkan, melalui permainan yang dilakukan anak-anak, psikolog dapat mengungkap perasaan si kecil dan pemikirannya tentang banyak hal. Misalnya, hubungan dengan orangtua, pandangan terhadap saudara kandung, keluhan anak, alasan tantrum, hingga kesulitan si anak.
Dengan bermain, beberapa kasus cukup tergambar, entah dari tema bermainnya, ketika kita lagi role play, main pretend play, maka akan muncul isi hatinya. Pendekatan inilah yang menjadikan pintu bagi Belinda untuk memahami perkembangan dan pertumbuhan anak.
"Kita melihat pendekatan bermain ini sangat membantu sebenarnya dalam mengenali akar masalah yang muncul dari keluhan orangtua terkait perlakuan anaknya. Yang kedua, pendekatan bermain ini gak cuma kita jadikan salah satu tools untuk menggali permasalahan anak, tapi juga ada banyak intervensi yang memang base-nya adalah bermain," Belinda jelaskan alasan memilih pemeriksaan berbasis bermain.
Belinda sendiri telah mengantongi lisensi certified terapi, yakni Parent-Child Interaction Therapy atau Terapi Interaksi Orangtua-Anak. Terapi ini melatih orangtua mengembangkan keterampilan pengasuhan melalui sesi bermain terarah bersama terapis. PCIT dapat membantu mengurangi masalah perilaku anak seperti perilaku pada anak-anak dengan ADHD.
"PCIT ini memang efektif untuk membantu anak-anak dengan keluhan, terutama yang keluhannya externalizing problem. Externalizing problem itu kayak anak-anak yang punya keluhan misalnya kalau marah mukul, menendang, kayak gitu. Dan juga bisa membantu mengurangi symptom di anak-anak dengan gangguan ADHD," tambahnya.
Tak cukup dengan PCIT, Belinda juga mendalami Theraplay, yakni bentuk psikoterapi yang memanfaatkan mainan untuk membantu membangun bonding dan hubungan anak-orangtua. Ia menerangkan, Theraplay biasanya digunakan pada kasus masalah relasi dengan orangtua. Jadi, intinya Theraplay itu menguatkan bonding.
Prosesnya, orangtua akan datang lalu menyampaikan keluhan yang dialami sang anak. Pada konsultasi awal, profesional akan melakukan sesi interview dengan orangtua untuk diobservasi. Terkadang, juga diperlukan assesment tambahan, tergantung masalah yang dialami anak.
Setelah melakukan sesi konsultasi, akan diidentifikasi masalahnya untuk kemudian melakukan intervensi yang cocok. Selain intervensi yang dilakukan profesional, setelah melakukan sesi konsultasi, juga bisa diberikan saran yang tepat terkait tumbuh kembang anak.
"Misalnya, keluhannya anaknya suka menarik diri, anaknya malu, anaknya suka marah-marah sama orangtuanya, suka tantrum. Ternyata pas kita gali, isunya tuh di relasi gitu. Misalnya, di bonding. Theraplay itu akan membantu bonding agar masalah perilakunya berkurang atau membuat orangtua lebih memahami cara menangani anaknya," terang Belinda.
4. Membersamai anak melalui golden age, fase krusial yang akan membentuk diri anak

Tiga tahun pertama kehidupan anak sering disebut sebagai golden period yang tak tergantikan. Pada fase inilah fondasi emosi, rasa percaya diri, dan cara anak memandang dunia mulai terbentuk. Untuk itu, orangtua perlu memperhatikan perkembangan anak saat memasuki golden period tersebut.
Jika merujuk pada teori perkembangan, anak harus membentuk relasi yang aman juga hangat dengan orangtuanya itu, justru di golden period, yakni tiga tahun pertama kehidupannya. Sebab, 3 tahun pertama itu adalah fase tengah membentuk pemikiran, mindset, atau image dalam dirinya.
"Makanya, aku selalu bilang sama orangtua, mindset dan cara pandang anak terhadap dunia, tergantung bagaimana orangtua memberikan pengalaman ke anaknya di 3 tahun pertama. Jadi, harapannya memang justru 3 tahun pertama kehidupan anak ini adalah masa-masa investasi, di mana orangtua ini perlu memberikan banyak-banyak pengalaman yang positif, yang responsif, yang juga memberikan pengalaman yang cukup aman ke anaknya," ujarnya.
Di sisi lain, ini juga menjadi waktu terbaik bagi orangtua untuk memberi kesempatan bagi anak mengeksplorasi, memberi batasan, dan memberi kasih sayang yang cukup. Setelah 3 tahun, keyakinan anak akan dirinya telah terbentuk dan ia akan siap serta merasa aman untuk melakukan eksplorasi lebih jauh.
Membersamai tahap tumbuh kembang anak, Rainbow Castle menghadirkan sejumlah program yang komprehensif. Layanan yang dihadirkan seperti kelas bayi Rainbow Sport serta Lego Based Therapy didampingi oleh tenaga profesional dan terapis yang memegang lisensi.
"Banyak juga layanan yang gak harus anaknya ada 'masalah'. Jadi, kayak mau enrichment program juga ada. Misalnya, kita sekarang buka kelas bayi namanya Rainbow Sport untuk simulasi aja," papar dia.
Belinda menjelaskan, keunggulan program ini adalah penanganan langsung oleh terapis. Terapis telah memiliki lisensi spesifik untuk mengembangkan kemampuan anak. Untuk program Rainbow Sport, akan didampingi dengan terapis wicara dan terapis okupasi.
"Kalau terapis wicara, pakai pendekatan hanen yang akan membantu interaksi dam komunikasi dua arah dari anak sama orangtua biar berkembang kemampuan komunikasinya. Sementara terapis okupasinya ini, basic-nya namanya ALERT, program untuk bantu simulasi kemampuan sensorimotorik anaknya. Sekelas cuma 4-5 anak," tambahnya.
"Ada juga kelas untuk bantu kemampuan interaksi sosial anak yang usia mau masuk SD. Kita ada kelas Cubic, pendekatannya pake lego. Lego based therapy namanya, tapi banyak skill yang kita kasih ke anak untuk interaksi sosial, untuk problem solving, untuk belajar empati sama temen, kerja sama. Jadi, itu yang kita juga kembangkan," ujar Belinda seraya menambahkan selain program tersebut, juga terdapat beberapa program lain dengan layanan yang spesifik untuk anak dan remaja.
5. Kesadaran akan pentingnya bantuan psikologi terhadap tumbuh kembang anak terus meningkat, Rainbow Castle berharap bisa terus sebarkan kebermanfaatan

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dalam dunia parenting mengalami peningkatan yang signifikan. Orangtua semakin memahami adanya nilai yang esensial dalam tumbuh kembang anak. Tentu, ini menjadi realitas positif yang mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk dari Belinda sebagai profesional.
Ia menyampaikan sikap positifnya akan fenomena tersebut, "Kalau dibandingkan sekitar 2012 sama sekarang, menurut aku udah banyak kemajuan dan progress yang aku rasakan terkait awareness. Jadi, aku merasa bahwa banyak orangtua gak harus direkomendasikan dulu sama pihak lain, baru akhirnya ke psikolog. Gak. Banyak orangtua yang dengan kesadaran sendiri merasa butuh bantuan dan itu datang secara sukarela untuk dapat bantuan psikologis."
Namun, peningkatan kesadaran ini juga membawa sisi lain yang perlu dicermati. Banyak orangtua yang justru merasa cemas berlebihan dan mudah terpengaruh oleh arus informasi yang dipaparkan.
"Di lain sisi, tantangan kita adalah banyak juga orangtua yang akhirnya cemas, banyak pikiran mungkin sebenernya anaknya pas kita cek baik-baik saja. Tapi ternyata, orangtuanya yang jadinya overthinking karena terlalu banyak informasi. Itu kan mempengaruhi kondisi anak karena melihat orangtuanya juga cemas," tambahnya.
Masalah lain juga banyak ditemui oleh remaja menurut pengamatan Belinda. Untuk kasus pada remaja, karena dia sudah mendapat akses yang luas untuk membaca, misalnya tentang ADHD, dan depresi, maka ada kecenderungan melakukan self diagnosis. Padahal, jika dicek, sebenernya belum sampai ke permasalahan kesehatan mental tersebut. Namun, karena dia sudah meyakini memiliki gangguan tersebut, psikolog jadi harus membantu untuk membingkai ulang apa yang anak-anak remaja ini pikirkan.
"Karena banyak informasi, orangtua jadinya overwhelmed, kebingungan. Kayak 'yang bener gimana?'. Kadang-kadang, takut mau kasih batas, nanti luka anaknya, emosi, ada luka, terus trauma. Nah, itu sih jadi harus banyak edukasi juga ke orangtua terkait tren-tren yang bermunculan di luar sana, yang kadang suka salah persepsi orang awam menangkapnya," lanjutnya.
Terlepas dari berbagai tantangan yang harus dihadapi atas meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, Belinda sampaikan perasaan positif akan hal ini. Ia melihat banyak orangtua yang semakin sadar untuk mendapatkan bantuan terkait isu tumbuh kembang anak.
Sebagai Founder Rainbow Castel, Belinda berharap biro psikologi ini dapat mendampingi lebih banyak anak, tak hanya saat berada di fase golden age namun juga hingga dewasa. Menurutnya, saat ini biro psikologi lebih banyak yang fokus pada tumbuh kembang anak di usia dini atau orang dewsa.
Ke depannya, ia berharap, "Harapan untuk Rainbow Castle sendiri, visi misi yang lagi kita ingin kembangkan bahwa Rainbow Castle gak hanya mendampingi di usia golden age, kita berusaha untuk bisa mendampingi orangtua bahkan sampai anak-anak berkembang dan siap nanti untuk benar-benar bisa mandiri dan survive untuk dirinya sendiri."
Menjangkau lebih banyak, memberi dampak lebih luas, mungkin demikian yang Belinda coba salurkan melalui Rainbow Castle. Bersama para founders, keinginan untuk terus menyebarluaskan kebermanfaatan tak pernah padam dalam dirinya.



















