"Di Taiwan ada izin menstruasi dan cuti saat emotional unstable. Ini adalah langkah dasar untuk membantu basic pengendalian diri untuk murid. Tidak perlu surat dokter. Tapi, yang mengambil izin ini gak banyak karena mereka mengedepankan akademis," ujar Chang Yun-Feng (20/8/2025) lalu.
Kualitas Pendidikan di Taiwan Unggul, Apakah Pelajar Alami Tekanan Akademik?

- Kualitas pendidikan Taiwan unggul, skor PISA 2022 di atas rata-rata internasional
- Pemerintah Taiwan serius tangani kesehatan mental pelajar dengan program cuti kesehatan mental
- Tekanan akademik tinggi, bunuh diri jadi penyebab utama kematian remaja di Taiwan
Jakarta, IDN Times - Taiwan menunjukkan peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini tercermin dari capaian akademik yang konsisten berada di atas rata-rata internasional. Menurut hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022, negara tersebut mencatat skor mengesankan, bahkan tercatat di atas rata-rata negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Pelajar Taiwan menunjukkan performa yang mengesankan di bidang matematika menurut hasil PISA 2022 dengan skor matematika 547, literasi 515, dan sains 537. Sebagai perbandingan, kondisi ini tampak kontras dengan capaian pendidikan Indonesia yang hanya mencatat skor matematika sebesar 366, literasi 383, dan sains 383.
Pada Agustus lalu (20/8/2025), tim IDN Times berkesempatan mengunjungi salah satu sekolah tertua di Taiwan, yakni Taipei Municipal Zhongshan Girls High School. Sekolah khusus perempuan ini menjadi institusi unggulan, tempat presiden perempuan pertama Taiwan, Tsai Ing-wen, menempuh pendidikan.
Dalam program Binus University Media Partnership Program, kami diperkenankan untuk melihat secara langsung bagaimana public school atau sekolah negeri di Taiwan yang telah berdiri sejak 1897, sekaligus berdialog terkait sistem pendidikan di negara tersebut. SMA Putri Zhongshan menjadi sekolah menengah perempuan pertama di Taiwan sehingga memiliki peran penting dalam memajukan edukasi bagi perempuan pada masa kolonial.
Sekolah tersebut berdiri kokoh dengan arsitektur bernuansa kolonial. Jika mengintip ke ruang-ruang kelas SMA Zhongshan, tampak fasilitas berupa perangkat pembelajaran dengan teknologi yang mutakhir. Lapangan olahraga pun terbentang luas. Tak heran jika sekolah tersebut mengukuhkan diri untuk fokus pada STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, dan Mathematics) dan berprestasi cemerlang di bidang olahraga.
Di balik prestasi akademik yang gemilang, Taiwan tampaknya juga menanggapi serius aspek kesejahteraan pelajar. Kepala Sekolah Taipei Municipal Zhongshan Girls High School, Chang Yun-Feng menyebutkan, demi menjaga kestabilan emosional pelajar, pemerintah Taiwan menginisiasi sejumlah program kesehatan mental.
1. Kualitas pendidikan unggul, Taiwan juga serius menangani isu kesehatan mental bagi pelajar

Kesejahteraan mental pada pelajar, direspons serius oleh Kementerian Pendidikan Taiwan dengan memberlakukan "izin penyesuaian fisik dan mental" atau "mental health leave". Melalui program yang diuji coba sejak 2023 ini, peserta didik dapat mengajukan cuti apabila merasa mengalami tekanan psikologis atau gangguan kesehatan mental, dengan batas maksimal hingga 3 hari untuk setiap semesternya. Mental health leave hanya memerlukan izin approval dari orangtua, tak perlu surat dari dokter.
Program ini ditujukan untuk membantu siswa menangani masalah kesehatan mental atau tekanan psikologis yang mengganggu kondisi mereka. Dengan memberlakukan cuti kesehatan mental, siswa diharapkan dapat mengatasi krisis emosional dan mendapat penanganan yang lebih baik.
Menariknya, laman pemerintah Taiwan, National Immigration Agency menyebut, siswa tak serta-merta mengajukan cuti. Sebagai contoh dalam penerapannya, pemerintah mencatat, di satu sekolah dengan 1.000 lebih siswa, hanya 140 anak yang mengajukan cuti dan hanya 4 siswa yang mengambil izin 3 hari penuh.
2. Tekanan akademik tinggi, pemerintah Taiwan fokus tingkatkan kesadaran akan kesehatan mental pelajar

Diberlakukannya program mental health leave juga menjadi langkah pemerintah Taiwan untuk meningkatkan kesadaran akan isu penyakit mental. Individu yang mengalami seperti stres, anxiety, hingga depresi diharapkan memiliki keberanian untuk mencari bantuan.
Survei yang dilakukan oleh Child Welfare League Foundation (CWLF) menemukan, sebanyak 54,3 persen siswa merasa tertekan akan masa depan mereka. Survei Kesehatan Mental Remaja Taiwan pada 2024 ini, mencatat beban akademik dan ketidakpastian akan masa depan menjadi tekanan terbesar bagi remaja. Hal ini menjadi pemicu utama krisis kesehatan mental.
Di tahun 2022, riset dari lembaga serupa juga mengemukakan bahwa tiga faktor paling signifikan yang mengakibatkan stres bagi pelajar adalah tugas sekolah (77 persen), prospek masa depan (67 persen), dan hubungan interpersonal (43 persen). Yayasan Kesejahteraan Anak tersebut juga melaporkan bahwa siswa SMA cenderung mengalami tingkat stres yang lebih parah, dua kali lipat daripada pelajar SMP. Kecemasan di kalangan siswa akan ekspektasi dan tekanan akademik, menjadi pemantik awal burnout.
Ministry of Education Republic of China (Taiwan) juga memberikan layanan konseling dan program kesehatan mental sebagai bentuk dukungan terhadap pelajar. Di sekolah, Kementerian Pendidikan juga gencar melakukan sosialisasi kesehatan mental demi meningkatkan kesadaran serta intervensi diri.
3. Bunuh diri tercatat sebagai salah satu penyebab utama kematian di kalangan remaja

Taiwan dihadapkan pada tantangan serius terkait aspek kesehatan mental. Tekanan, beban, dan ekspektasi akademik pada pelajar membawa sisi gelap bagi peserta didik. Tak ayal, ini menjadi salah satu pemicu tingginya persentase angka bunuh diri di kalangan remaja.
Suicide rate menjadi penyebab kematian terbanyak kedua di kalangan remaja Taiwan. Hal ini dikutip dari laman CWLF (Child Welfare League Foundation). Angka bunuh diri yang tinggi pada generasi muda, menjadi salah satu penyebab diberlakukannya skema cuti kesehatan mental di negara tersebut.
Menurut statistik Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Taiwan tahun 2024, proporsi kematian karena bunuh diri di kalangan remaja berusia 12-17 tahun meningkat dari 12,5 persen menjadi 18,4 persen dalam lima tahun terakhir. Utamanya, krisis ini dipengaruhi oleh tekanan akademik. Namun, sosial media turut berkontribusi terhadap krisisi mental pada remaja.
Merujuk data OECD 2021 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, Taiwan tercatat sebagai salah satu negara dengan angka bunuh diri tertinggi. Berdasarkan Standardized Mortality Rate (SMR) negara yang tergabung dalam OCED, angka bunuh diri penduduk Taiwan menduduki posisi ke-3 setelah Korea Selatan dan Jepang. Korea Selatan menunjukkan angka 24,1 per 100.000 penduduk, Jepang 15,4 per 100.000 penduduk, sementara Taiwan 14,5 per 100.000 penduduk. Angka tersebut melingkupi remaja dan dewasa muda.
Dapat dikatakan, kualitas pendidikan yang baik perlu didukung dengan kesejahteraan pelajar. Kini, pendidikan di Taiwan melenggang di kancah global, unggul dalam bidang teknologi.