4 Pola Asuh yang Bisa Membentuk Anak Jadi Overthinker, Hati-Hati!

- Polah asuh kritis tanpa pujian bisa membuat anak merasa kurang dan takut salah, memicu kecemasan berlebihan.
- Tuntutan untuk selalu sempurna dan juara bisa menimbulkan beban mental pada anak, membuat mereka takut gagal dan merasa tidak cukup.
- Pola asuh yang otoriter dapat membuat anak tertutup dan sulit mengungkapkan perasaan, memicu overthinking karena merasa tidak aman untuk terbuka.
Sebagai orang tua atau calon orang tua, pasti kita ingin yang terbaik buat anak. Tapi sayangnya, niat baik kadang gak selalu berujung baik kalau gak disertai pemahaman. Apalagi soal pola asuh. Ternyata, beberapa gaya pengasuhan yang sering dianggap biasa aja justru bisa bikin anak tumbuh jadi pribadi yang overthinking. Alias terlalu banyak mikir sampai gampang stres sendiri.
Overthinking ini bukan cuma soal mikirin hal kecil berulang-ulang, tapi juga bisa memicu kecemasan berlebihan, susah ambil keputusan, bahkan memengaruhi kepercayaan diri mereka saat dewasa nanti. Nah, biar gak salah langkah dan bisa lebih aware, yuk kenali empat pola asuh yang ternyata bisa bikin anak tumbuh jadi overthinker!
1. Terlalu sering mengkritik tanpa apresiasi

Namanya juga anak-anak, wajar dong kalau masih banyak belajar dan kadang bikin kesalahan. Tapi kalau setiap kesalahan mereka langsung dikritik tanpa ada pujian atau apresiasi atas usaha yang sudah mereka lakukan, itu bisa berdampak panjang. Anak bisa tumbuh dengan perasaan bahwa dirinya selalu kurang dan harus sempurna. Ujung-ujungnya, mereka jadi mikir dua-tiga kali sebelum bertindak, takut salah, takut dimarahin.
Overthinking pun jadi kebiasaan. Mereka bakal terlalu fokus mikirin bagaimana caranya biar gak salah, bukan bagaimana caranya berkembang. Padahal yang mereka butuhkan bukan cuma koreksi, tapi juga penguatan bahwa mereka berharga meskipun gak sempurna. Kritik yang membangun itu penting, tapi jangan sampai lupa juga kasih pelukan dan kata “terima kasih ya udah berusaha”.
2. Terlalu menuntut untuk selalu jadi yang terbaik

Kedengarannya sih memotivasi, ya. Tapi kalau setiap hari anak dituntut harus selalu juara kelas, harus selalu tampil paling hebat, itu bisa jadi beban mental tersendiri. Anak mungkin jadi takut gagal, takut mengecewakan orang tuanya, dan merasa bahwa dirinya hanya pantas dicintai saat berhasil. Kalau gagal? Mereka merasa gak cukup.
Lama-lama, anak bakal mikir terus sebelum ambil keputusan. Mereka bakal takut ngelakuin sesuatu kalau gak yakin hasilnya sempurna. Dan inilah salah satu cikal bakal overthinking: mikir berlebihan karena takut gak sesuai ekspektasi. Padahal, belajar dari kegagalan juga bagian penting dari tumbuh. Bukan soal selalu jadi yang terbaik, tapi terus berkembang dengan sehat.
3. Kurang memberikan ruang untuk bicara dan berekspresi

Pola asuh yang terlalu kaku dan otoriter, di mana anak gak dikasih ruang buat ngomong atau menyampaikan pendapat, bisa bikin mereka tumbuh jadi pribadi yang tertutup. Mereka jadi terbiasa memendam perasaan dan pikiran sendiri. Karena gak terbiasa mengungkapkan, akhirnya semua hal mereka pikirin sendiri, terus-terusan, dan gak selesai-selesai. Sounds familiar?
Overthinking sering kali muncul karena gak ada ruang untuk bicara atau merasa gak aman buat terbuka. Anak jadi mikir, “Kalau aku ngomong nanti dimarahin gak, ya?”, atau “Kalau aku jujur, mama bakal kecewa gak, ya?”. Padahal penting banget buat menciptakan suasana yang aman buat ngobrol bareng anak. Biar mereka tahu bahwa perasaannya valid dan pendapatnya didengar.
4. Membandingkan anak dengan orang lain

Kalimat seperti “Tuh lihat si A, dia bisa juara terus”, atau “Kakak kamu aja bisa, masa kamu enggak?” terdengar sepele, tapi efeknya bisa dalam banget. Anak bisa tumbuh dengan mindset bahwa dirinya gak cukup, dan harus terus membandingkan diri dengan orang lain. Akhirnya, mereka terus overthinking tentang apakah mereka sudah cukup baik atau belum, bahkan untuk hal-hal kecil.
Mereka juga bisa tumbuh jadi orang yang sulit percaya diri, karena standar yang dipakai bukan berasal dari dalam dirinya sendiri, tapi dari luar. Yang lebih bahaya lagi, bisa jadi anak belajar membandingkan dirinya terus sampai dewasa, dan itu melelahkan. Daripada dibandingkan, anak lebih butuh didukung dan dibantu untuk mengenali potensinya sendiri.
Overthinking memang bisa muncul dari banyak hal, tapi pola asuh di rumah jadi salah satu fondasi utamanya. Kita semua pasti pernah salah langkah sebagai orang dewasa, dan itu manusiawi. Tapi yang penting adalah bagaimana kita mau belajar dan berubah jadi lebih baik, demi tumbuh kembang anak yang sehat, bahagia, dan percaya diri.
Jadi, yuk mulai sekarang kita lebih sadar dalam mendampingi anak. Karena cara kita memperlakukan mereka hari ini, bisa memengaruhi cara mereka berpikir sepanjang hidupnya.