4 Sikap Orangtua yang Berpotensi Membuat Anak Jadi Pembohong

Ketika seorang anak mulai berbohong, orangtua tentunya merasa bingung dan cemas. Dalam situasi seperti ini, penting bagi orangtua untuk tidak langsung menyalahkan anak, melainkan merefleksikan bagaimana pola asuh yang diterapkan. Karena tanpa disadari, beberapa sikap orangtua dapat mendorong anak untuk berbohong.
Berbohong sering kali menjadi mekanisme pertahanan diri bagi anak. Mereka melakukannya untuk menghindari hukuman, memenuhi ekspektasi, atau mencari penerimaan.
Jika dibiarkan, kebiasaan ini bisa terbawa hingga dewasa dan memengaruhi perilaku mereka. Maka, memahami penyebab di balik kebohongan anak menjadi langkah awal untuk mencegahnya.
Artikel ini akan membahas sikap orangtua yang tanpa disadari dapat membuat anak menjadi pembohong. Dengan menyadari dan memperbaiki pola asuh, orangtua dapat membantu anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang jujur.
1. Memberi contoh berbohong

Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar, terutama dari orangtua. Jika orangtua sering berbohong, baik dalam hal kecil maupun besar, anak akan menganggap bahwa berbohong adalah hal yang normal.
Misalnya, ketika ada tamu yang datang dan orangtua berkata, "Bilang Ayah sedang tidak di rumah," anak akan menangkap pesan bahwa berbohong bisa digunakan untuk menghindari situasi tertentu. Atau ketika orangtua menjanjikan sesuatu namun tidak menepatinya, anak belajar bahwa kata-kata tidak selalu harus sesuai dengan kenyataan.
Jika ingin anak jujur, mulailah dengan menunjukkan sikap yang sama. Akui kesalahan jika memang salah, dan usahakan untuk selalu konsisten antara perkataan dan tindakan.
2. Bersikap terlalu keras atau otoriter

Ketika orangtua bersikap terlalu keras atau otoriter, anak merasa bahwa mengatakan kebenaran bisa berakibat buruk bagi mereka. Mereka mungkin takut dimarahi, dihukum, atau dianggap gagal jika jujur mengungkapkan kesalahan mereka. Akibatnya, mereka memilih untuk berbohong demi menghindari konsekuensi tersebut.
Misalnya, seorang anak yang memecahkan piring di dapur mungkin akan mengatakan bahwa kucinglah yang melakukannya karena takut dimarahi. Rasa takut inilah yang menjadi akar dari kebiasaan berbohong pada anak.
Jadi, usahakan untuk membuat lingkungan yang aman bagi anak untuk berbicara jujur. Alih-alih langsung marah, cobalah mendengar alasan mereka terlebih dahulu. Katakan, “Ibu tahu kamu tidak sengaja. Lain kali, lebih hati-hati ya.” Cara ini membuat anak merasa nyaman untuk mengakui kesalahan mereka.
3. Kurang menghargai kejujuran anak

Ketika anak berani berkata jujur, namun orangtua merespons dengan marah, menghakimi, atau bahkan mengejek, anak akan merasa bahwa kejujurannya tidak dihargai. Akibatnya, mereka mungkin memilih untuk berbohong di lain waktu agar terhindar dari respons negatif tersebut.
Contohnya, jika seorang anak mengaku merusakkan barang karena tidak sengaja, namun orangtua langsung memarahinya, anak akan berpikir bahwa kejujuran malah membawa masalah. Padahal, kejujuran seharusnya diapresiasi, meskipun tindakan anak perlu diperbaiki.
Hargai keberanian anak saat berkata jujur. Ucapkan terima kasih atas kejujurannya, lalu ajak ia mencari solusi bersama untuk masalah yang dihadapi. Dengan cara ini, anak akan belajar bahwa berkata jujur itu baik dan aman dilakukan.
4. Berekspektasi terlalu tinggi

Setiap orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, ekspektasi yang terlalu tinggi bisa menjadi beban bagi anak, terutama jika mereka merasa tidak mampu mencapainya. Dalam kondisi ini, anak mungkin memilih untuk berbohong demi memenuhi harapan orangtua.
Misalnya, seorang anak yang merasa sulit memenuhi target nilai akademik tertentu mungkin memilih untuk menyembunyikan atau memalsukan nilai tersebut. Hal ini dilakukan agar mereka tetap dianggap "cukup baik" di mata orangtua.
Penting bagi orangtua untuk menyesuaikan ekspektasi dengan kemampuan dan minat anak. Fokuslah pada proses, bukan hasil. Berikan pujian atas usaha yang mereka lakukan, bukan hanya pada pencapaian akhir. Dengan cara ini, anak akan merasa lebih nyaman untuk jujur tentang apa yang mereka alami.
Ingatlah, anak bukan hanya membutuhkan arahan, tetapi juga teladan. Dengan memberikan contoh yang baik, orangtua bisa membantu mereka tumbuh menjadi individu yang jujur.