Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Jenis Unfinished Business Ini Bikin Kamu Sulit Dekat dengan Orangtua

Ilustrasi Ibu dan Anak (Unsplash.com/Bence Halmosi)
Intinya sih...
  • Memori yang menyisakan luka tersembunyi.
  • Momen dimarahi di depan banyak orang.
  • Dihakimi atas pilihan atau keputusan kecil.

Beberapa memori tersimpan tanpa bisa kamu kontrol. Kenangan yang mau kamu ingat justru gampang hilang, sementara kenangan yang mau kamu lupakan justru melekat erat. Menyebalkan untuk gak bisa memilih memori mana yang mau kamu simpan. Lebih membingungkan lagi ketika yang membekas justru momen-momen yang tampaknya biasa aja tapi sebenanya menyisakan luka tersembunyi. Kamu mungkin merasa udah move on, tapi pas ada trigger-nya, perasaan gak nyaman itu bisa muncul lagi.

Gak semua hubungan dengan orang tua yang renggang disebabkan oleh hal besar kayak pertengkaran hebat atau trauma berat. Kadang yang bikin kamu merasa canggung, jauh, atau gak nyaman adalah hal-hal kecil yang sebenarnya sudah lama terlewat, tapi belum benar-benar selesai. Ada urusan emosional yang udah dipendam terlalu lama, gak pernah sempat dibicarakan, atau bahkan gak disadari keberadaannya. Dulunya mungkin terasa sepele, tapi ternyata nyangkut dan diam-diam memengaruhi cara kamu berinteraksi dengan orang tua sampai sekarang. Berikut lima unfinished business yang bisa jadi kamu miliki.

1. Pernah mengungkit satu kesalahan berkali-kali

Ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Ron Lach)

Orang bisa berubah. Barang yang rusak dibisa diganti. Tapi waktu yang udah berlalu gak akan bisa diputar lagi. Rasanya apa pun usaha yang kamu lakukan gak akan cukup untuk menebus kesalahan yang pernah kamu perbuat. Sebenarnya bukan meminta untuk dilupakan. Karena kamu juga paham bahwa memaafkan gak sama dengan melupakan. Paling tidak jangan selalu diungkit di semua kesempatan. Setiap kali mendengar ceritanya, kamu mungkin masih terbayang kekecewaan yang kamu lihat atau rasa bersalah yang simpan. Sulit untuk menjelaskan bahwa kamu gak bangga, lupa, atau berniat mengulang kesalahan yang sama.

Tanpa diungkit pun kamu tau bahwa kesalahan itu pernah terjadi dan kamu lah penyebabnya. Seperti kamu yang salah, tapi kamu juga yang jadi ingin marah. Berharap orang tua bisa mengerti bahwa memori itu menyakitkan untukmu dan kamu gak bisa menganggapnya sebagai topik obrolan ringan. Takut dianggap berlebihan kalau mengatakannya sehingga kamu memilih untuk diam saja. Emosi terpendam yang tanpa sadar bikin kamu gak bisa terlalu terbuka dengan orang tua. Karena takut akan kesalahan-kesalahan kecil yang bisa mereka ungkit berkali-kali ke depannya. Lebih baik gak cerita sama sekali daripada membiarkan orang tua menemukan celah yang gak kamu sadari.

2. Pengalaman dimarahi di depan banyak orang

Ilustrasi Perkumpulan Keluarga (pexels.com/fauxels)

Momen dimarahi di depan banyak orang mungkin terjadi pas kamu masih kecil. Usia yang masih dini dan dianggap gak akan terlalu diingat. Padahal, justru di saat itu lah kamu masih sangat butuh judgement dari orang tua. Masa di mana kamu belum bisa membela dirimu sendiri. Belum mengerti mana kesalahan yang fatal dan mana kesalahan yang bisa diperbaiki. Apalagi kalau kamu pernah ditegur hanya untuk hal-hal sepele. Rasa malu, takut, dan kecewanya justru makin besar.

Saat gak pernah diobrolin, jadi ada pemikiran-pemikiran negatif kayak “mereka bukan orang yang akan selalu ada buat aku” yang muncul dengan sendirinya. Kamu bisa berusaha menolaknya dan bersikap seolah semuanya baik-baik aja. Karena deep down kamu tau bahwa mereka sangat peduli dan sayang ke kamu. Tapi tanpa ada kata maaf atau pembicaraan tuntas, ternyata trust issue gak bisa hilang dengan sendirinya.

3. Dihakimi atas pilihan atau keputusan kecil

Ilustrasi keluarga bermain games (unsplash.com/National Cancer Institute)

Dari kecil kamu diajarin untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Setelah dewasa, kamu belajar dengan sendirinya untuk membedakan mana yang menurutmu benar dan salah. Orang tua kadang lupa kalau gak selamanya mereka harus memutuskan apa yang terbaik untuk anaknya. Keputusan-keputusan kecil yang sebenarnya sepele pun dipilihkan. Selera makanan, pilihan hobi, referensi style pakaian, berbagai hal kecil yang rasanya gak berdampak fatal kalau pun salah pilih.

Mereka memberi tahu kamu opsi apa aja yang ada, tapi menyatakan yang mana yang ‘sebaiknya’ kamu pilih. Definisi diberi pilihan tapi gak dibiarkan untuk memutuskan. Kamu jadi terbiasa menyesuaikan apa yang disukai orang tua, dibandingkan apa yang kamu sukai. Saat kamu merasa mereka gak akan suka dengan pilihanmu, better gak memberitahu mereka sama sekali. Kebiasaan yang perlahan bikin kamu lebih tertutup ke orang tua

4. Janji yang dilanggar tapi gak pernah dibahas lagi

Ilustrasi Ibu dan Anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Janji sederhana bisa jadi sangat bermakna, telebih kalau diberikan oleh orang yang paling kamu percaya. Entah itu mau diajak ke tempat yang kamu suka, dibelikan barang yang kamu ingin, atau sekedar ditemani datang ke suatu acara. Saat janji itu gak dipenuhi, kamu merasa kecewa tapi gak bisa menyampaikannya. Karena gak pernah ada pembahasan lebih lanjut tentang kejadian itu. Kamu hanya diminta mengerti tanpa diberi penjelasan sama sekali. Gak ada kata maaf, gak ada usaha menebus kesalahan, semua berjalan seperti gak terjadi apa-apa. Seolah kamu sudah salah mengartikan maybe jadi janji. Jadi wajar kalau mereka gak menepatinya.

Waktu itu mungkin kamu gak marah, cuma bingung. Setelah terbiasa, akhirnya kamu belajar buat gak terlalu berharap sama mereka atau siapa pun. Kalau pun mereka bilang akan meluangkan waktu atau membantu dengan sesuatu, kamu gak akan ambil pusing. Rasanya aneh aja setiap kali mengingat janji yang gak mereka tepati. Gak tau harus bersikap gimana: kecewa, protes, atau diem aja daripada dianggap lebay. Bukan artinya kamu gak peduli lagi sama mereka, tapi karena kamu udah terbiasa untuk selalu mengandalkan dirimu sendiri.

5. Gak dikasih kesempatan untuk jadi ‘gak baik-baik saja’

Ilustrasi bermain ponsel (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Saat kamu lagi sakit, orang tua sangat heboh untuk bikin kamu cepat sehat. Pas kamu lagi sedih, mereka ingin buru-buru menghibur kamu biar senang lagi. Sebenarnya semua itu pasti dilakukan dengan niat yang baik. Hanya ingin kamu ‘baik-baik saja’. Yang kadang jadi beban adalah ketika cara healing ala orang tua berbeda dengan cara healing kamu. Kamu memilih tidur seharian tanpa terlalu minum obat atau makan sebanyak-banyaknya pas gak enak badan. Atau kamu cuma ingin nangis sambil nonton Netflix sendirian di kamar pas lagi sedih. Kadang orang tua gak bisa mengerti kalau kamu lebih paham sama kebutuhanmu sendiri.

Menurut mereka kamu sakit karena tidur kemalaman, karena kurang makan, karena jarang olahraga, seolah kamu gak pernah berusaha buat jaga kesehatan. Sikap-sikap menghakimi yang terkesan sepele kayak gitu bisa membekas jadi luka tersendiri. Jadi malas memberitahu kondisi diri karena gak mau di-judge begini begitu atau diminta cepat-cepat menyelesaikan ‘rasa sakit’ yang ingin kamu selesaikan pelan-pelan aja.

Punya unfinished business gak selalu merusak hubungan sama orang tua sepenuhnya. Cuma bikin sulit untuk benar-benar dekat dan jadi diri sendiri di depan mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us