6 Alasan Pentingnya Rasa Syukur bagi Perkembangan Anak

Rasa syukur bukan hanya soal mengucapkan terima kasih. Lebih dari itu, ini adalah keterampilan emosional yang dapat membentuk karakter dan cara anak memandang dunia sejak dini.
Dalam masa tumbuh kembang yang penuh tantangan, menanamkan sikap bersyukur bisa menjadi fondasi penting untuk membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat secara mental dan sosial. Sebelum menerapkannya, ketahui terlebih dahulu beberapa alasan mengapa rasa syukur penting bagi perkembangan anak. Cek, yuk!
1. Membentuk anak yang lebih bahagia sejak dini

Penelitian dalam Journal of Happiness Studies tahun 2019 menunjukkan bahwa anak usia lima tahun yang memiliki rasa syukur cenderung lebih bahagia dalam kesehariannya. Dilansir Parents, Giacomo Bono, PhD, seorang asisten profesor psikologi di California State University, menjelaskan bahwa, pada usia lima tahun, hampir semua anak mulai memahami konsep theory of mind.
Teori ini merupakan kemampuan untuk memahami bahwa orang lain punya pikiran dan perasaan berbeda. Ini penting untuk empati dan juga dasar untuk memahami rasa syukur. Selain itu, ini membuktikan bahwa sikap bersyukur dapat ditanamkan sejak dini dan berdampak signifikan terhadap kualitas hidup anak.
“Anak-anak memahami bahwa rasa syukur seperti cinta, terhubung dengan kebaikan. Maka, menjadi baik berarti juga bersyukur,” jelas Giacomo Bono.
2. Meningkatkan kesehatan mental dan fisik anak

Rasa syukur memiliki korelasi langsung dengan kesehatan mental yang lebih baik. Dalam sebuah ulasan oleh Clinical Psychology Review, individu yang bersyukur terbukti memiliki tingkat stres lebih rendah, tidur lebih nyenyak, dan mengalami peningkatan kesejahteraan secara menyeluruh. Efek ini juga berlaku pada anak-anak yang dibiasakan untuk menghargai hal-hal kecil dalam hidup.
“Rasa syukur menghalangi emosi-emosi beracun seperti iri, dendam, penyesalan, dan depresi yang semuanya bisa menghancurkan kebahagiaan,” kata Robert Emmons, profesor di UC Davis, dilansir Verywell Mind.
Studi tersebut juga mengungkap bahwa orang yang bersyukur memiliki kemungkinan hidup lebih lama. Anak yang tidak mudah stres karena bersyukur cenderung memiliki sistem imun yang lebih baik dan lebih tahan terhadap tekanan. Maka, mengajarkan rasa syukur bisa jadi investasi jangka panjang untuk kesehatan anak, baik secara mental maupun fisik.
3. Membantu anak memiliki harga diri yang tinggi

Anak yang bersyukur cenderung lebih percaya diri dan tidak mudah membandingkan dirinya dengan orang lain. Rasa syukur menumbuhkan perasaan cukup dalam diri, sehingga anak lebih fokus pada pertumbuhan dirinya sendiri daripada pencapaian orang lain. Ini membuat mereka lebih tahan terhadap tekanan sosial yang kerap muncul di usia sekolah.
Studi tahun 2014 dalam Journal of Applied Sport Psychology menunjukkan bahwa atlet yang memiliki rasa syukur lebih tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih kuat. Anak yang memiliki self-esteem tinggi lebih mampu mengelola emosi dan membangun hubungan sosial yang sehat. Semua ini dimulai dari sikap sederhana, mengucap terima kasih dan merasa cukup.
4. Mendorong prestasi akademik yang lebih baik

Rasa syukur ternyata juga bisa mendongkrak performa akademik anak. Studi yang dipublikasikan di Journal of Psychology bahwa, remaja yang bersyukur (usia 14–19 tahun) lebih aktif di sekolah, menggunakan kekuatan diri untuk berkontribusi, dan meraih nilai yang lebih baik. Rasa syukur membuat anak lebih fokus dan termotivasi, bukan karena tekanan, tetapi karena kesadaran diri.
Anak-anak yang merasa cukup cenderung tidak terjebak dalam rasa iri atau kompetisi yang tidak sehat. Mereka lebih bisa bekerja sama dalam kelompok dan membangun koneksi sosial yang mendukung proses belajar. Rasa syukur membentuk suasana hati yang positif, dan ini berdampak langsung pada minat dan semangat belajar anak.
5. Menumbuhkan anak yang lebih empatik dan peduli sesama

Sikap bersyukur memperluas perspektif anak terhadap kebutuhan orang lain. Ketika anak belajar menghargai apa yang mereka miliki, mereka juga lebih mudah memahami bahwa tidak semua orang seberuntung mereka. Dari sinilah empati tumbuh dan berkembang secara alami.
Dilansir Psychology Today, Najma Khorrami, M.P.H., seorang profesional kesehatan global dan publik, menjelaskan bahwa, rasa syukur mengaktifkan area otak yang sama dengan empati, yaitu medial prefrontal cortex (MPFC), yang berperan penting dalam mengolah emosi sosial. Artinya, bersyukur bisa meningkatkan kebahagiaan, memperkuat kemampuan memahami dan terhubung dengan orang lain secara emosional.
6. Membantu anak menjadi pribadi yang optimistis di masa depan

Rasa syukur tak hanya berdampak positif pada saat ini, tetapi juga membantu membentuk pandangan yang lebih optimis terhadap masa depan. Studi dalam Journal of Positive Psychology menunjukkan bahwa orang dewasa yang menghargai pengalaman masa lalunya cenderung merasa lebih bahagia sekarang dan lebih percaya diri menyongsong masa depan.
Robert Emmons juga menyebut bahwa rasa syukur mampu mengubah hidup karena membuat kita lebih hadir di momen sekarang, sehingga emosi positif terasa lebih mendalam. Anak-anak yang tumbuh dengan kebiasaan bersyukur akan membawa nilai ini hingga dewasa, mereka lebih tangguh menghadapi kegagalan, terbuka terhadap perubahan, dan mampu fokus pada penyelesaian masalah.
Rasa syukur bukan hanya nilai moral, tetapi juga kunci penting dalam pembentukan karakter dan kesejahteraan anak secara menyeluruh. Dengan mengajarkannya sejak dini, kamu tidak hanya membantu anak jadi lebih bahagia, tetapi juga lebih sehat, tangguh, dan sukses di masa depan.