Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Kekeliruan dalam Menyayangi Anak yang Berdampak Negatif untuknya

ilustrasi stres pada ibu (pexels.com/Gustavo Fring)

Tak diragukan lagi, semua orangtua tentu menyayangi anaknya. Kita ingin memberikan segala yang terbaik untuk anak dan melihatnya tumbuh dengan rasa nyaman. Namun, kasih sayang yang begitu besar bisa membuat kita tanpa sadar justru membahayakan anak.

Baik itu bahaya dari segi keselamatan fisik, karakternya, maupun kesehatannya. Ini sama sekali bukan tentang kasih sayang kita sebagai orangtua yang perlu dipertanyakan. Kita hanya perlu meninjau kembali cara kita mengasuh anak dalam keseharian dan memikirkan akibat-akibatnya dari yang terbaik sampai terburuk.

Dengan begitu, kita dapat segera memperbaiki pengasuhan sebelum hal-hal yang negatif terjadi pada anak. Jangan sampai maksud hati menyayangi malah menjadi mencelakai. Seperti enam sikap yang kurang tepat berikut ini dan mesti segera diubah.

1. Membiarkan anak mengendarai kendaraan bermotor

ilustrasi anak berkendara (pexels.com/Vika Glitter)

Terutama di jalan-jalan yang bukan protokol, kita kerap menemukan anak di bawah umur yang sudah membawa mobil atau sepeda motor sendiri. Selain remaja, anak SD saja ada yang telah dibiarkan berkendara sendiri atau memboncengkan adiknya. Tentu ini sangat berbahaya karena mempertaruhkan nyawanya dan orang lain.

Kalau sekadar mengendarai kendaraan, anak mungkin bisa karena sudah berlatih. Namun, kehati-hatiannya tentu masih amat kurang dibandingkan dengan pengendara yang sudah cukup usia. Di perempatan tanpa lampu lalu lintas misalnya, mereka tidak mengantisipasi kendaraan dari berbagai arah.

Terpenting kendaraan terus jalan dan berpikir pengendara lain yang melihatnya otomatis berhenti. Padahal, pengendara lain dapat sangat kaget dan tidak sempat mengerem. Bahkan ada anak yang fisiknya masih lebih kecil daripada sepeda motor yang ditungganginya, tetapi sudah melaju dengan kecepatan tinggi ke mana-mana.

2. Memberi terlalu banyak uang jajan

ilustrasi memberi uang (pexels.com/Karolina Grabowska)

Anak memang suka sekali dengan jajanan. Namun, apakah semua kesukaan anak lantas tidak perlu dikontrol? Tentu saja bukan begitu sebab kandungan gizi pada jajanan biasanya jauh dari seimbang. Seperti hanya tinggi karbohidrat, gula, garam, dan penyedap rasa.

Pun kebiasaan orangtua memberikan terlalu banyak uang jajan bikin dia gak bijak dalam menggunakannya. Sebanyak apa pun uang jajannya bakal habis juga. Kita bahkan memberinya dua jenis uang jajan, yaitu uang bakal jajan di sekolah dan di sekitar rumah.

Alangkah baiknya kalau anak dibiasakan membawa bekal baik makan siang maupun kudapan sehingga kita bisa lebih mengontrol apa yang dikonsumsinya. Anak masih boleh jajan tetapi dibatasi jenis, jumlah, serta harganya. Di rumah, sediakan camilan yang lebih sehat untuk seluruh anggota keluarga.

Berawal dari uang jajan yang besar, anak bahkan bisa tumbuh dengan kesulitan menghargai nilai uang. Makin lama makin banyak uang yang dimintanya untuk ini itu. Kelak anak dewasa dan bekerja, dia kaget dan sulit menerima realitas penghasilan rata-rata yang ditawarkan padanya. Jangan sampai ia terdorong melakukan cara-cara yang buruk semata-mata demi memperoleh lebih banyak uang.

3. Tidak mendorong anak untuk menyukai buah dan sayur

ilustrasi memperkenalkan buah-buahan (pexels.com/Monstera Production)

Banyak anak memang gak suka dengan buah dan sayuran. Kesenangan mereka biasa aneka daging, jajanan renyah dan gurih, serta makanan-makanan manis yang bersumber dari tambahan gula. Kalau kita hanya mengikuti apa yang disukai anak supaya makannya lahap, buah dan sayur barangkali tak akan pernah disentuhnya.

Padahal, dia membutuhkan banyak vitamin yang terkandung dalam buah serta sayuran. Kita juga tentu tak mau anak terus-menerus mengalami kesulitan buang air besar. Maka terlepas dari makanan kesukaan anak, memperkenalkan ragam buah serta sayur tetap wajib dilakukan.

Buat berbagai menu dengan campuran buah dan sayuran. Seperti puding buah, nasi goreng dengan tambahan sayuran yang diiris setipis mungkin, telur dadar dengan isian wortel serta kubis, dan sebagainya. Dengan terus dibiasakan, anak tak lagi anti dengan buah dan sayuran.

4. Terlalu menoleransi perilaku anak yang gak sopan dan tidak disiplin

ilustrasi perundungan (pexels.com/Tehmasip Khan)

Perbuatan serta ucapan anak yang tidak sopan akan dengan cepat menjadi kebiasaan apabila orangtua tak segera menegurnya. Dari mana pun anak meniru perilaku tersebut, terpenting adalah kita segera membenahinya. Jangan malah dibiarkan saja dengan berdalih bahwa ia masih kecil.

Nanti kalau anak sudah lebih besar pasti perilakunya bakal lebih baik dengan sendirinya. Belum tentu ini terjadi, apalagi jika anak telanjur bergaul dengan teman-teman yang juga gak sopan. Bisa-bisa perilaku anak kian parah bahkan menjadi pelaku perundungan.

Selain kesopanan, kedisplinan juga perlu dibiasakan di rumah. Tentu bukan kedisiplinan yang amat kaku, melainkan hindari kita membiarkan anak bermalas-malasan. Kita dapat memulainya dadi kebiasaan bangun tidur yang gak boleh kesiangan sekalipun di hari libur, waktu mandi pagi dan sore, serta jam belajar yang rutin. Perilaku yang tak disiplin akan terbawa sampai masa dewasa anak dan menyulitkannya mencapai kesuksesan dalam hal apa pun.

5. Membebaskan anak pakai gadget dan internet

ilustrasi anak dan gadget (pexels.com/Gustavo Fring)

Anak zaman sekarang memang tidak terhindarkan dari pesatnya perkembangan teknologi. Bahkan gadget dan internet juga mendukung proses belajar anak selama digunakan dengan bijaksana. Artinya, tetap perlu ada batasan dan pengawasan dari orangtua.

Bukan membebaskan anak dalam menggunakan gawai serta internet sampai berlebihan dalam waktu dan kita sendiri gak tahu apa saja yang dilihatnya setiap hari. Apa yang disaksikan, didengarkan, dan dibaca anak sepanjang waktu dari internet lebih memengaruhi mentalnya ketimbang perkataan kita. Sebab konten-konten tersebut dikemas secara lebih menarik.

Untuk membuat fokus utama anak tetap tertuju pada nasihat orangtua, maka segala yang mengalihkan perhatiannya perlu diminimalkan. Termasuk penggunaan gadget dan internet. Batasi waktu serta tujuan pemakaiannya. Sebaiknya anak tidak memiliki media sosial di usia yang terlalu muda karena akan menghubungkannya dengan banyak orang secara acak, termasuk predator anak. 

6. Tak melatih anak agar bertanggung jawab atas kesalahannya

ilustrasi tegas pada anak (pexels.com/Monstera Production)

Sayang pada anak tak bermakna kita harus selalu membelanya apa pun yang terjadi. Kita sedang diuji untuk mampu menunjukkan kesalahan anak berikut cara memperbaikinya atau justru tanpa sadar kian menjerumuskan anak ke kesalahan-kesalahan yang lebih fatal di kemudian hari. Semua yang bengkok dapat kembali diluruskan asalkan kita tidak menyangkalnya.

Tanamkan pada anak mengenai karakter bertanggung jawab. Jangan terus berdiri di depan anak guna melindunginya dari setiap rasa tidak nyaman. Ada kalanya orangtua perlu berdiri di samping anak dan mendampinginya melihat realitas yang ada di hadapannya.

Ada pula saatnya kita berdiri di belakang anak untuk mendorongnya berani menunjukkan rasa tanggung jawabnya atas kekeliruan yang dilakukan. Ini dapat dengan mengakui kesalahan, meminta maaf, sampai berkomitmen memperbaiki atau mengganti kerusakan yang disebabkan olehnya. Setelah anak melakukan ketiga hal tersebut, kita boleh membantu anak. Namun, jangan mengambil atau mengalihkan seluruh tanggung jawabnya.

Ada cara yang baik dan kurang tepat dalam mengekspresikan cinta kasih kita pada anak. Terkadang perbedaan keduanya tampak kabur dan untuk beberapa waktu kita melakukan cara yang keliru. Ini perlu segera dihentikan supaya potensi bahaya untuk anak tidak menjadi nyata.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us