“Mengawasi anak terus-menerus dan melindungi mereka dari tantangan bisa menghambat perkembangan rasa percaya diri dan kompetensi,” jelas Quigneaux.
Blind Spot dalam Mengasuh Anak yang Dialami Orangtua Zaman Sekarang

Menjadi orangtua memang penuh tantangan, apalagi di era modern dengan banyaknya informasi dan tekanan sosial. Meski sudah berusaha sebaik mungkin, tetap ada hal-hal yang tak disadari alias blind spot dalam cara mendidik anak. Menyadarinya sejak dini bisa membantu orangtua membesarkan anak dengan lebih seimbang.
Blind spot ini bukan berarti tanda kegagalan, melainkan bagian alami dari perjalanan parenting. Justru dengan mengenali titik buta ini, orangtua bisa belajar memperbaiki pola asuh dan memberi ruang tumbuh yang lebih sehat bagi anak. Nah, berikut lima blind spot yang sering dialami orangtua zaman sekarang.
1. Kurangnya waktu bermain mandiri

Orangtua sering ingin selalu terlibat, tapi tanpa sadar mengurangi kesempatan anak bermain mandiri. Padahal, menurut Samantha Quigneaux, LMFT, direktur layanan terapi keluarga di Newport Healthcare, dilansir Parents, bermain mandiri dan menghadapi konsekuensi alami dari tindakan atau perilaku adalah bagian penting dari proses individuasi.
Anak justru butuh ruang untuk mencoba dan belajar dari kesalahan kecil tanpa campur tangan terus-menerus. Jika terlalu dilindungi, anak bisa tumbuh cemas, kurang percaya diri, dan mudah bergantung. Karena itu, orangtua sebaiknya memberi kebebasan bertahap agar anak lebih siap menghadapi dunia nyata.
2. Jadwal anak yang terlalu padat

Orangtua kini cenderung mengisi hari anak dengan berbagai aktivitas terorganisir. Mulai dari kursus, olahraga, hingga kelas tambahan, semuanya bertujuan baik agar anak berkembang maksimal. Namun, jadwal padat sering kali mengorbankan waktu bermain bebas dan istirahat.
Menurut Aurisha Smolarski, LMFT, pelatih co-parenting bersertifikat, dilansir Parents, sering kali, orangtua menjadwalkan anak berlebihan karena takut dianggap tidak cukup baik sebagai orangtua. Padahal, bermain bebas memberi anak ruang untuk bereksperimen dan belajar dari kesalahan. Tanpa waktu luang, anak bisa mudah stres atau kehilangan kreativitasnya.
3. Terlalu banyak membantu anak

Rasa sayang sering membuat orangtua ingin selalu membantu anak, bahkan untuk hal kecil seperti mengambil snack. Meski terlihat sepele, kebiasaan ini bisa membuat anak bergantung dan sulit mandiri. Pada akhirnya, orangtua justru bisa merasa lelah karena anak selalu menuntut kehadiran mereka.
Quigneaux menegaskan, anak tidak akan belajar menjadi mandiri, bertanggung jawab, atau produktif jika selalu dilayani. Mereka bisa terbiasa bergantung, bahkan untuk hal kecil seperti mengerjakan PR, yang pada akhirnya melelahkan orangtua dan membatasi perkembangan anak. Karena itu, penting memberi kepercayaan sesuai usia agar anak mampu mengambil alih tanggung jawabnya sedikit demi sedikit.
“Kalau orangtua terlalu sering mengambil alih urusan anak, sebenarnya itu lebih untuk membuat dirinya merasa lebih baik, tapi justru merampas rasa percaya diri anak, jelas Daniel Amen, psikiater sekaligus penulis buku bestseller, dilansir CNBC.
4. Terlalu bergantung pada ahli parenting

Banyak orangtua kini terlalu mengandalkan saran ahli parenting di media sosial, mulai dari aplikasi pemantau tidur hingga kelas online. Tidak semua saran cocok untuk tiap keluarga, dan terlalu mengikutinya bisa membuat orangtua ragu pada insting sendiri.
Dilansir Parents, Abbey Sangmeister, LPC, konselor profesional berlisensi, menegaskan, bahwa orangtua bisa belajar dari para ahli, tapi juga perlu mendengarkan intuisi sendiri karena kita yang paling mengenal anak sendiri. Lakukan refleksi diri untuk menilai apakah saran tersebut benar-benar relevan, dan jangan ragu berkonsultasi dengan terapis jika perlu.
5. Validasi emosi yang kurang tepat

Kini banyak orangtua menekankan pentingnya memvalidasi emosi anak, tetapi kadang berlebihan hingga anak merasa semua emosinya harus selalu dituruti. Akibatnya, anak kesulitan menyesuaikan diri saat lingkungan luar tidak sama.
Validasi emosi bukan berarti menyetujui perilaku anak. Orangtua bisa mengajarkan bahwa marah atau kecewa itu wajar, tetapi tetap ada batasan. Dengan begitu, anak belajar bertanggung jawab atas perasaan sekaligus tindakannya.
Menjadi orangtua memang tidak mudah, apalagi dengan berbagai blind spot yang mungkin tanpa sadar dilakukan. Namun, dengan kesadaran dan refleksi, setiap orangtua bisa menciptakan pola asuh yang lebih sehat dan percaya diri sambil memberi ruang tumbuh yang optimal bagi anak.