Buruk bagi Masa Depan Anak, Ini 5 Dampak Buruk Helicopter Parenting

Tiap orangtua memiliki pilihannya masing-masing dalam mengasuh anak, salah satunya adalah pola asuh helikopter atau helicopter parenting. Pola asuh ini tampaknya sangat membantu anak-anak dalam jangka pendek karena orangtua selalu siap sedia membantu anak-anak dalam segala hal. Orangtua juga terkesan selalu menyelamatkan anak dalam setiap hal.
Tetapi, sikap orangtua yang berlebihan dapat berdampak buruk pada anak-anak dalam jangka panjang. Banyak penelitian yang telah mempelajari efek jangka panjang dari helicopter parenting, dan di bawah ini adalah beberapa masalah terbesar yang dialami anak-anak di bawah pola helicopter parenting.
1. Meningkatkan kecemasan anak

Dalam studi yang dicatatkan di Cognitive Therapy and Research, para peneliti memeriksa bagaimana helicopter parenting memengaruhi anak-anak dengan kecemasan. Penelitian ini dilakukan dengan mendorong anak-anak menyelesaikan teka-teki sebanyak mungkin dalam waktu 10 menit. Dalam tugas ini, orangtua diizinkan membantu anak-anak mereka, tetapi tidak didorong untuk melakukannya.
Hasilnya, peneliti menemukan bahwa orangtua dari anak-anak dengan kecemasan sosial secara signifikan lebih sering menyentuh teka-teki daripada orangtua lainnya. Mereka mencoba memberikan bantuan bahkan ketika anak-anak mereka tidak memintanya. Bisa disimpulkan, reaksi orangtua justru menjauhkan anak dari belajar untuk gagal atau berhasil sendiri. Akibatnya, efek dari helicopter parenting dapat meningkatkan kecemasan.
2. Menyebabkan regulasi emosional yang buruk

Helicopter parenting memiliki dampak jangka panjang pada anak-anak, bahkan hingga mereka remaja dan dewasa. Ketika orangtua terlalu mengontrol, anak-anak akan lebih sulit belajar mengelola emosi dan perilaku mereka.
Sebuah studi yang dilaporkan dalam jurnal Developmental Psychology dilakukan dengan mengamati 422 anak-anak selama delapan tahun. Para peneliti menilai perkembangan sosial dan emosional peserta pada usia 2, 5, dan 10 tahun serta interaksi orangtua-anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu efek utama dari helicopter parenting adalah regulasi diri yang buruk.
Lebih jauh, anak-anak yang dibesarkan dengan helicopter parenting kurang mampu beradaptasi dengan situasi sekolah dan tantangan selama tumbuh dewasa.
3. Memiliki lebih banyak masalah kesehatan

Sebuah studi yang dilaporkan pada Journal of Child and Family Studies menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan helicopter parenting lebih cenderung memiliki masalah kesehatan saat dewasa. Dalam pengamatan tersebut, peneliti menemukan bahwa sebagian besar anak-anak ini tidak pernah belajar bagaimana mengelola kesehatan mereka secara mandiri karena orangtua mereka selalu memberi tahu mereka kapan harus tidur, kapan harus berolahraga, dan apa yang harus dimakan.
Orangtua yang menerapkan helicopter parenting sering kali terlalu khawatir tentang kesehatan anak-anak mereka sehingga selalu mengingatkan tentang apa yang harus dilakukan. Lalu, saat anak sudah dewasa, dengan tidak adanya pengingat yang terus-menerus ini membuat anak-anak tidak merawat diri mereka.
4. Anak tumbuh dengan merasa bahwa dirinya istimewa

Orangtua yang menerapkan helicopter parenting sangat menyayangi anak-anak mereka sehingga anak beranggapan bahwa mereka adalah pusat alam semesta. Dan anggapan bahwa mereka istimewa tidak juga hilang setelah mereka dewasa.
Para peneliti dari University of Arizona menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan helicopter parenting tumbuh dengan perasaan istimewa. Mereka lebih cenderung menuntut yang terbaik karena merasa layak mendapatkannya. Selain itu, perasaan istimewa ini berhubungan dengan kekecewaan kronis dan penderitaan berkelanjutan dalam hidup.
5. Lebih bergantung pada obat-obatan

Anak-anak yang dibesarkan dengan helicopter parenting tidak terbiasa menoleransi ketidaknyamanan. Ini karena orangtua mereka melindungi mereka dari rasa sakit dan mencegah mereka menghadapi kesulitan. Selain itu, mereka terbiasa dengan kepuasan langsung.
Ini juga menjadi alasan mengapa mereka bergantung pada obat-obatan agar rasa sakit mereka cepat teratasi. Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di Mid-South Sociological Association menemukan bahwa mahasiswa yang orangtuanya lebih cenderung minum obat untuk kecemasan dan depresi, anak-anak ini juga lebih cenderung mengonsumsi pil pereda nyeri.
Bisa dipahami, orangtua yang mengadopsi helicopter parenting sebenarnya hanya berniat untuk membantu anak-anak. Namun, membiarkan anak melakukan beberapa kesalahan, mengalami kegagalan, dan memberi mereka kesempatan untuk memecahkan masalah mereka sendiri adalah hal yang penting untuk membantu anak agar mereka memiliki mental yang kuat.