Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hamil di Luar Nikah, Apakah Harus Menikah Lagi Setelah Melahirkan?

ilustrasi perempuan hamil (pexels.com/Leah Newhouse)
Intinya sih...
  • Islam mengatur pernikahan sesuai syariat, bisa wajib, sunah, atau haram
  • Nikah hamil diatur dalam Kompilasi Hukum Islam bab 8 pasal 53
  • Mazhab Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali memiliki pandangan berbeda tentang keabsahan nikah hamil

Islam mengatur segala aspek kehidupan umat Muslim agar sesuai syariat, termasuk dalam hal pernikahan. Hukum menikah dalam Islam bisa menjadi wajib, sunah, bahkan haram sesuai kondisi yang terjadi.

Pada kondisi hamil di luar nikah, apakah harus menikah lagi setelah melahirkan? Mari simak penjelasannya!

1. Pengertian nikah hamil

ilustrasi ibu hamil (pexels.com/Pixabay)

Nikah hamil terjadi ketika calon pengantin perempuan dalam kondisi hamil saat menikah, entah karena zina, pergaulan bebas, atau baru saja bercerai dalam keadaan hamil. Calon pengantin yang ingin menikah dalam kondisi hamil bisa mengajukan dispensasi ke Kantor Urusan Agama (KUA), namun situasinya harus diperhatikan dengan cermat.

Jika calon pengantin perempuan berstatus janda namun dalam kondisi hamil, baik cerai hidup maupun cerai mati, pernikahan harus dilakukan setelah melewati masa idah. Lamanya masa idah, yaitu 90 hari untuk cerai hidup dan 4 bulan 10 hari untuk cerai mati.

Jika calon pengantin perempuan dalam kondisi hamil akibat pergaulan bebas, pernikahan bisa dilakukan tanpa perlu menunggu anak dalam kandungan lahir. Penjelasan ini tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam atau disebut juga Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 1991.

2. Hamil di luar nikah, apakah harus menikah lagi setelah melahirkan?

ilustrasi pernikahan (unsplash.com/@srosinger3997)

Aturan-aturan yang lebih rinci mengenai nikah hamil dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab 8 pasal 53, yang terdiri dari tiga ayat. Berikut penjelasannya:

  1. Perempuan hamil di luar nikah bisa dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
  2. Pernikahan dengan perempuan hamil seperti kondisi yang dijelaskan dalam ayat 1 bisa dilakukan tanpa menunggu kelahiran anak.
  3. Pernikahan yang telah dilakukan saat mempelai perempuan dalam kondisi hamil, tidak perlu diulang setelah anak dilahirkan.

3. Ada perbedaan pendapat dari empat mazhab

ilustrasi menikah (freepik.com/ freepik)

Dari empat mazhab (Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali), ada perbedaan pendapat tentang keabsahan nikah hamil. Mazhab Syafi'i membolehkan perempuan hamil menikah dengan laki-laki yang mengamilinya ataupun laki-laki lain. Mazhab Maliki berpendapat, bila perempuan hamil hanya boleh dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya dengan syarat keduanya harus bertaubat terlebih dahulu.

Mazhab Hanafi juga membolehkan nikah hamil, namun ada sedikit perbedaan. Pernikahan antara perempuan hamil dengan laki-laki yang menghamilinya dianggap sah, namun tidak boleh berhubungan badan hingga anak dalam kandungan dilahirkan. Jika perempuan hamil hendak dinikahi oleh laki-laki lain yang bukan merupakan ayah kandung dari anak dalam kandungannya, maka pernikahan harus dilakukan setelah anak tersebut lahir.

Sementara, Mazhab Hanbali memiliki pendapat yang berbeda dari tiga mahzab lainnya. Menurut Mazhab Hanbali, nikah hamil hukumnya tidak sah. Meski calon pengantin laki-laki adalah ayah kandung dari anak dalam kandungan, pernikahan hanya bisa dilakukan setelah anak tersebut lahir.

Berikut tadi penjelasan tentang hamil di luar nikah apakah harus menikah lagi setelah melahirkan. Perhatikan ketentuannya agar tidak menyalahi syariat!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
Dian Septi Arthasalina
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us