Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Penyebab Anak Takut Mengutarakan Pendapat

ilustrasi anak sedih
ilustrasi anak sedih (unsplash.com/Chinh Le Duc)
Intinya sih...
  • Takut dianggap salah atau ditertawakan
  • Lingkungan keluarga yang terlalu otoriter
  • Kurangnya rasa percaya diri dan pengalaman sosial
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap anak pasti memiliki cara yang berbeda-beda untuk mengekspresikan dirinya. Termasuk pada saat ingin menyampaikan pendapat. Namun, tidak sedikit pula anak yang lebih memilih diam karena merasa takut atau tidak percaya diri pada saat berbicara.

Kondisi yang satu ini kerap kali bukan diakibatkan karena kurangnya kemampuan anak dalam berbicara. Namun, karena faktor lingkungan dan pengalaman emosional yang dapat memengaruhi keberanian mereka dalam mengungkapkan pendapat. Oleh sebab itu, coba kenali beberapa penyebab anak takut mengutarakan pendapat berikut ini, sehingga orangtua bisa lebih waspada dan segera mencari solusinya.

1. Takut dianggap salah atau ditertawakan

ilustrasi anak sedih
ilustrasi anak sedih (unsplash.com/Lucas Metz)

Salah satu alasan utama mengapa anak enggan mengungkapkan pendapat bisa karena takut dianggap salah oleh orang lain. Anak mungkin saja pernah mengalami situasi di mana mereka memperoleh kritik atau bahkan ditertawakan, sehingga merasa tidak nyaman untuk berbicara kembali. Orangtua dan guru memiliki peran yang sangat penting untuk bisa menciptakan lingkungan yang dapat mendukung anak berekspresi tanpa takut dihakimi. Setiap kali anak mencoba berpendapat, maka berikanlah apresiasi kecil atas keberaniannya, meski isi pendapatnya belum sempurna.

2. Lingkungan keluarga yang terlalu otoriter

ilustrasi memarahi anak
ilustrasi memarahi anak (pexels.com/Monstera Production)

Keluarga dengan pola asuh yang cenderung otoriter biasanya akan membuat anak mudah takut untuk berbicara. Pada situasi di mana orangtua selalu memegang kendali penuh dan jarang untuk memberikan ruang bagi anak dalam berdiskusi, maka anak pun akan merasa bahwa pendapatnya dianggap tidak penting. Mereka akan cenderung merasa bahwa berbicara hanya akan menimbulkan kemarahan atau bahkan penolakan dari orangtua, sehingga sulit dalam mengekspresikan perasaannya secara terbuka. Orangtua harus bisa menunjukkan bahwa pendapat anak tetap dihargai, meski pun berbeda, sehingga dapat mendukung pola komunikasi yang terbuka dan sehat.

3. Kurangnya rasa percaya diri dan pengalaman sosial

ilustrasi anak sedih
ilustrasi anak sedih (unsplash.com/Tadeusz Lakota)

Anak yang jarang dilibatkan dalam percakapan atau diskusi kerap kali mengalami kesulitan untuk menyampaikan pikirannya secara jelas. Kurangnya pengalaman berbicara di depan orang lain justru bisa membuat anak merasa tidak yakin apakah memang pendapatnya benar-benar layak didengarkan atau pun tidak. Untuk mengatasi hal yang satu ini, maka anak harus diberikan kesempatan yang lebih banyak untuk berbicara pada situasi yang aman dan menyenangkan. Orangtua bisa mengajak anak untuk berdiskusi ringan terkait hal-hal yang mungkin disukainya dan memberikan tanggung jawab kecil bagi anak dalam mengambil keputusan.

4. Pernah mendapat pengalaman negatif ketika berbicara

ilustrasi anak menangis
ilustrasi anak menangis (unsplash.com/Zahra Amiri)

Beberapa anak mungkin cenderung takut berbicara karena pernah mengalami pengalaman negatif, seperti diremehkan, dimarahi, hingga diabaikan pada saat berpendapat. Trauma kecil yang dialami anak ternyata akan terus melekat di ingatan dan membuat anak pun enggan untuk mengulangi hal yang sama. Untuk bisa membantu anak agar pulih, maka orangtua harus menunjukkan empati dan juga memberikan ruang bagi anak agar tetap merasa aman setiap waktu. Pada saat anak mencoba untuk berbicara, maka coba dengarkan dengan penuh perhatian tanpa menghakimi, serta hindari pemberian komentar yang terkesan merendahkan atau membandingkan anak.

Penyebab anak takut mengutarakan pendapat bukanlah karena mereka tak punya ide atau kemampuan, melainkan cerminan lingkungan yang mungkin belum mendukung. Orangtua dan pendidik memiliki peran besar dalam membangun rasa aman dan percaya diri anak agar nantinya berani untuk berbicara. Pada saat anak merasa dihargai, maka kemampuan komunikasinya pun akan tumbuh secara alami!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Life

See More

Apa Saja Jobdesk UI/UX Designer dan Skill yang Harus Dikuasai?

22 Okt 2025, 16:46 WIBLife