6 Sikap Orangtua saat Anak Memasuki Fase Pemberontakan

- Orangtua tetap tenang dan tidak mudah terpancing emosi saat anak memberontak
- Dengarkan tanpa menghakimi agar anak merasa dihargai dan membangun komunikasi yang baik dalam keluarga
- Bertindak tegas namun hangat, memberikan ruang untuk mengekspresikan diri, dan menunjukkan kasih sayang yang konsisten
Fase pemberontakan pada anak, terutama saat remaja, adalah hal yang cukup lumrah terjadi. Di fase ini, anak mulai mencari jati diri mereka, ingin lebih bebas, dan kadang menolak aturan yang sebelumnya mereka terima begitu saja. Bagi orangtua, fase pemberontakan pada anak ini bisa jadi masa-masa yang bikin kewalahan dan butuh banyak kesabaran, dan juga bisa jadi masa penting untuk memperkuat hubungan dengan anak asalkan tahu cara menyikapinya.
Berikut enam sikap yang bisa diterapkan orangtua ketika anak sedang memasuki masa-masa pemberontakan dan penuh gejolak tersebut. Yuk, simak!
1. Tetap tenang dan jangan mudah terpancing emosi

Fase pemberontakan pada anak memang cukup melelahkan. Saat anak mulai membantah atau menunjukkan sikap menantang, reaksi spontan orangtua biasanya adalah marah. Tapi, justru saat di fase ini, orangtua wajib untuk tetap tenang ketika menghadapi anak. Emosi yang berlebihan malah bisa memperkeruh suasana dan membuat anak makin menjauh, lalu lama-lama anak malah bisa terlepas dari pengawasan.
Menjadi orangtua berarti menjadi contoh dalam mengelola emosi. Tunjukkan bahwa sebagai orang tua, kamu bisa mengatasi situasi dengan kepala dingin. Saat kamu bisa menghadapi situasi dengan tenang, anak akan merasa bahwa rumah tetap jadi tempat yang aman, bahkan ketika mereka sedang "berantakan".
2. Dengarkan tanpa menghakimi

Kebanyakan orangtua akan menghakimi anak mereka yang sedang dalam fase pemberontakan. Padahal, anak hanya ingin didengar saja, lho. Anak-anak tidak butuh dihakimi atau langsung diberi nasihat panjang lebar. Saat anak berbicara, dengarkan terlebih dahulu apa yang mereka katakan tanpa memotong atau langsung menyalahkan supaya anak merasa lebih dihargai.
Kalau anak merasa omongannya dianggap penting oleh orangtua, mereka akan lebih terbuka untuk mengobrol. Kalau mereka lebih terbuka untuk mengobrol, orangtua juga akan lebih mudah untuk mengawasi dan menjalankan peran sebagai orangtua. Kepercayaan anak adalah langkah awal untuk membangun komunikasi yang baik dalam keluarga. Dengan begitu, anak tidak akan mencari pelarian dari rumah atau keluarga.
3. Bertindak tegas, tapi tetap hangat
.jpg)
Orangtua harus mengayomi anak bukan berarti orangtua tidak bisa bertindak tegas, lho. Bersikap tegas pun bukan berarti harus galak atau keras. Orangtua tetap perlu menetapkan batasan yang jelas pada anak, tapi disampaikan dengan cara yang tidak mengintimidasi dan tidak terlalu mengekang.
Saat orangtua menetapkan batasan kepada anak dengan sikap yang tegas tapi hangat, anak bisa belajar bahwa kebebasan itu juga tetap punya batas. Mereka pun jadi lebih paham mengenai tanggung jawab tanpa merasa tertekan atau dilawan.
4. Berikan ruang untuk mengekspresikan diri

Anak remaja biasanya memberontak karena merasa dikekang, merasa tidak boleh melakukan ini atau tidak boleh begitu. Lama-lama mereka akan muak dan memilih untuk memberontak saja. Jadi, penting banget bagi orangtua untuk memberi mereka ruang untuk mengeksplorasi minat, gaya berpakaian, atau lingkaran pertemanan supaya bisa mengurangi keinginan anak untuk melawan aturan.
Selama tetap dalam batas yang aman, membiarkan mereka berekspresi adalah sebuah bentuk kepercayaan orangtua yang diberikan kepada anak. Dan percaya deh, anak yang merasa dipercaya biasanya lebih hati-hati dalam mengambil keputusan.
Itulah 6 sikap yang harus diterapkan orangtua saat anak memasuki fase pemberontakan. Fase ini bukan akhir dari hubungan orangtua dan anak, kok. Justru, fase ini jadi awal kedekatan baru kalau disikapi dengan bijak.
5. Evaluasi pola asuh sendiri

Saat anak memberontak, orangtua cenderung langsung menyalahkan anak dan melimpahkan kesalahan itu pada anak. Padahal bisa jadi sebaliknya. Pemberontakan anak bisa menjadi tanda bahwa pola asuh orangtua selama ini yang salah, entah itu terlalu menekan atau kurang fleksibel.
Jadi, kalau anak mulai memberontak, jangan langsung anggap mereka yang salah. Tidak ada salahnya untuk introspeksi diri dan berdiskusi dengan pasangan (atau bahkan anak itu sendiri) tentang pola asuh dan pola komunikasi yang bisa diperbaiki. Anak pun akan melihat bahwa orangtuanya juga mau belajar dan berkembang.
6. Jangan lupa tunjukkan kasih sayang

Di balik sikap galak, cuek, dan pemberontakan anak remaja, mereka tetap anak yang butuh rasa aman dan disayang. Justru di masa-masa labil seperti ini, kasih sayang orang tua sangat dibutuhkan untuk meredakan gejolak emosi yang mereka rasakan. Bentuknya tidak harus selalu besar atau dramatis, kok.
Anak yang tahu dirinya dicintai tanpa syarat akan lebih kuat menghadapi tekanan dari luar, termasuk dari lingkungan pergaulan atau media sosial. Kasih sayang yang konsisten bikin anak merasa diterima apa adanya, meski sedang nggak sempurna atau sedang melakukan kesalahan. Ini jadi pondasi penting supaya mereka nggak mencari penerimaan dari tempat yang salah.