Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tindakan yang Perlu Dilakukan Orangtua agar Anak Gak Trauma

ilustrasi membandingkan anak sendiri dengan anak orang lain (pexels.com/cottonbro studio)

Dalam berbagai momen, anak-anak sering kali melihat tindakan orangtua yang meninggalkan luka batin yang mendalam bagi mereka. Sedihnya, orangtua gak menyadari jika apa yang mereka lakukan justru membuat anak-anak trauma. Orangtua menganggap tindakan yang dilakukan adalah hal sepele dan wajar. Gak sedikit juga yang merasa tindakan tersebut dilakukan agar anak-anak menjadi mandiri dan kuat nantinya.

Padahal, pola pengasuhan anak di setiap era jelas berbeda. Belum lagi karakter setiap anak juga gak sama, sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda pula. Itulah mengapa para orangtua perlu memahami tindakan mereka dalam mengasuh anak. Berikut beberapa tindakan yang perlu dilakukan oleh orangtua agar anak gak trauma. Disimak, ya!

1. Ajak diskusi dan hindari hukuman fisik

ilustrasi marah hingga ingin memukul (pexels.com/RODNAE Productions)

Penggunaan kekuatan fisik untuk mendisiplinkan anak, seperti memukul, menampar, atau menendang jelas bisa menyebabkan mereka trauma. Meski sebagian orangtua menganggap bahwa hukuman fisik sebagai bentuk tanggung jawab dan menguatkan mental, tapi hal ini gak dibenarkan. Hukuman seperti ini bisa mengakibatkan rasa sakit fisik dan dampak psikologis yang serius, lho.

Ada baiknya bicara empat mata dan tanyakan perasaannya untuk memahami permasalahan ini lebih baik. Memberikan konsekuensi logis atau dialog yang lebih positif dinilai lebih mudah dipahami oleh anak dibandingkan marah-marah dan melakukan hukuman fisik.  Oh ya, kamu dan pasangan juga perlu mengajak anak-anak duduk bareng sambil berdiskusi perihal aturan dan konsekuensi bersama sehingga mereka bisa memahami batas-batas yang ada. Jauh lebih nyaman, kan? 

2. Berikan anak kesempatan untuk mengambil resiko

ilutrasi anak yang takut bertemu dengan orang lain (pexels.com/RDNE Stock project)

Bukan hal aneh jika para orangtua akan menjaga anak-anaknya dengan segenap jiwa, tapi ada kalanya pola asuh yang amat protektif justru menjadi hal traumatis bagi anak. Terbiasa dijaga super ketat dapat membuat mereka takut untuk membuat hubungan sosial selain dalam lingkup keluarga. Alhasil, mereka tumbuh jadi orang yang minder dan sulit berkomunikasi dengan orang lain. 

Itulah mengapa orangtua perlu memberikan anak kesempatan untuk mengambil risiko yang sesuai dengan usia mereka. Memahami batasan demi keamanan anak-anak memang penting, tapi memberikan ruang untuk mengeksplorasi serta pertumbuhan sosial bisa membantu anak dalam mengembangkan keterampilan interpersonal mereka, lho. 

3. Berikan pujian dan dorongan positif pada anak

ilustrasi membandingkan anak sendiri dengan anak orang lain (pexels.com/cottonbro studio)

Membandingkan anak dengan saudaranya, anak orang lain atau anak tetangga sebelah sering kali dianggap sebagai tindakan sepele oleh orangtua. Bermaksud memotivasi, tindakan ini justru menimbulkan perasaan gak pernah cukup dan merendahkan harga diri anak. Ingat, setiap orang mempunyai keunikan dan potensi masing-masing, dan membandingkan mereka bisa menurunkan rasa percaya diri anak-anak, lho.    

Kamu bisa mulai menghargai keunikan setiap anak agar merasa bahwa orangtua mendukung mereka. Hindari juga perbandingan dengan anak lain sehingga rasa percaya diri mereka juga ikut tinggi. Dengan melakukan tindakan ini, orangtua juga mengajarkan anak-anak perihal mencintai diri mereka sendiri, lho. 

4. Menetapkan ekspektasi serealistis mungkin pada anak

ilustrasi orang tua yang meminta kesempurnaan dari anak (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Menetapkan ekspektasi yang terlalu tinggi dapat membuat anak jadi tertekan, lho. Memberikan target yang gak realistis rawan membuat mereka rendah diri dan selalu merasa gagal. Jika dibiarkan, anak-anak jadi frustasi dan akhirnya malah gak melakukan apapun atau justru melakukan hal yang berlawanan.  

Orangtua harus menetapkan ekspektasi yang sesuai dengan kemampuan anak. Mendorong anak tetap berusaha sambil memberikan pujian adalah upaya yang baik dalam membantu mereka percaya diri. Jika gagal, jangan langsung kecewa pada mereka. Sebagai orangtua, kamu dan pasangan bisa membantu mereka menyelami kesedihan, kemudian ajari mereka untuk bangkit dari kegagalan.  

5. Komunikasi terbuka dengan anak tentang tubuh, privasi, dan batasan

ilustrasi ketakutan atas trauma masa lalu yang menyakitkan (pexels.com/RODNAE Productions)

Pelecehan seksual menjadi salah satu bentuk trauma yang paling serius dan merusak. Dampaknya mencakup gangguan mental, emosional, dan fisik yang berkepanjangan. Anak-anak yang mengalami pelecehan seksual mungkin akan menghadapi tantangan besar dalam hubungan sosial yang sehat. Mereka pun dibuat bingung dalam memahami batasan-batasan seksual. 

Karena itu, sangat penting untuk membangun komunikasi terbuka tentang tubuh, privasi, dan batasan-batasan yang sehat dengan anak-anak. Mendidik anak mengenai pencegahan seksual dan memberikan dukungan jika mereka memperoleh pengalaman yang gak menyenangkan adalah dua langkah yang penting yang perlu dilakukan baik oleh kamu dan pasangan. 

Orangtua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam membentuk kesejahteraan anak baik aspek fisik maupun emosional. Menghindari tindakan dan perilaku agar anak gak trauma menjadi langkah pertama dalam menciptakan lingkungan yang nyaman dan positif. Lakukan komunikasi terbuka dan pengertian agar mereka nyaman untuk menceritakan segala hal pada orangtua, ya.  

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us