5 Tips Tasya Kamila Ajarkan Anak Matematika sejak Dini

- Tasya Kamila mengajarkan matematika pada anaknya sejak usia 3 tahun dengan memanfaatkan minatnya terhadap kipas
- Ia mendorong anaknya untuk menghitung koleksi kipas yang dimilikinya, sehingga sang anak dapat belajar logika numerik sejak dini
- Dengan cara sederhana seperti mendata koleksi kipas berdasarkan kategori, Tasya juga mengajarkan anaknya tentang warna, model, dan sikap bijak dalam berbelanja
Jakarta, IDN Times – Matematika kerap menjadi mata pelajaran yang menantang bagi anak. Gak jarang, banyak anak yang merasa matematika sebagai “musuh” karena harus berkutat dengan rumus. Menghadapi hal ini, orangtua bisa melakukan beberapa cara untuk mengajarkan anak matematika sejak usianya masih belia.
Seperti Tasya Kamila yang mengajarkan sang anak Arrasya, dirinya memulai dari hal-hal kecil yang berada di sekitar. Mulai dari minatnya terhadap kipas, ia pun mendorong sang anak untuk memiliki pola pikir logika numerik sejak usianya masih 3 tahun. Yuk, simak caranya di bawah ini!
1. Dikenal suka kipas, Tasya ajarkan anak menghitung koleksi yang dimiliki

Bukan hanya menggemaskan, Arrasya juga kerap dikenal karena hobi uniknya yang suka mengoleksi kipas. Melihat minat anak yang tinggi terhadap benda satu ini, Tasya pun mendorongnya untuk menghitung koleksi yang dimiliki.
“Saat usianya tiga tahun, dia sudah tahu berapa kipas yang ingin ia beli. Waktu itu, dia mulai dengan ‘Aku mau lima kipas dan baru ada dua, masih kurang tiga lagi ya’. Dari situ aku mikir ‘Loh, udah bisa perhitungan matematika dasar dia’,” ungkap Tasya dalam sesi wawancaranya di event Putera Sampoerna Foundation dengan tema “Membangun Masa Depan Gemilang melalui Pendidikan Inklusif dan Penguasaan Keterampilan Matematika untuk Semua", Selasa (03/12/2024) di Jakarta.
Tasya juga menuturkan bahwa dengan cara-cara mudah seperti ini, anak bisa menunjukkan minat sejak dini yang membantu orangtua memetakan apa yang disukai dan tidak disukai anak.
“Kayaknya aku start di usia tiga setengah tahun udah mulai yang tracing untuk motorik halus dia supaya nanti ketika belajar calistung, lebih memudahkan juga. Jadi, kalau anaknya udah showing interest, ya sudah kita berikan aja kesempatannya,” tambah Tasya
2. Koleksinya pun disesuaikan berdasarkan kategori-kategori tertentu

Seiring berjalannya waktu, koleksi kipas yang dimiliki Arrasya kian bertambah. Melebihi jari-jemari kaki dan tangannya, Tasya pun mulai mengajarkan sang anak cara berhitung dengan mendata satu barang dengan barang lain berdasarkan kategori.
“Jadi, dari koleksi yang dia punya, udah ada kan kategori merek dan warna-warna tertentu. Nah, itu kita list biar next time mau belanja kipas, dia tahu mana yang belum ada dan mana yang sudah,” tutur Tasya saat diwawancarai awak media.
Menurutnya, cara ini juga mengajarkan sang anak mengenai warna dan model kipas yang dimilikinya. Bukan hanya mengenai logika, ia pun ingin mengajarkan anak mengenai sikap bijak sebelum membeli yang ditumbuhkan sejak dini. Semenjak itu, Tasya mengaku bahwa sang anak mulai lebih bertanggung jawab dan semangat untuk mengoleksi kipas yang perlahan dibeli melalui tabungan yang telah dikumpulkannya.
3. Dengan jumlah koleksinya, Tasya juga mengajarkan perhitungan hingga ratusan yang bisa membantu anak

Dari jumlah kipas yang sudah dikoleksi, Tasya pun menyadari bahwa sang anak perlu belajar menghitung hingga jumlah ratusan dengan perlahan. Mengembangkan logika numerik dengan sederhana, cara Tasya mendorong kemampuan sang anak adalah melalui perhitungan ratusan.
“Kalau matematika, biasanya aku diawali dengan konsep-konsep logika berpikir dari mulai mana yang lebih banyak, mana yang lebih sedikit, mana yang lebih besar, lalu mana yang lebih kecil. Kemudian, dari umur-umur udah mulai bisa ngomong tuh, diajarin berhitung ada berapa ini. Satu, dua, tiga, empat, sampai sepuluh, sampai dua puluh, lama-lama sampai seratus,” ungkap Tasya.
Memanfaatkan minat dan koleksi sang anak, Tasya pun melihat ini sebagai cara positif agar anak dapat lebih rajin dan suka belajar. Dari hal-hal sekitar, ia juga mendorong dan memfasilitasi anak agar proses belajar dilakukan dengan kompak antara orangtua-anak.
Tasya menambahkan, “Jadi, bener-bener deh, menurut aku sih (dimulai) dari hal-hal yang sederhana, seperti dari permainan, dari kegiatan yang si kecil suka. Kita bisa jadikan itu sebagai momen dia belajar.”
4. Dari koleksi yang dimiliki, Tasya pun mengajarkan data analyst dalam bentuk sederhana

Dalam bentuk paling sederhana, Tasya juga mengajarkan data analyst yang dapat dipahami anak. Cara ini pun dilakukannya melalui hitung tally yang menggunakan garis lurus dan garis miring untuk menuliskan frekuensi dalam tabel.
“Arrasya juga diajarkan mengenai cara menghitung tally yang menggunakan garis lurus dan miring untuk mengetahui mana koleksi dari tiap merek dan warna yang sudah dimiliki. Jadi, sekarang Ar punya list ada berapa banyak kipasnya,” jelasnya.
Tidak harus selalu dimulai dari cara yang rumit, Tasya mengaku bahwa caranya mengajar juga berasal dari minat belajar anak yang tinggi sejak awal. Dengan sifat alamiah yang dimiliki sang anak, Tasya memanfaatkan momen ini untuk mengubahnya menjadi media belajar.
"Ar sendiri unik banget. Dia belajar dengan cara yang dia suka. Ya, jadi balik lagi. Kalau anak-anak itu, menurut aku, memang bisa banget belajar dari media apa pun. Dari kegiatan permainan, dari kegiatan sehari-hari, itu selalu jadi momen belajar buat dia," ucap Tasya.
5. Menunjukkan cita-cita sebagai engineer, Tasya juga mengajak anak untuk berpikir logis agar dapat mencapai mimpinya

Ibarat buah tak jatuh jauh dari pohonnya, Arrasya juga menunjukkan minat sebagai seorang engineer layaknya sang ayah. Dari minatnya mengoleksi kipas, Tasya pun mengaku bahwa sang anak memiliki cita-cita sebagai insinyur kipas.
“Arrasya kalau ditanya ‘cita-citanya apa?’, ‘pengen jadi engineer kipas’. Dia pengen banget bisa membuat kipas. Nah, dari situ, aku jelasin kalau dia mau jadi engineer, harus bisa apa saja. Salah satunya, harus bisa menghitung. Makanya, dia kalau belajar matematika cukup serius karena dia tahu kalau jadi engineer, dia harus bisa tahu ukuran kipasnya berapa. Berapa tinginya? Berapa ukuran baling-balingnya? Itu aku ajarkan dia untuk berpikir ke sana,” ucap Tasya.
Tasya pun berpesan bahwa untuk anak bisa mencintai suatu ilmu, dia harus happy dulu dalam melakukannya. Merasa bahagia pun penting agar sang anak bisa mencintai proses belajar. Tasya juga menambahkan bahwa dengan mengembangkan logika berpikir numerik, sang anak juga belajar mengenai problem solving sejak dini.
“Sekarang Ar bisa benerin kipas, tetapi tetap butuh supervision dari orang dewasa. Meskipun gak bisa banget, tapi dia tahu gimana caranya problem solving dan tahu permasalahan kipasnya. Kayak, kalau misal kipasnya gak bisa nyala atau kalau muternya lamban ke belakang, itu dijelasin karena papanya juga engineer,” pungkas Tasya.