Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Alasan Gak Boleh Terus Merasa jadi Orang yang Paling Tersakiti

ilustrasi merasa tidak disukai (Pexels.com/Liza Summer)

Tidak selamanya seseorang berada di posis tersakiti karena ada kemungkinan orang lain juga terluka dengan sikap maupun ucapanmu. Entah itu sengaja atau tidak, perasaan tersakiti bisa saja dialami oleh siapa pun.

Meski begitu, setiap orang memiliki toleransi menahan luka hati yang berbeda-beda. Imbasnya, sebagian orang mungkin merasa lebih tersakiti hatinya dan sayangnya sebagian orang lainnya merasa momen itu terlalu didramatisir.

Oleh karena itu, penting bagi kamu untuk tidak selalu merasa jadi orang yang paling tersakiti. Ini empat alasan di antaranya untuk direnungkan.

1. Ada kemungkinan lukamu adalah buah yang kamu petik sendiri

ilustrasi merasa tersakiti (Unsplash.com/Andrew Neel)

Tidak menutup kemungkinan jika lukamu adalah buah yang kamu petik sendiri karena pernah menyakiti orang lain. Bukankah ada istilah karma yang membuat kita menuai apa yang sudah ditabur dalam hidup?

Bisa jadi luka hatimu saat ini merupakan wujud karma yang menjadi 'jatah' hidupmu sebagai balasan setelah pernah menyakiti orang lain. Dengan menyadari situasi ini, buka pikiran untuk berhenti mendramatisir lukamu apalagi adu nasib seolah menjadi sosok yang lebih menderita dibanding orang lain.

2. Bisa saja ada orang lain yang lebih menderita

ilustrasi merasa terluka (Unsplash.com/Ivan Aleksic)

Kalau mau melihat dari kaca mata yang lebih luas, setiap manusia pasti memiliki lukanya masing-masing dengan 'level' yang berbeda sesuai takaran kemampuannya. Buatmu mungkin luka yang dirasakan sudah cukup membebani. Namun, ada kemungkinan orang lain mendapat porsi luka yang lebih besar dan lebih menderita tanpa pernah mau mengumbar ceritanya.

Jadi, alangkah lebih bijaknya lagi jika kamu berhenti menghakimi beban perasaan orang lain atau malah menyepelekannya. Saat hanya melihat lukamu sendiri, kaku kan menjadi 'buta' pada penderitaan orang lain. Padahal porsi setiap orang tidak sama dan kamu tidak perlu merasa menjadi sosok yang paling menderita.

3. Mendramatisasi situasi hanya akan membebani hidupmu

ilustrasi merasa kesepian (Unsplash.com/Zachary Kadolph)

Diakui atau tidak, mendramatisasi situasi hanya akan semakin membebani hidupmu. Luka hati yang sebenarnya ringan tetapi kamu besar-besarkan demi simpati orang lain justru bisa menjadi bumerang di lain waktu.

Kamu akan merasa beban luka semakin berat dengan terus membiarkannya tidak sembuh. Di sisi lain, orang pun akan mulai jenuh dengan drama hidupmu yang semakin tampak berlebihan dan menjadi antipati.

Ceritamu hanya akan menjadi drama murahan dan kamu juga tidak akan mendapat respons sesuai harapan karena orang mulai tidak nyaman dengan keberadaanmu. Ujungnya, kamu akan lelah sendiri sebab harapan untuk diperhatikan orang lain tidak terwujud. 

4. Kamu akan dicap sebagai drama queen

ilustrasi merasa tersakiti (Pexels.com/Liza Summer)

Jika terus 'menjual' kesedihan dan luka yang dialami, kamu akan dicap sebagai drama queen. Bagi orang lain, kamu hanya mengeksploitasi cerita sedih sendiri yang terus diulang dan dijadikan alat untuk menarik simpati.

Pada akhirnya, orang akan bosan dan menganggap kamu sedang berakting tanpa mau memberikan respons sesuai harapanmu. Bahkan ada kemungkinan orang memilih menjauh dan malas bergaul denganmu, termasuk tidak ingin terlibat saat kamu benar-benar sedang tersakiti dan butuh dikuatkan.

Dengan mempertimbangkan keempat alasan agar tidak terus merasa paling tersakiti, kamu bisa mengupayakan perubahan sikap yang lebih baik. Pamer penderitaan tidak selalu baik dan justru berpotensi menimbulkan dampak negatif dalam hidupmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
T y a s
EditorT y a s
Follow Us