4 Kesalahan yang Kerap Dilakukan Gen Z dalam Mengelola Gaji, Boros?

Jika kita ingin menciptakan kehidupan yang berkualitas, pasti tidak terlepas dari kestabilan finansial. Kita harus terampil dalam mengelola gaji agar kebutuhan terpenuhi. Selain itu, terdapat dana darurat sekaligus tabungan yang dapat menjadi pembiayaan dalam jangka panjang. Namun sebagai generasi muda di era sekarang, sudahkah kita mampu mengelola gaji dengan bijaksana?
Banyak sekali fenomena yang menunjukkan seseorang memiliki gaji dalam jumlah besar. Namun kebutuhan hidup justru tidak dapat terpenuhi secara menyeluruh. Tentu ini menjadi perhatian tersendiri bagi generasi muda yang ingin menciptakan kestabilan finansial. Tanpa disadari, terdapat beberapa kesalahan yang kerap dilakukan gen z dalam mengelola gaji. Mari pahami dan renungkan.
1. Kecanduan traveling dan gaya hidup konsumtif

Cara kita dalam mengelola keuangan akan menentukan bagaimana kondisi masa depan. Sebagai gen z, seharusnya kita memiliki pemahaman yang luas mengenai cara mengelola gaji. Namun sayangnya, justru banyak generasi muda yang mengelola gaji secara asal-asalan. Bahkan mereka mengabaikan kebutuhan utama yang harus dipenuhi.
Diantara kesalahan yang kerap dijumpai adalah kecanduan traveling dan gaya hidup konsumtif. Mereka memburu bepergian ke suatu tempat dengan biaya fantastis hanya untuk flexing dan tampilan media sosial. Penerapan gaya hidup demikian ini membuat gaji tidak pernah terkumpul. Bahkan habis hanya untuk kepuasan sesaat yang tidak membawa dampak berarti dalam jangka panjang.
2. Terlalu bergantung pada paylater dan kartu kredit

Sebagai gen z, kita memiliki kesempatan yang lebih luas untuk belajar mengenai literasi keuangan. Terutama dari cara kita dalam mengelola gaji yang diperoleh dalam waktu bulanan. Tapi pada kenyataannya ini tidak sebanding dengan fenomena yang terjadi. Justru kita kerap menjumpai generasi muda yang mengalami kesulitan finansial meskipun baru saja menerima gaji.
Kondisi ini dapat terjadi karena mereka terlalu bergantung pada paylater dan kartu kredit. Mereka membeli barang dengan mengandalkan dapat dibayar nanti. Ketika gaji sudah di tangan, otomatis akan habis untuk membayar tanggungan. Fasilitas paylater dan kartu kredit memang memudahkan, tapi tanpa kontrol yang baik, bisa menjerumuskan ke dalam utang yang sulit dilunasi.
3. Kecenderungan untuk belanja secara impulsif

Cara kita dalam mengelola gaji turut mempengaruhi keseimbangan finansial yang terbangun dari esok. Ini menjadi pelajaran tersendiri agar kita mampu mengelola gaji secara bijaksana. Bukan sekadar menghabiskan gaji hanya untuk menuruti kepuasan sesaat. Apalagi didasari oleh tindakan flexing dan keinginan untuk memperoleh validasi di media sosial.
Tentu kita harus mengetahui kesalahan yang kerap dilakukan gen z dalam mengelola gaji. Pengaruh tren di media sosial kerap membuat generasi muda kecenderungan belanja secara impulsif. Belum lagi dengan godaan promo dan diskon dari platform online shop. Kebiasaan belanja secara impulsif pada akhirnya menghabiskan seluruh pendapatan tanpa ada sisa untuk tabungan dan dana darurat.
4. Lebih mendahulukan gaji untuk keinginan daripada kebutuhan

Siapa yang tidak bahagia ketika menerima gaji di awal bulan? Sudah tentu ini menjadi situasi yang menyenangkan. Tapi apa jadinya jika kita justru kerap melakukan kesalahan dalam mengelola gaji. Padahal ini yang menjadi faktor penting penentu kestabilan finansial dalam jangka panjang.
Di sinilah letak kesalahan yang kerap dilakukan generasi muda dalam mengelola gaji yang diperoleh. Mereka kerap mendahulukan gaji hanya untuk memenuhi keinginan daripada kebutuhan. Contohnya digunakan untuk membelanjakan barang-barang fashion demi memenuhi keinginan sesaat. Cara mengelola gaji seperti ini membuat kebutuhan yang seharusnya menjadi prioritas justru tidak terpenuhi. Pada akhirnya kualitas hidup terganggu secara keseluruhan.
Generasi muda seharusnya memiliki literasi keuangan yang cukup. Kemudian diterapkan untuk mengelola gaji agar jangan sampai lebih besar pasak daripada tiang. Jika kesalahan-kesalahan tersebut terus dilakukan, bukan tidak mungkin kualitas hidup akan mengalami penurunan. Jika kondisi demikian ini sudah terjadi, tentu tidak ada yang tersisa selain penyesalan dalam jangka panjang.