Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Sisi Negatif Menggunakan Perfeksionisme untuk Menghindari Penolakan

potret seorang wanita kewalahan bekerja (pexels.com/Czapp Árpád)

Dahulu, memiliki sifat perfeksionis mungkin diangap begitu membanggakan. Namun, saat ini banyak orang menyadari, bahwa memiliki sifat ini bisa sangat mengganggu. Saat kamu sudah memiliki apa yang disebut dengan ADHD, yakni gangguang mental yang dikaitkan dengan perilaku impulsif dan hiperaktif.  Meskipun kamu berjuang mencapai suatu tujuan yang baik, kamu yang memiliki ADHD sering kali terjebak tarik menarik dengan perfeksionisme yang bisa sangat membebani.

Alasan orang dengan ADHD mudah sekali jatuh ke dalam sifat perfeksionisme adalah idealisasi masyarakat terhadap orang yang "normal". Sementara, saat kamu memiliki ADHD, sering kali mengalami pasang surut terkait kekuatan dan tantangan. Perbedaan ini menyebabkan umpan balik signifikan yang mungkin sulit untuk ditanggung.

Banyak individu dengan ADHD  mengalami Disforia Sensitivitas Penolakan yang membuat kritik terasa sangat menyakitkan. Akibatnya, kamu mungkin memaksakan diri untuk mencapai kesempurnaan guna menghindari penilaian dan mempertahankan rasa harga diri kamu. Namun, jika kamu terus larut dalam kebiasaan perfeksionisme, tidak bisa menerima kelemahan dan kesalahan, pada akhirnya bisa menimbulkan sisi negatif, sebagai berikut!

1. Ilusi kesempurnaan

potret seorang wanita sedang menelpon (pexels.com/Vlada Karpovich)

Seperti yang ditunjukkan oleh Brené Brown (2010), kesempurnaan adalah tujuan yang tidak dapat dicapai. Ketika kamu tidak dapat mencapai standar yang tinggi, itu dapat menyebabkan keputusan dan perasaan gagal. Faktanya, manusia tidak bisa menjadi sempurna dan itu sudah menjadi mutlak. Jika kamu terus-menerus mengejar kesempurnaan, maka pada akhirnya kamu hanya akan merasa lelah.

Jadi, untuk dapat mengatasi perasaan ini kamu harus belajar untuk menerima jati diri. Mulailah dengan menerima bahwa sedikit berantakan itu tidaklah apa-apa. Kamu mungkin merasa bahwa tidak berhak untuk menghakimi kepribadian orang lain. Lalu, mengapa kamu harus memaksakan diri untuk mengejar standar yang mustahil untuk dikejar?

2. Menghindari aktivitas yang menyenangkan

potret seorang pria bekerja keras (pexels.com/Vanessa Garcia)

Perfeksionisme dapat mencegah kamu untuk sepenuhnya menekuni hobi atau minat yang mungkin kamu sukai. Kamu sering kali begitu saja meninggalkan aktivitas, saat tidak menyukainya. Itulah yang menyebabkan dirimu kehilangan potensi untuk mencapai kegembiraan dan kepuasaan. Untuk dapat mengatasi perasaan tersebut kamu harus berani mencoba lebih banyak terlibat dengan pengalaman baru.

Cobalah hal-hal yang sebelumnya menurut kamu tidak kamu kuasai dan terimalah ketidaknyamanan dalam belajar. Misalnya, kamu baru-baru ini mulai menikmati proses belajar untuk menari dan bermain sepatu roda. Berusahalah untuk melakukan hal-hal yang memuaskan dan membiarkan diri kamu meninggalkannya. Latihan ini membebaskan kamu dari beban kesempurnaan.

3. Berfokus pada kelemahan bukan kekuatan

potret seorang wanita sedang bekerja di taman (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Dalam upaya kamu untuk memperbaiki diri sendiri, kamu mungkin telah mencurahkan begitu banyak energi untuk kelemahan kamu sambil mengabaikan kekuatan unik diri. Misalnya, kamu menghabiskan waktu berjam-jam mencoba menjadi "wanita yang sempurna" dengan mengerjakan segudang pekerjaan rumah tangga hingga menjadi wanita karir. Itu semua lama-kelamaan terasa melelahkan, namun kamu kemudian menyadari jika pencapaian paling membahagiakan itu adalah saat membuat anak-anakmu tertawa.

Dapat membuat anak-anak kamu tertawa adalah kelebihan yang mungkin sebelumnya kamu abaikan, karena terlalu fokus pada apa yang menjadi kekurangan. Jadi, cobalah untuk mengatur waktu saat harus mengerjakan tugas-tugas perfeksionis, kemudian berlatihlah untuk melepaskannya. Jika kamu terjebak dalam kecenderungan perfeksionis, gunakanlah metode pengatur waktu Podomoro untuk pekerjaaan yang singkat, kemudian berkomitmenlah untuk berhenti begitu waktu habis.

4. Keaslian itu penting

potret seorang pria sedang kewalahan bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Sari Solden dan Michelle Frank (2016), penulis A Radical Guide For Women with ADHD, bahwa keaslian itu penting untuk kesejahteraan mental. Kamu cenderung akan merasa hampa saat menghadapi tuntutan menjadi sempurna secara eksternal. Otak kamu membutuhkan keaslian untuk menghasilkan dopamin yang cukup dan mencoba menyesuaikan diri hanya akan menguras tekad kamu yang berujung pada kekecewaan.

Berlatihlah berbelas kasih pada diri sendiri, kuncinya untuk selalu mengingat bahwa kembali  ke pola pikir perfeksionis adalah bagian dari perjalanan. Bahkan saat kita berusaha untuk tidak terlalu perfeksionis, kamu harus bersikap baik kepada diri sendiri dan menyadari bahwa kemajuan tidak akan selalu linier. Pada suatu hari, kritikus batin kamu akan lebih hiperkritis daripada hari-hari lainnya.

Kesimpulannya, meskipun mengatasi perfeksionisme bisa jadi menantang, kamu harus ingat bahwa semuanya itu tentang proses yang terus berjalan. Dengan merangkul ketidaksempurnaan, kamu bisa hidup lebih autentik dan mendatangkan kegembiraan dan kepuasan yang lebih besar. Jadi, saat kamu mulai merasakan dorongan untuk mencapai kesempurnaan, cobalah untuk berhenti sejenak, dan katakan bahwa tidak apa-apa untuk menjadi tidak sempurna, seperti orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nadhifa Salsabila Kurnia
EditorNadhifa Salsabila Kurnia
Follow Us