4 Tips Terbebas dari Kepala yang Berisik Akibat Inner Critic

Kamu sering kali merasa terlalu dipicu oleh suara-suara kecil yang ada di kepalamu? Mungkin amu merasa harus melakukan sesuatu karena alasan tertentu. Suara itu juga membuat kamu merasa harus melakukan sesuatu karena tunturan aturan dalam diri yang padahal belum sepenuhnya benar. Yup, kondisi itu disebut dengan inner critic. Kritik batin ini bisa menjelma serupa patriarki yang tidak hanya hidup di sekitar kamu, tetapi juga di dalam diri.
Kekuatan batin ini terjalin di dalam pikiran kamu selama bertahun-tahun. Dibentuk dari ekspektasi eksternal, inner critic bisa tanpa henti mempertanyakan nilai, kemampuan, dan impian kamu. Pada akhirnya, inner critic dan menginternalisasi setiap "keharusan" hingga "kewajiban" yang dipaksakan masyarakat, membuat kamu merasa bahwa diri tidak akan bisa memenuhi standar. Jika tidak ditangani, inner critic tanpa sadar dapat menghambatmu berkembang, lalu bagaimana cara menghadapinya?
1. Tirani dari kata "harus"

Inner critic sering kali berakar dari "keharusan" untuk melakukan sesuatu, karena sudah menjadi tradisi atau norma yang dirimu anggap benar. Aturan ini dapat berasal dari ekspektasi yang mencerminkan standar masyarakat, seperti tentang apa yang harus kamu prioritaskan, bagaimana penampilan yang sesuai standar, dan berbagai seperti apa "seharusnya" diri kamu lainnya. Keharusan ini bertindak sebagai rantai tak kasat mata, mengikat kamu pada cita-cita yang sering kali bukan milik kamu sendiri.
Hasil dari kebiasaan merasa "harus" akibat berbagai faktor eksternal tersebut adalah perasaan tidak mampu, merasa bersalah, dan meragukan diri sendiri secara terus-menerus. Merefleksikan hal-hal yang dianggap keharusan ini dan mempertanyakan asal-usulnya dapat mulai memutus siklus tersebut. Saat kamu mengenali suara inner critic yang berkaitan dengan keharusan ini merupakan harapan eksternal, mulailah memilih aspirasi yang selaras dengan nilai-nilai dalam diri.
2. Tetapkan batasan pada "Have-Tos"

Hal yang harus dilakukan atau "have-tos" mewakili banyak peran dan kewajiban yang sering kali harus dipenuhi oleh wanita, bahkan dengan mengorbankan kesejahteraan diri sendiri. "have-tos" yang dimiliki oleh seseorang harus mencerminkan kewajiban yang harus kamu pikul yang pada faktanya bukan aturan mutlak. Melepaskan diri "have-tos" berarti belajar untuk membedakan apa yang benar-benar diperlukan dan apa yang dipaksakan oleh tekanan eksternal.
Mendefinisikan apa yang menurut dirimu benar-benar sesuatu yang harus kamu lakukan ini dimulai dengan refleksi diri yang jujur dan menetapkan batasan untuk kesejahteraan pribadi. Jadi, cobalah renungkan kewajiban yang menurut kamu harus dipenuhi dan nilai apakah kewajiban tersebut benar-benar bermanfaat bagi kamu. Berlatihlah menetapkan batasan yang realistis di sekitar "hal" harus dilakukan ini dengan memprioritaskan apa yang penting dan melepaskan "have-to" dari ekspektasi eksternal.
3. Kenali pola inner-critic saat muncul

Inner critic tidaklah terbentuk begitu saja, biasanya ini dibentuk oleh pengalaman masa kecil, ekspektasi masyarakat, serta pesan yang kamu serap dari waktu ke waktu. Inner critic tumbuh dari semua yang telah kamu lihat, dengar, dan alami, hingga menciptakan suara berisik di dalam kepalamu, dari kumpulan masa lalu yang memaksamu untuk memenuhi standar yang mustahil. Inner critic biasanya juga memunculkan perasaan perbandingan.
Inner critic membuat kamu memiliki kebiasaan membandingkan orang lain dengan diri sendiri karena tidak sesuai denga standar, kemudian memicun rasa insecure dan rendah diri. Inner critic juga bisa muncul dari kebiasaan perfeksionisme, mendorong kamu untuk terus-menerus maju demi cita-cita yang sebenarnya mustahil tercapai. Maka langkah yang harus kamu lakukan, kecilkan volume kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.
Saat kamu mendapati diri sedang dalam mode membandingkan diri sendiri, cobalah untuk kembali fokus pada jalan dan kemajuan diri kamu sendiri. Ingatkan diri kamu sendiri jika perjalan hidup itu unik, dan nilai diri kamu tidak ditentukan oleh posisi orang lain dalam hidup mereka. Mengenali pola-pola tersebut adalah kunci untuk melepaskan diri dari cengkeraman kritikus batin terhadap diri sendiri.
4. Terimalah ketidaksempurnaan sebagai pertumbuhan

Perfeksionis merupakan taktik khusus yang sering kali ditargetkan dari inner critic, kebiasaan ini menciptakan standar mustahil yang membuat kamu kesulitan untuk maju. Kamu bisa mengubah perfeksionisme ini dengan merayakan kemenangan kecil dan melihat kesalahan sebagai pengalaman belajar yang berharga. Perubahan ini dapat melemahkan kebiasaan mengkritik diri sendiri dan menumbuhkan pola pikir yang berorientasi pada pertumbuhan diri.
Daripada fokus pada inner critic, kamu juga bisa mengganti kebiasaan ini dengan mempraktikkan belas kasih pada diri sendiri. Saat keraguan diri muncul, bayangkan bagaimana kamu akan mendukung teman yang mengalami situasi yang sama, dengan menguncapkan kata-kata baik pada diri sendiri. Seiring waktu, suara penuh kasih ini dapat menjadi respons yang tepat, serta memperkuat harga diri kamu.
Membebaskan diri dari suara-suara internal ini merupakan sebuah perjalanan yang layak untuk ditempuh. Dengan kesadaran diri, kasih sayang, dan berbagai cara praktis, kamu dapat mengubah inner critic dari sumber keraguan menjadi panduan yang mendukung kamu di jalan untuk menjalani hidup yang paling penuh dan sejati. Jadi, pahami jika perjalanan ini bukanlah tentang melawan diri sendiri, melain berteman dengan diri kamu yang tertahan oleh rasa takut dan membantunya menjadi sekutu batin yang kuat.